Happy reading my readers >_<
Your support makes me even more excited ^_^
••••••
Revan berjalan-jalan di taman dekat rumahnya dengan perasaan kacau, ia memandang setiap keindahan alam yang tersuguhi di depannya dengan tatapan yang kosong. Pikirannya berkelana jauh, memikirkan setiap perkataan-perkataan yang menyakitkan hatinya.Revan terduduk di tanah lalu menatap dua anak kecil yang sedang bermain di depannya, sesekali ia tersenyum karena ocehan-ocehan mereka yang lucu.
"Kakak! Aku gak suka sama kakak, jauh-jauh sana. Hush ... hush, kakak bukan tipeku." Revan tergelak mendengar hal itu, sangat menggemaskan.
Anak kecil perempuan itu mendorong-dorong tubuh anak kecil laki-laki namun sama sekali tidak ada pergerakan yang timbul. Anak laki-laki itu malah memeluk anak perempuan dengan erat.
"Kakak harus jadi apa biar kakak bisa deket sama ade? Kakak mau berubah demi ade, kok."
Deg ....
Revan berhenti tersenyum saat mendengar balasan anak laki-laki itu. Secara otomatis, otaknya mengingat kejadian di mana Reva mengatakan bahwa dirinya bukan tipe yang Reva inginkan.
Revan langsung berdiri dan berlari ke rumahnya, ia mendapat pencerahan dari percakapan dua anak kecil itu.
'Vanvan gak mau kehilangan Vava. Vanvan mau berubah untuk Vava aja,' batin Revan. Ia terus berlari tanpa jeda sedikit pun.
Beberapa langkah lagi Revan sampai di rumahnya. Namun lariannya semakin melambat begitu pikirannya memikirkan tujuan ia berlari.
"Kalo Vanvan masuk t'rus meluk Vava berarti kayak anak kecil dong? Suka meluk 'kan buat orang yang manja aja. Vanvan gak boleh meluk Vava." Revan mengangguk mantap setelah bermonolog sendiri, ia berjalan dengan langkah mantap.
"Eh tapi ... kalo Vava makin jauh karena Vanvan gak meluk gimana?" Revan menghentikan langkahnya lalu tertunduk lesu saat pikirannya mulai memikirkan hal yang negatif.
"Gak, gak. Vanvan gak boleh mikir yang negatif." Revan kembali mengangguk mantap setelah berhasil menyingkirkan pikiran negatifnya.
Revan kembali berjalan sesekali menghirup dalam-dalam aroma alam yang begitu kuat. Dalam pikirannya sudah menyusun rencana-rencana agar Reva kembali jatuh dalam dekapannya dan yang pasti membuat Reva menerima lamarannya.
Revan tiba di rumahnya, ia melihat Reva yang hendak masuk ke dalam rumahnya. "Reva."
Reva pun menghentikan langkahnya lalu berbalik hingga tatapannya menatap Revan. "Revan! Kamu kenapa sih? Masih sakit kok udah keluyuran. Gimana? Masih pusing? Udah mendingan? Kamu panas dingin kayaknya."
Reva berjalan cepat hingga jarak antara dirinya dan Revan makin menipis, ia menggerakan tubuh Revan ke kanan dan ke kiri untuk memeriksa keadaan Revan layaknya seorang ibu.
"Aku baik," jawab Revan dengan tenang.
Siapa yang tahu bahwa hatinya sedang menjerit senang melihat perlakuan lembut Reva, sungguh ia ingin melupakan rencananya lalu bermanja-manja ria dengan Reva. Namun sedetik kemudian, ia kembali mengingat bahwa rencana itu juga demi hubungan mereka.
"Aku?" gumam Reva saat mendengar jawaban Revan. Rasanya aneh sekali mendengar kata itu, apakah Revan marah?
"Kamu marah?" tanya Reva dengan hati-hati.
Revan menggeleng sebagai jawaban, ia mengenggam tangan Reva dengan erat lalu menarik lembut untuk memasuki rumahnya.
'Apa perasaanku doang? Sikap Revan gak kayak biasanya, ada apa? Dia ada masalah? Atau lagi marah?' batin Reva yang terus bertanya-tanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Big Baby (Hiatus)
Fanfic"Mentang-mentang nama sama, nyuruh orang sembarangan," ucap Reva menyindir seseorang di depannya dengan suara kecil. Akan tetapi hal itu didengar oleh orang yang sedang disindirnya. "Baru dateng disindir, ngajak berantem?" tanya Revan dengan berkaca...