Happy reading🌸❤
••••••
Reva menatap langit-langit ruangan yang sekarang ia tempati, pikirannya berkelana memikirkan perkataan Aldrich yang menyentil hatinya.Apakah dirinya mencintai Revan? Pertanyaan itu yang terus berada di benaknya saat ini. Akan seperti wanita bodoh, bila dirinya berkata dia tidak mencintai Revan. Sudah jelas ia nyaman di dekat Revan, selalu mengandalkan Revan.
Tapi, Reva masih ragu untuk menyatakan hal itu adalah sebuah cinta untuk Revan. Ia merasa bersalah, bingung, dan galau secara bersamaan. Cukup membuat batinnya lelah, ditambah luka di kepalanya yang selalu menyakitinya.
Tanpa Reva sadari pintu ruangannya terbuka, menampilkan seorang lelaki lengkap dengan pakaian kantor, lelaki itu menatap Reva dengan tatapan teduh. Senyuman terpatri seketika di wajahnya yang sedikit pucat, ia mendekatkan dirinya agar dapat memeluk Reva yang belum menyadari keberadaannya.
Grep ....
Reva merasa tubuhnya dipeluk oleh tangan kekar milik lelaki itu. Reva mengenalnya dengan bau tubuh lelaki itu, dia adalah orang yang sedari tadi Reva pikirkan.
"Kangen kamu banyak-banyak," ujar Revan, ia memasukkan wajahnya ke dalam ceruk leher Reva.
Reva tertegun mendengar pernyataan polos tersebut, rasa bersalahnya semakin besar. "Aku juga kangen kamu," cicitnya namun tak terdengar oleh Revan.
"Ha? Kamu ngomong apa? Yang kenceng, dong." Revan mengangkat wajahnya dan memandang Reva dengan lekat.
Reva terkekeh, mengusahakan agar Revan tidak mengetahui isi hatinya saat ini. Reva mencubit pipi Revan dengan keras membuat empunya mengerang kesakitan.
"Kamu kenapa, sih? Sakit tau pipi aku," rajuk Revan dengan mulut melengkung ke bawah serta pipi yang ia kembungkan, membuat wajahnya terlihat menggemaskan.
"Gemes sama kamu," balas Reva dengan senyum jahilnya. "Aku mau makan, beliin bubur dong."
Revan mengangguk, ia berjalan ke luar ruangan. Namun Revan berhenti di depan pintu dan membalikkan badan menatap Reva.
"Jangan kangen aku, yah," ucapnya disertai flying kiss, yang mampu membuat pipi Reva merona merah.
Revan tertawa kecil lalu ia keluar dari ruangan, meninggalkan Reva dengan jantung yang terus berdebar 2 kali lebih cepat.
Reva menidurkan tubuhnya karena kepalanya berdenyut sakit, ia kembali melamun dengan pikiran yang kosong, Reva menutup matanya untuk tidur karena rasa bosannya membuat matanya memberat.
•••••
Revan selesai membeli makanan, ia berjalan dengan santai sesekali bersiul dengan ria. Tanpa disadari, kakinya sudah melangkah cukup jauh dan tiba di ruangan Reva.Revan membuka pintunya secara perlahan, dan mendapati ruangan yang cukup sepi. Ia berjalan mendekati Reva dan ternyata wanitanya tertidur pulas.
Revan menaruh makanannya di meja rumah sakit, ia menatap wajah tenang milik Reva, tangannya mengelus pelan pipi millik Reva. Ia akui, dirinya benar-benar sudah terlalu jatuh terlalu dalam, ia sangat mencintai Reva melebihi hidupnya sendiri.
Revan mengenggam tangan Reva yang tak diinfus, ia memegangnya dengan erat lalu menyusul Reva untuk memasuki alam bawah sadar.
Beberapa jam kemudian, Reva terbangun dari tidurnya. Ia merasakan di salah satu tangannya sedikit berkeringat, ternyata tangannya digenggam oleh Revan. Dengan gerakan pelan, ia melepas genggaman itu. Namun, setelah Reva berhasil melepasnya Revan merasa kehilangan, ia meraba-raba brankar Reva guna mendapatkan tangan Reva.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Big Baby (Hiatus)
Fanfic"Mentang-mentang nama sama, nyuruh orang sembarangan," ucap Reva menyindir seseorang di depannya dengan suara kecil. Akan tetapi hal itu didengar oleh orang yang sedang disindirnya. "Baru dateng disindir, ngajak berantem?" tanya Revan dengan berkaca...