Twenty Third

1.4K 168 25
                                    

Sampai pada tujuannya, Alexa langsung saja turun dari mobil milik Allardo tanpa mau basa-basi mengucap terima kasih pada pria itu.

Namun, Allardo yang belum bisa mempercayai Alexa sepenuhnya kembali menahan gadis itu agar tak segera meninggalkan mobil.

"Ingat janji Anda, Nona," ancamnya.

Wajah datar Alexa berubah semakin dingin saat mendengar penuturan Allardo, rupanya pria itu belum mempercayainya. Ia menatap Allardo dengan tatapan tegas, tak ada pandangan angkuh seperti biasa, Alexa sudah tak ingin bermain-main lagi.

Kehancuran sudah benar-benar di depan mata, perasaannya sedang membuncah tak karuan dan menolak untuk meluapkannya begitu saja pada Allardo

"Bunuh gue kalau ternyata gue bersalah!" Putusnya tanpa takut.

Setelah itu ia segera pergi memasuki pekarangan rumah tersebut. Matanya melihat sebuah mobil di garasi, membuat Alexa tau jika sang pemilik sedang di rumah.

Mata tajam itu memerah menahan amarah yang ingin ia lampiaskan sesegera mungkin. Jika dugaannya benar, Alexa berjanji akan menghabisi orang itu sekarang juga.

Tak perduli jika keluarganya sekalipun.

Tanpa perlu repot-repot memberi salam atau meminta izin, tangan Alexa langsung mendorong kuat pintu tinggi itu agar terbuka lebar.

Kaki yang dibalut heels itu berjalan cepat, tujuannya adalah lantai dua di mana kamar orang yang ia cari berada.

Belum sempat ujung sepatunya menyentuh anak tangga pertama, lengan Alexa seketika dicekal oleh seseorang dari belakang.

Ia berbalik, ternyata itu adalah Ravin. Suaminya yang selalu ia butuhkan saat hatinya hancur seperti sekarang. Mata yang memerah itu perlahan mengeluarkan embun, menumpuk hingga menetes menciptakan aliran kecil di pipinya.

Namun, wajah itu masih tetap dingin. Ravin sebagai orang yang mengenal seluk-beluk Alexa merasa asing dengan gadis itu.

Alexa bukan tipe orang yang suka menahan. Jika ia tak suka gadis itu akan mengutarakannya, jika marah tak akan ada yang bisa menghentikannya, dan saat menangispun gadis itu selalu menunjukkan kesedihannya.

Tapi kali ini berbeda, tak ada ekspresi apapun yang bisa menggambarkan perasaan gadis itu. Hanya wajah dingin dengan mata kosong yang mengarah ke padanya. Lengan yang Ravin genggam bergetar seiring dengan mengerasnya rahang mungil Alexa.

"Alexa?" Panggil seseorang.

Suara itu berhasil menyadarkan Alexa, ia berbalik menatap ke arah ujung tangga. Mata kosongnya semakin memerah melihat siapa yang berdiri di ujung sana, tangan dengan kuku tajam itu mengepal kuat hingga menusuk kulit telapaknya.

"Brengsek Lo!" Makinya. "Memangnya Lo siapa?! Berani-beraninya ikut campur dalam hidup gue!"

"Saya Ayahmu!" Jawab Damian seraya menuruni tangga. Ia pun harus tegas pada sang putri agar tak terlalu gegabah.

"Ayah! Ayah! Ayah! Jangan berlindung di balik kata Ayah!" Marahnya. "Atas dasar apa Lo lakuin ini!"

"Tak ada dasar apa-apa, Ayah hanya bercanda," balas Damian. Langkahnya telah berhenti tepat di hadapan Alexa, menatap datar sang putri.

"Beraninya Lo!" Tangan Alexa melayang ingin memukul wajah Damian.

Tapi tak sampai sebab seseorang menahannya.

Gadis itu berbalik, menatap sang suami dengan mata membulat. Pikiran-pikiran negatif mulai menghantui pikirannya, jangan sampai Ravin pun berada di pihak Damian.

"Alexa, aku bisa jelaskan," bela Ravin.

