Thirty Four

1.6K 140 30
                                    

WARNING!

YANG DIBAWAH TUJUH BELAS BOLEH SKIP AJA, JANGAN BACA PART INI KARENA ADA ADEGAN KEKERASAN DAN KEDEWASAAN AWOKWK 🤗

Alexa menggeleng, tak menyangka dengan apa yang baru saja ia dengar. "Lo ... brengsek, Marchel." Bahkan ia tak bisa membentak sangking kecewanya.

Pria itu terkekeh kecil, kemudian menghela nafas menatap gadis itu dengan tatapan prihatin. "Gue cuma mau menghibur Lo, Alexa. Dengan keadaan kayak gini, gue yakin itu gak mudah bagi Lo yang dulu selalu dikelilingi kesempurnaan."

"Gue gak masalah sekarang! Masih ada Ravin yan- "

"Ohya?" sinis Marchel. Tangannya meraih ponsel Alexa yang berada jauh dari jangkauan gadis itu kemudian melemparkannya ke pangkuan sang pemilik. "Gue beri kesempatan buat hubungi suami kesayangan Lo itu."

Alexa terdiam sejenak, menatap wajah Marchel dengan perasaan campur aduk. Tapi kecewa dan takut kini lebih mendominasi.

"Lo harus berterima kasih sama gue setelah tau sesuatu."

Mendadak perasaan Alexa jadi tak enak, tangannya enggan menghubungi Ravin namun rasa penasarannya lebih besar.

Perlahan ia memanggil nomor Ravin, lama menunggu pria itu tak kunjung menjawab. Dan Alexa paham bahwa sang suami sedang rapat.

"Ravin sibu- "

"Halo?"

Alexa mendadak membisu, matanya menatap terkejut username di ponsel yang menampilkan nama sang suami, tapi ini bukan suara Ravin.

Itu suara perempuan.

"Halo?"

"Mana Ravin?" tanya Alexa tak ingin basa-basi.

"Ravin? Ehm, he looks so tired. Apa ada hal penting? Kalau iya, biar aku bangunkan dulu."

"Bangunkan!" perintah Alexa, ia tak mengerti kenapa suaminya bisa tidur saat ia sendiri berkata ingin meeting.

"Hey babe, wake up!"

"BRENGSEK MANA RAVIN!"

Belum sempat orang di seberang sana menjawab, ponselnya seketika di rampas oleh Marchel. "See? Ravin gak seperti yang lo bayangkan Alexa."

Ponsel itu ia lempar ke sembarang arah, senyumannya merekah menatap wajah syok Alexa. Semakin memperkecil jarak, ia meraih dua pipi gadis yang kini masih mematung itu. "Hei, dengar. Ravin gak sebaik itu, lagipula siapa yang tahan mengurus orang lumpuh, pasti menyusahkan, Right? Tapi itu gak berlaku buat gue, gue bisa jaga Lo, lebih baik dari Ravindra."

Alexa menggeleng, menghempas dua tangan Marchel yang bertengger lembut di pipinya. "Gue percaya Ravin! Dia gak akan ngelakuin itu!"

Seketika rahang Marchel mengeras, dengan kasar ia mencengkram pipi yang tadi ia sentuh dengan lembut. "Lo emang maunya dikasarin, ya! Gue udah coba lembut tapi Lo gak menghargai usaha gue sama sekali!"

"Usaha Lo gak akan ada harganya kalau dilakukan dengan cara menjijikan seperti ini!" Balas Alexa tanpa takut, bahkan sakit akibat cengkraman Marchel sama sekali tak merubah ekspresi dinginnya.

Kekehan sinis seiring mengeratnya cengkraman Marchel tak membuat Alexa gentar, meski ada sedikit ketakutan sebab ia pasti tak akan bisa melawan.

"Jangan terlalu sombong, Alexa! Sadar diri lo sekarang gak lebih dari seonggok sampah! Menyusahkan!"

"Sampah lebih baik dibanding hati busuk Lo! Pergi dari sini sebelum gue muntah di wajah brengsek Lo!" tajam Alexa.

Marchel yang geram segera menindih tubuh Alexa dengan tangan yang menahan dua tangan Alexa yang kian memberontak.

Dark Light (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang