Happy reading semuanya ♥
Jangan lupa klik bintangnya dan comment:D
Note: Kalo ada yang mau:')
••••••
Reva terdiam kaku menatap ke depannya. Entah perasaan apa yang mendominasi. Saat ini, marah, panik, bingung, dan terkejut menjadi satu hingga menimbulkan perasaan yang tak nyaman. Tubuhnya tak bisa digerakkan karna pikirannya pun sulit untuk memerintahkan sang tubuh."In-ini ...." Bahkan Reva tak mampu melanjutkan satu kata pun, pikirannya benar-benar kalut.
Di ruangan tempat Reva berada, terdapat banyak balon serta dekorasi yang menandakan adanya perayaan bahagia. Tapi, bukankah kabar yang ia dapat adalah kabar buruk? Apa dirinya dibohongi?
"Reva." Dari teriakan heboh yang ada di ruangan itu, hanya panggilan ini saja yang berhasil membuat Reva tersadar dari kagetnya.
Reva tersentak dikit dan menatap orang yang baru-baru ini selalu memenuhi pikirannya, membuat jantungnya berdetak lebih kencang dari biasanya. Tentu saja kalian tau, yang tak lain adalah Revan.
Revan berdiri tepat di depan Reva dengan tangan kanan memegang sebuket bunga dan tangan kiri memegang kotak kecil berwarna merah.
"Kamu yang buat semua ini?" tanya Reva. Akhirnya satu kalimat bisa diucapkan dengan lancar.
"Iya, aku yang buat," jawab Revan dengan wajah memerah entah karena apa.
"Gimana keadaan Aldu? Di mana dia sekarang?" Reva merubah ekspresinya menjadi panik, ia hendak beranjak keluar namun langsung ditahan oleh Revan.
"Dia aman! Aku cuman jadiin dia umpan aja biar kamu ke sini," balas Revan dengan cepat.
Reva terdiam kembali dan bertanya, "Kamu bohong ke aku? Belajar dari mana?"
Saat itu juga Revan langsung panik dengan pertanyaan tak terduga dari Reva. "Ak-aku gak belajar! Ak-aku emang bisa bohong!" balasnya dengan gugup akibat panik yang menyerang.
"Oh, berarti kamu bisa aja bohong soal perasaanmu. Pasti kamu lagi main-main sama aku." Reva menatap remeh dengan alis terangkat satu ke arah Revan.
Wajah Revan berubah menjadi pucat pasi, bibirnya mengering seketika. "Engga! Engga! Aku beneran cinta sama kamu! Aku gak bohong!"
Revan melempar buket bunga dan kotak kecilnya lalu mengambil tangan Reva untuk ia genggam. "Jangan raguin, aku beneran sayang sama kamu. Aku lakuin ini semua biar kamu gak jadi milik orang lain." Revan menatap kedua mata Reva dengan pandangan berkaca-kaca menahan tangis.
Reva menatap Revan sebentar lalu membuang mukanya dan kembali menatap Revan dengan pandangan remeh. "Serius? Kayak gini aja bisa bohong, apalagi nanti ... siapa yang tahu?"
Deg ....
Perasaan sakit menyerang secara bertubi-tubi di hati Revan. Telinganya mendengar ucapan menusuk, matanya melihat bagaimana Reva memandang remeh dirinya, dan hatinya yang menerima rasa sakit itu semua.
Tanpa sadar, air mata Revan lolos begitu saja dari matanya. "Vava ... kok ngo-ngomongnya gitu? Vava masih percaya Vanvan, 'kan?" tanya Revan dengan suara bergetar menahan isakan.
Panggilan Revan berubah kembali. Mungkin saja selain kebohangan ini, penyebab Reva marah adalah gara-gara panggilan 'Vava-Vanvan' yang tak terucap lagi, 'kan?
"Gak." Jawaban singkat, padat, jelas, dan menusuk itu membuat Revan hampir kehilangan kesadarannya.
Apakah hidupnya akan kembali menjadi hambar? Apakah ia akan kembali ke masa kelamnya? Di mana ia begitu terpuruk saat Reva menghilang, ia akan seperti dulu lagi?
KAMU SEDANG MEMBACA
My Big Baby (Hiatus)
Fanfiction"Mentang-mentang nama sama, nyuruh orang sembarangan," ucap Reva menyindir seseorang di depannya dengan suara kecil. Akan tetapi hal itu didengar oleh orang yang sedang disindirnya. "Baru dateng disindir, ngajak berantem?" tanya Revan dengan berkaca...