Sang istri seketika bergerak menjauh, mata indah itu menatapnya penuh kecewa.

Alexa menggeleng tak percaya, padahal ia ingin menumpahkan segala kesedihannya pada Ravin. Namun, tanpa diduga suaminya pun ikut andil.

Pantas saja setiap Alexa menceritakan tentang keberadaan Alicia, tak lama kemudian gadis itu pasti akan pindah. Bodohnya ia tak terpikirkan sebelumnya.

Gadis itu menarik nafas dalam menahan isakannya agar tak keluar. Jika itu terjadi, dua pria di hadapannya ini pasti akan menganggapnya kalah, Alexa tak ingin itu terjadi.

Segera ia berbalik, berlari meninggalkan rumah tersebut. Bukannya takut ataupun menjadi pengecut, hanya saja Alexa tak bisa membenci Ravin.

Meski Ravin membunuhnya sekalipun, ia tak apa!

"Adelia!" Panggil sang suami.

Ia tak memperdulikannya, yang ia butuhkan hanya seseorang yang bisa menjadi pendengar untuk segala kesedihannya.

Tapi siapa?

***

Senyuman gadis itu mereka saat melihat makam sang sahabat yang terlihat baik-baik saja, orang yang ia bayar untuk membersihkan makan ini melakukan pekerjaannya dengan baik.

Meski tersenyum, mata itu tak akan bisa berbohong. Kekecewaan bercampur sedih hadir meredupkan sinar yang selalu ada di sana seperti biasanya.

"Hai, My Bitchfriend? Apa kabar Lo? Sorry karena gue baru datang lagi sekarang. Terakhir kali cuma waktu gue dengan Ravin ke sini, itupun gak lama."

Tangannya mengusap nisan mengkilap itu dengan lembut. "Sebenarnya gue ke sini mau bilang sesuatu," jujurnya. Meski tau tak akan ada balasan tapi ia percaya sahabatnya itu bisa mendengarnya.

Alexa menunduk hingga keningnya menyentuh nisan yang bertuliskan nama Rachella di sana. Dipeluknya erat benda tersebut dengan bahu bergetar menandakan pertahanan gadis itu akhirnya runtuh.

Ia benar-benar menumpahkan segala isi hatinya pada sang sahabat.

Pemakaman yang sepi membuat suara memilukan itu bisa terdengar dengan jelas, tak ingin perduli dengan apapun, Alexa hanya mau memeluk sahabatnya ini.

"Kenapa mereka semua berubah?!" Tanyanya sesenggukan. Bagai anak kecil yang dimarahi ibunya, gadis itu mengusap air matanya dengan kasar.

"Andai Lo masih ada," tuturnya dengan bibir melengkung menahan tangis. "Gue yakin Lo bakal belain gue. Lo bakal bantu gue ngelawan si Damian brengsek itu!"

"Mungkin gue gak akan sesakit sekarang ini kalau Lo ada." Bibirnya kembali bergetar sesaat setelah menyelesaikan kata-katanya, air mata itu jatuh kembali. Alexa menutup wajahnya karena merasa malu, sewaktu-waktu bisa saja seseorang datang dan memergokinya sedang sesenggukan di sini.

"Gue udah gak punya siapa-siapa, Chell," adunya pada sang sahabat. "Cuma lo yang gak akan ninggalin gue meski lo udah gak ada."

Tiba-tiba pundaknya disentuh oleh seseorang, membuat ia seketika berbalik.

Sadis itu membeku di tempatnya setelah melihat siapa yang telah tersenyum lembut kepadanya.

"Kamu masih punya mama, sayang."

Alexa menggeleng kuat, tubuhnya mundur menjauh memandang tak percaya dengan apa yang ia lihat. "Gak mungkin!"

"Apa yang tidak mungkin, Sayang?"



"Lo udah mati!"

Jangan lupa votemen 🌟
Sider boleh tapi tetap tinggalkan sejak 😊

Salam
Ravin&Alexa❤️

Rabu, 10 Februari 2021

Follow juga Instagram Rega_asr untuk info lengkap

Dark Light (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang