.
.
.
"Gue juga sayang sama lo." bisik Leoni cepat tepat di telinga Deka. Kembali menjauh menegakkan tubuhnya berdeham pelan. Mencoba mengatur detak jantungnya.
Deka dengan mata yang membulat menoleh kaku. Menatap Leoni yang mengalihkan wajahnya yang sangat jelas memerah tak ingin membalas tatapan Deka. Andai saja kursinya tak di tahan Deka dia sudah memutar kursinya. Atau kabur. Lari kerumahnya karena malu.
"Hah?" gumam Deka yang masih tak percaya dengan pendengarannya. "Lo. Barusan.. ngomong apa?" tanyanya terbata. Jauh dari dugaannya. Gadis itu membalas ungkapan hatinya.
"Gak ngomong apa-apa." elak Leoni menoleh sesaat lalu kembali mengalihkan wajahnya. Gadis itu mengulum bibir menahan senyumnya melihat wajah Deka yang memerah. walau sadar wajahnya juga pasti merah karenanya.
Deka dengan senyum bodohnya bersandar lemas memegangi dadanya.
Leoni hampir saja tertawa melihat tingkah konyol orang di depannya itu. Kalau saja ia tidak membekap mulutnya sendiri.
"Apa gue perlu ngeluarin amunisi yang ke tiga?" tanya Deka dengan senyum merekahnya. Semangat menegakkan kembali tubuhnya menatap Leoni yang juga menghadap padanya.
"Enggak!" tolak Leoni tegas.
"Why?!" seru Deka merasa tertolak.
"Apa gak bisa kita kaya gini aja?" tanya Leoni pelan menatap Deka penuh harap.
"Kaya gini gimana?" tanya Deka sudah merasa terlempar setelah di lambungkan setinggi langit.
"Pertama. Maafin gue soal kemarin." katanya dengan sungguh-sungguh meminta maaf. "Tanpa sadar gue udah bikin lo sakit." lanjutnya.
"Kedua?" tanya Deka tak sabar ingin Leoni melanjutkan apa yang ingin di sampaikan gadis itu.
"Kita gini aja. Gak usah pake ikatan." kata Leoni membuat Deka kembali tertohok. Menatap Leoni melongo.
"Yang biasanya ngajak HTSan cowok Le!" celetuk Deka.
"Dengerin dulu ih!" seru Leoni gemas.
"Apa?" tanya Deka jadi cemberut.
"Gue janji gak bakal deket-deket banget sama cowok lain. gue pergi sama pulang bakal sama elo." lanjut Leoni.
Deka diam kali ini mendengarkan dengan seksama, menunggu Leoni melanjutkan.
"Elo juga jangan tebar pesona mulu sama cewek-cewek. Lo pikir hati cewek tuh batu?" kali ini Leoni jadi menggerutu. Agak merunduk mencuatkan bibirnya. Teringat lagi foto di postingan Lisa saat Deka tersenyum lembut menatap gadis itu.
Sekuat tenaga Deka menahan senyumnya menyadari gadis itu cemburu.
Deka berdeham menguasai diri.
"Jadi." ucap Deka kembali mencondongkan tubuhnya dengan tangan di kedua samping kursi Leoni.
'Gak usah ngedeket kenapa sih?!' jerit Leoni dalam hati dengan mata yang membelalak saat Deka tersenyum memandangnya.
"Lo mau dinamain apa hubungan kaya gini?" tanyanya pelan menatap Leoni dengan kening sedikit berkerut.
Leoni memiringkan kepalanya, ikut mengerutkan keningnya. Berpikir.
"Perjanjian?"
"Gak jadian aja sekalian." sergah Deka mendelik saat mendengar ucapan gadis itu.
Leoni menghela nafas sedikit merunduk. "Gue gak yakin bisa mertahanin lo selamanya. Bisa sama lo tanpa terganggu dengan apapun. Sebagian hati gue masih menolak perasaan gue yang suka sama lo." Leoni mendongak menatap lekat wajah yang tertegun menatapnya, yang masih di posisinya, menyangga tubuh dengan kedua tangan yang masih berpegangan di kedua sisi kursi Leoni. Mengurung gadis itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Eighteen
Teen FictionLeoni si gadis pencak silat pemegang sabuk biru. Murid kelas 11 MIPA 2 di SMAN Nusantara dan dikenal oleh hampir seluruh murid Nusantara. Dia gadis yang suple dan meledak-ledak. Wartawannya mading sekolah. Sering juga bercokol di OSIS. Tapi dari itu...