"Le nih."
Fendi di sisi kanannya menyerahkan secarik kertas yang di lipat. Leoni mengeryit menerima kertas itu.
"Dari ketos." ucapnya menjawab pertanyaan tak terucap Leoni. Gadis itu hanya ber-oh saja membuka lipatan kertas itu.
Beli konsumsi apa buat anak-anak? Kasian udah sore pada laper kayanya.
Leoni mengulum bibirnya menahan senyum.
"Gak ada hape?" tanya Leoni tanpa suara saat pandangan mereka bertemu, menggerakkan kepalan tangan dengan ibu jari dan kelingking mengacung di simpan di telinganya.
"Ketinggalan di OSIS." jawabnya juga tanpa suara.
Leoni hanya tertawa menggelengkan kepalanya.
"Gais pada laper gak?" tanya Leoni mengedarkan pandangannya.
"Laper!"
"Laper banget Le."
"Lapeeerrr.."
Hampir semua serempak menjawab laper.
"Kasian anak orang." kata Leoni di ikuti tawa renyahnya. "makan seblak aja gimana? Biar cepet." saran Leoni sembari berdiri.
"Iya seblak aja gue extra pedas." Jeni mengacungkan tangan.
"Tau malu dikit kek lo. Lo baru dateng Nyai!" seru Rudy menoyor belakang kepala Jeni.
"Udah-udah gak usah ribut mulu. Gue doain jodoh lo pada." ucap Yoyo yang duduk di samping Jeni.
"Idih amit-amit!" seru Jeni mengetukkan kepalan tangannya ke kepalanya kemudian ke meja.
"Iya juga sih lo harus banyak amit-amit kalo deket sama dia. Masa pas ditanya sama guru biologi tikus termasuk hewan apa. dia jawabnya reptil." ucap Yoyo julid. Mulai sifat lemesnya keluar.
"Udah donh. Ini jadi gak seblaknya? Seblak biasa aja tapi. gak pake ayam, ceker ato yang lainya. Seblak original aja." kata Leoni saat Rudy ingin kembali membalas ucapan Yoyo.
"Yah kok original sih. Gue maunya yang sosis." protes Nayla.
"Beli sendiri Non kalo mau yang macem-macem. Ini kas OSIS ya jangan aneh-aneh." tukas Leoni sudah seperti bendahara OSIS saja.
"Ada yang gak suka pedes gak? Put your heans up." tanya Leoni mengacungkan tangan mengedarkan pandangan kembali.
"Satu dua tiga... Ada lima ya." kata Leoni merunduk pada ponselnya mencatat. "Yang extra pedes coba berhitung." pinta Leoni kembali mendongak.
"Gue satu!" ucap Jeni semangat mengacungkan tangan kembali.
"Esther tangannya turunin." perintah Deka saat melihat adiknya mengangkat tangan. "Yang biasa aja gak usah exrta." lanjutnya ketus membuat Esther jadi merenggut sebal menurunkan kembali tangannya.
"Wah. Banyak juga kita." gumam Leoni menjumlah semua orang yang ada di ruangan itu. "19 bungkus seblak!" serunya setelah selesai menghitung. "Kalo seblaknya gak cukup gimana? Ini udah sore biasanya tinggal dikit. Kalo gak cukup gue ganti syomai ato batagor gimana?"
"Apa ajalah buruan gue laper." kata Deka mengusap perutnya sendiri.
Jinan berdiri "Ayo Le." ajaknya singkat berjalan kepinggir meminta jalan untuknya lewat. Leoni mengekori tanpa kata.
"Kalo kebanyakan bawanya WA aja kita." ucap Ridwan tanpa menoleh sibuk memasukkan kertas yang sudah di lipat ke dalam dus bekas lembaran kertas tadi.
"Sip." jawab Leoni mengacungkan jempol ke udara sambil memakai sepatunya asal.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
My Eighteen
Teen FictionLeoni si gadis pencak silat pemegang sabuk biru. Murid kelas 11 MIPA 2 di SMAN Nusantara dan dikenal oleh hampir seluruh murid Nusantara. Dia gadis yang suple dan meledak-ledak. Wartawannya mading sekolah. Sering juga bercokol di OSIS. Tapi dari itu...