Ninth

2.4K 232 21
                                    

"LO PENIPU!"

"Gue?! Penipu!" sarkas Alexa. "Lo yang bodoh!"

"Jelasin! Apa tujuan Lo ngelakuin ini!" marah Ravin.

"Apa? Tujuan apa? Gue gak punya tujuan apa-apa!" elak Alexa.

"ALEXANDRA! Jangan coba menguji kesabaran gue!" murka Ravin.

Wajahnya sudah mengeras dengan tatapan tajam nan menusuk yang ia layangkan pada sang istri. Dada bidang itu naik turun dengan tempo cepat lantaran terlalu emosi.

"Bukan kesabaran Lo yang mau gue uji, Tapi otak sialan Lo! Otak itu gak cukup banyak berfikir sampai-sampai mau ditipu oleh cewek gak jelas!" tutur Alexa.

"Dan cewek gak jelas itu orang suruhan Lo, kan?! Orang-orang yang menghubungi gue tadi pagi itu atas perintah lo! Right?!" balas pria itu.

"Ya," jawab Alexa santai. "Terus Lo mau apa?" tanyanya dengan satu alis terangkat menantang.

"Kenapa, Del?" lelah Ravin. Perusahaan ini miliknya, otomatis juga milik Alexa. Padahal, gadis itu bisa langsung meminta pada Ravin tanpa perlu berpura-pura.

"Ya karena itu tadi, gue mau menguji otak Lo!"

Ravin menghela nafas panjang berusaha meredakan emosinya. Ia lupa jika berbicara dengan Alexa itu harus sabar dan  harus bisa memahami setiap ucapan gadis itu.

Pasti ada maksud tertentu dari kata menguji yang selalu disebut oleh sang istri. Mau bagaimanapun juga, Alexa tak akan tega berbuat buruk padanya.

"Oke," putus Ravin. "Kita duduk dulu, ceritakan ini secara baik-baik. Aku yakin kamu gak seperti yang aku pikirkan," tutur nya.

"Boleh," jawab Alexa dengan sombong.

Gadis itu berjalan lebih dulu ke arah sofa diikuti oleh Ravin. Kini mereka telah duduk berhadapan dibatasi oleh sebuah meja.

"Sekarang apa?" tanya Alexa dengan senyum merekah, tapi Ravin tau ada sesuatu di balik senyum tersebut.

"Alasan kamu nyuruh wanita itu buat minta tanda tangan aku, apa? Kamu mau ambil alis perusahaan aku? Kenapa gak langsung bilang aja? Kenapa mesti harus bayar orang buat ngelakuin hal kayak gitu, Del," tutur Ravin berusaha tenang.

Dua alis Alexa mencuram tak suka. "Bukan aku yang nyuruh dia! Kalaupun aku yang nyuruh, kenapa juga aku mau mempermalukan diri di depan orang banyak cuma gara-gara mau kasih pelajaran pura-pura ke orang itu!" elak Alexa.

"Terus kenapa surat yang aku tandatangani itu ada di tangan anak buah kamu?" bingung Ravin.

"Mudah saja, alasannya karena aku mau! Apapun yang aku mau pasti akan aku dapatkan! Aku mau kertas itu jadi aku ambil! Gampang, kan?" jawab Alexa.

Jawaban itu belum berhasil membuat Ravin mengerti, ucapan Alexa terus saja berputar-putar seolah-seolah melarangnya untuk tahu.

"Ada sesuatu yang kamu sembunyikan, Alexa," tuduh Ravin.

Gadis itu terkekeh kecil. "Kalau iya, kenapa?"

"Jangan main-main dengan surat pengalihan itu, Del. Ini bisa menghancurkan perusahaan yang udah aku bangun kalau sampai surat itu jatuh ke tangan orang yang salah," jelas Ravin.

"Ya ya ya, itu juga gue tau!" balas Alexa dengan jengah. Gadis itu seketika berdiri dari duduknya, merapikan penampilan dan kembali menatap sang suami. "Sekarang udah gak ada apa-apa lagi, kan? Gue mau pergi dulu!"

"Aku tunggu penjelasan kamu di rumah!"

***

Alexa kini memutar bola matanya jengah. Setelah dari kantor Ravin, ia malah berakhir di kediaman milik Damian.

Niat hati ingin pergi ke sebuah resto berbintang untuk menyenangkan perutnya lenyap sudah akibat mendapat telpon mendadak dari sang Ayah.

Alasannya tak lain dan tak bukan hanya istri baru Damian, Ayahnya itu ingin melakukan perjalanan bisnis di luar negeri untuk beberapa hari dan harus meninggalkan sang istri di rumah sendirian.

Karena berfikir itu tak baik, jadi Damian memilih memanggil Alexa agar bisa tinggal beberapa hari di rumahnya untuk menemani mama tirinya itu.

Padahal, Damian tak tau jika keadaan akan semakin tidak baik kalau Alexa berada di sana. Dalam otak anak Damian ini sudah terancang beberapa rencana untuk wanita muda itu demi kesenangannya.

Senyum licik seketika terbit dengan di bibir merah itu.

"Boleh-boleh aja, sih," tutur Alexa mencoba menerima tawaran Damian untuk tinggal beberapa hari.

Sang Ayah tersenyum senang, besar harapan agar Alexa bisa lebih dekat dengan Ibu tirinya.

"Ayah yakin kamu gak akan berbuat yang aneh-aneh, Alexa," tutur Damian, ia tau sifat anak perempuannya itu.

Gadis itu mengangguk ragu seraya mengangkat dua bahunya. "Gak tau, liat aja ntar."

Damian menghela pasrah, andai ini bukan acara penting, pria itu pasti akan memilih untuk tetap bersama sang istri.

Sejujurnya ia khawatir meninggalkan wanita itu bersama Alexa apalagi di saat istrinya tengah hamil, tapi jika bukan Alexa siapa lagi?

"Kalau kamu bisa untuk gak macem-macem, Ayah beri hadiah," tawar Damian.

"Apa?" tanya gadis itu dengan satu alis terangkat.

"Apapun yang kamu mau," mantap Damian.

"Apapun?" tanya Alexa memastikan, satu sudut bibirnya terangkat licik.

"Ya, apapun."

"Emm, apa, ya?" ucap gadis itu menatap langit-langit ruang tamu pura-pura berfikir.

Tak lama mata tajamnya terarah pada perut sang ibu tiri, telunjuk yang dihiasi kuku panjang itu menunjuk perut istri Damian.

"Kalau gitu aku mau ...

anak itu!"

Jangan lupa votemen 🌟
Sorry kemarin gak update, maaf udah buat kalian menunggu 🙏

Salam
Rega♥️

05 Juli 2020

Dark Light (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang