Third

3.7K 318 80
                                    

Huekk

Ravin terbahak senang. "Belum gue apa-apain, Del. Masa udah mual aja," ledeknya.

"Menjauh brengsek!" usir Alexa.

Ia mengibaskan bajunya pengap, bulu kuduknya merinding dengan perut mual. Gadis itu beberapa kali bergidik saat matanya tak sengaja menatap benda yang ada di tangan Ravin.

Jika yang kalian tau Alexa adalah gadis bar-bar yang tak kenal takut, kalian salah besar. Buktinya sekarang ia tengah berjongkok di pojok kamar menghadap tembok dan sesekali menjerit takut saat suaminya itu menempelkan benda berbulu itu di tubuhnya.

Selama ini tak ada yang tau jika Alexa fobia pada benda berbulu, hanya Ravin dan Damian yang tau.

Katanya, jika melihat sesuatu yang berbulu lembut semacam boneka dan kucing sekalipun, ia akan langsung merinding diikuti perasaan mual, bisa juga tiba-tiba ia merasa sesak bagai berada di ruang pengap seketika.

Lagi-lagi Alexa merasa benda itu mengenai tengkuknya. "Aaakkhhh Mama," paniknya menghalau semua benda yang menyentuh tubuhnya menggunakan tangan.

Huekk

Lagi-lagi Ravin dibuat tertawa kencang. "Ma dipanggil Alexa, nih," teriak Ravin.

"GAK, BUKAN DIA!" sahut Alexa tak kalah kencang dari suara Ravin.

"Lah, trus Mama yang mana yang Lo panggil?" sarkas Ravin.

Alexa mendelik sebal. "Iya salah, gue lupa kalo gak punya Mama!"

Tanpa di duga Ravin melempar selimut berbulu itu tepat di atas Alexa hingga berhasil membungkus tubuh gadis itu.

Membuat Alexa seketika berteriak nyaring hingga berdiri mengelilingi kamar demi terhindar dari selimut itu. Tangannya mengusap kasar kulitnya yang masih meninggalkan rasa geli di sana.

Gadis itu masuk ke dalam kamar mandi, ia terduduk lemas seraya menangis takut. Entah apa yang pernah dilakukan sebuah benda berbulu itu pada Alexa hingga membuat gadis bar-bar itu begitu takut.

Ravin berjalan mendekati istrinya yang tergeletak di lantai. Masih tersisa kekehan kecil dari bibirnya kemudian menggendong sang istri keluar dari kamar mandi.

Ravin memang beberapa kali melakukan ini pada Alexa. Tak begitu sering, hanya pada saat gadis itu sudah benar-benar tak bisa diatur atau bahkan melanggar perintahnya.

Istrinya ia baringkan di tempat tidur. Alexa masih menangis, terlihat jelas dari wajah basah gadis itu yang tertutup oleh dua tangannya.

"Udah, Del." Ravin menarik tangan istrinya.

Wajah berair itu ia usap dengan tangan lebarnya. Sesekali Alexa bergidik dengan air mata yang lagi-lagi mengalir. Ravin tau gadis itu masih membayangkan selimut berbulu tadi.

"Udah gak usah dipikirin terus," ucapnya mengecup kedua kelopak mata sang istri. "Maaf udah bikin kamu takut, aku cuma gak mau kamu dapat ganjaran karena udah jahat sama Mama Angel nantinya. Kamu harus belajar terima kenyataan meski itu emang menyakitkan buat kamu," jelas Ravin.

***
Ravin memarkir mobilnya di garasi sang mertua. Mereka berdua turun dari sana bersama-sama seraya membawa hasil tangkapan dari memancing tadi.

Senyum kedua pria itu tak pernah hilang. Mereka masuk, Angel terlihat berjalan cepat ke arah sang suami.

"Mas, Alexa," cemasnya.

"Alexa kenapa, Ma?" Melihat itu pun Ravin panik seketika, ikan tangkapannya ia taruh di sembarang arah kemudian berlari menuju kamarnya.

Terakhir ia meninggalkan istrinya itu saat sedang tidur sehabis menangis. Itu lah sebabnya Ravin pergi dan berfikir bahwa ia akan pulang sebelum Alexa bangun.

Dark Light (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang