Sinar mentari kembali menyinari bumi untuk membangunkan setiap umat manusia agar mereka melakukan aktivitas seperti biasanya.
Reva yang sudah merasa tidurnya cukup dan sinar mentari menerpa wajahnya pun langsung terbangun lalu merenggangkan tubuhnya yang masih telentang di atas kasur, matanya masih tertutup dan sesekali terbuka melihat ke arah jendela.
Reva merasa ada yang janggal, ia merasa ada sesuatu yang menopang lehernya. Reva merabanya dan merasakan yang menopangnya adalah sebuah tangan besar berkulit lembut, ia menoleh ke arah kiri dan mendapati seorang lelaki dengan wajah tampan masih tertidur pulas.
"AKHHH ... pergi kau!" pekik Reva terkejut dan reflek mendorong tubuh lelaki tersebut hingga terjatuh dari kasur.
"Ah, sakit," ringis lelaki tersebut seraya mengelus bokong dan pinggulnya yang terbentur ke lantai dengan sangat tragis.
"Siapa kamu? Keluar!" teriak Reva dengan mata tertutup dan selimut yang ia tarik untuk menutupi tubuhnya.
"Kenapa sih, Va? Ini aku, Vanvan." Lelaki yang mengaku sebagai Vanvan--Revan, mencoba memberitahu Reva dengan ucapannya.
Reva langsung membuang selimut ke sembarang arah dan melotot garang menatap Revan. "SIAPA YANG SURUH KAMU TIDUR DI SINI?" tanya Reva dengan nada yang semakin meninggi.
"Aku udah bilang, kita gak boleh tidur dalam satu ruangan dan aku juga gak mau. Kenapa kamu malah tidur bareng aku? Akh ... nyebelin!" sambung Reva lalu berdiri dari kasur dan berjalan menuju kamar mandi.
Brak ....
Suara pintu yang terdorong keras terdengar nyaring di telinga Revan bahkan Revan harus mengelus telinganya.
"Yah, Vava marah. Gimana dong? Vanvan juga salah, sih, malah tidur di sini. Jadi marah deh," gumam Revan sedih.
Ia keluar dari kamar Reva dengan kepala tertunduk serta melangkah dengan langkah tak penuh dengan semangat.
••••••
Reva turun dari kamar dengan wajah masam karena masih kesal dengan kejadian beberapa menit yang lalu. Ia berjalan menuju dapur untuk membantu bibi yang sedang membuatkan sarapan."Bibi, maaf telat bangun. Aku mau bantu bibi," ucap Reva setelah sampai di dapur.
Bibi menoleh sebentar lalu mematikan kompornya seraya menjawab, "Gak usah minta maaf, Nyonya. Bibi juga udah selesai buat sarapan."
Reva mengangguk saja lalu pergi ke ruang makan untuk membersihkan meja makan, membantu bibinya. Setelah itu, ia hanya terduduk dan menatap kosong di depannya.
Revan keluar dari kamar setelah selesai mandi, ia pergi ke ruang makan dan mendapati Reva tengah termenung entah untuk apa.
"Va," panggil Revan ragu.
Tidak ada jawaban dan Revan memanggilnya kembali. "Vava?"
Reva tersentak lalu menoleh ke arah Revan yang seketika menunduk takut. "Iya? Ngapain berdiri? Duduk aja," ujar Reva yang langsung dituruti oleh Revan.
Di tengah-tengah keterdiaman mereka berdua, bibi datang dengan sarapan yang berada di tangannya dibantu oleh Rafisha yang ingin bergabung di meja makan.
"Bang, Fisha dalam seminggu nginep di rumah temen," ujar Fisha begitu ia duduk di salah satu meja makan.
Revan mulai mengambil sendiri beberapa makanan untuknya lalu menjawab, "Terserah, gak usah pulang sekalian."
Rafisha mengendikkan bahunya sebagai respon, yang terpenting ia sudah memberi tahu dan ia tak peduli dengan balasan kakaknya. Lain dengan Rafisha, Reva menatap Revan dengan tatapan tak percayanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Big Baby (Hiatus)
Fanfiction"Mentang-mentang nama sama, nyuruh orang sembarangan," ucap Reva menyindir seseorang di depannya dengan suara kecil. Akan tetapi hal itu didengar oleh orang yang sedang disindirnya. "Baru dateng disindir, ngajak berantem?" tanya Revan dengan berkaca...