bab 22

2.6K 180 23
                                    

Happy reading🎉🎉🎉

•••••••
Revan

Aku memasuki sebuah rumah, tempat di mana aku menyuruh teman-teman untuk menyekap Mizanna.

Kali ini aku akan melampiaskan rindu pada darah sekaligus dendam yang sudah sekian lama ku pendam kepada Mizanna. Perempuan yang membuatku seperti ini, yang membuat Reva mengalami amnesia.

Pisau sudah berada di tangan kananku, pistol berada di saku celana bagian kanan, dan belati tajam berada di saku baju. Aku membuka pintu ruangan tersebut, dan yang ku lihat pertama kali adalah perempuan dengan lebam di pipinya.

Tanpa rasa kasihan, aku memukul keras pipinya agar ia terbangun, dan benar saja erangan tertahan keluar dari mulutnya, ia mengerjapkan matanya menatap diriku.

Rasanya aku ingin tertawa melihat wajah pucatnya, dia sebenarnya cantik, aku akui itu. Tapi, wajah cantik namun hati busuk itu sangat menyebalkan, bukan?

"Mau makan?" tanyaku dengan nada penuh kelembutan.

Mizanna menggeleng kepalanya dengan cepat, membuatku terkekeh pelan. "Maunya apa?" tanyaku kembali kepadanya.

"Gue mau keluar dari sini, brengsek." Mizanna menatapku dengan tajam menutupi ketakutannya.

"Hahahaha ... Boleh kok keluar dari sini, jiwamu doang. Kau tau artinya, 'kan?" Aku mengangkat alisnya menggoda Mizanna.

Mizanna paham dengan ucapanku, ia menggeleng dengan cepat, keringatnya bercucuran di sekitar kening dan pelipisnya. "Psychopath bajingan, lepasin gue," ucapnya seraya menggerakkan badannya.

"Makin merah bego, tangan lu. Udah tau gak bakalan bisa lepas, gimana sih?" tanyaku kesal dengan pemikiran pendek Mizanna.

Interaksiku dengan dia terhenti karena sebuah pintu didobrak dengan kasar, menampilkan teman-temanku dengan pakaian yang berantakan.

"Sorry, ketiduran." Jacksun menyengir saat mengucapkan itu, aku memutar bola mata dengan malas.

Mereka mendatangiku dan Mizanna, mereka menatap Mizanna dengan pandangan lapar membuatku merinding seketika.

"Jangan kayak om pedofil, jijik gue," ujarku kepada teman-temanku, mereka kembali menyengir lalu pergi menuju sofa di belakangku.

Aku mengambil salah satu kursi kosong di ruangan ini, aku duduk di situ lalu menatap Mizanna, dan berkata, "Alasan lu bunuh keluarga Reva itu apa? Setau gue, Reva gak pernah nyakitin lu ataupun keluarga lu."

Seketika senyuman miring menghiasi wajah Mizanna, aku mengerutkan kening, tidak paham arti senyuman itu. "Gue gak mau ada orang yang sayang sama Reva, gue benci dia. Dia ngambil segalanya dari gue!" jawab Mizanna menggebu-gebu.

"Apa yang Reva ambil dari lu?" tanya Jacksun tiba-tiba, karena dirinya pun penasaran.

"Semuanya dia ambil! Mulai dari perhatian guru dan teman-teman sekolah, ngambil hati gebetan gue. Dan orang tua gue yang gak pernah muji gue, mereka membandingkan gue dengan Reva. Gue benci dia, GUE HARAP DIA MATI DI HADAPAN GUE, SEKARANG!!" jawab Mizanna dengan bentakan di akhir ucapannya, membuatku tersulut emosi.

Plak ....

Aku bangkit dari kursinya, dan menampar Mizanna dengan kencang. Diriku begitu emosi saat mendengar ucapan terakhir Mizanna. "Berani sekali mulut kotormu itu mengharapkan Revaku mati," geramku tertahan.

Mizanna meneguk ludahnya dengan susah payah. Ia dihadapkan bukan dengan manusia biasa, malainkan malaikat pencabut nyawa.

Tring ... Tring ....

My Big Baby (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang