.
.
.
"Wait. Sejak kapan lo pake aku-akuan kalo ngomong sama kakak kelas?" tanya Deka agak menyipitkan matanya menatap Leoni.
"Hah? Siapa? Gue?" tanya Leoni dengan wajah polosnya menunjuk dirinya sendiri.
Jinan agak merunduk menipiskan bibirnya.
Chandra menghela nafas kasar berdiri menghampiri Leoni. Mengambil alih tumpukan kertas dari tangan gadis itu. Menaruhnya di atas meja dan menyerakan secarik kertas ke telapak tangan Leoni.
"Ini nomor WA sama Id line gue. Siapa tau lo butuh." katanya lalu berjalan menuju pintu berjongkok memakai sepatunya dengan tenang.
Deka dan Jinan melirik Chandra tak suka, Leoni melihat kertas di tangannya lalu beralih pada pemuda jangkung itu.
Sedangkan tiga gadis yang ada di sana hanya diam melirik sana-sini memperhatikan 3 pemuda dan 1 gadis yang menjadi pusatnya.
"Butuh apa gue sama lo?" tanya Leoni sedikit memiringkan kepalnya dengan dahi berkerut.
Chandra berdiri setelah memakai sepatunya berbalik menghadap pada Leoni dan semua yang ada di ruangan itu.
"Butuh temen jalan?" ucapnya santai tersenyum miring. "Atau cowok?" lanjutnya masih dengan nada yang sama tertawa kecil. Merasa geli sendiri melihat kedua cowok yang berdiri di sisi kanan dan kiri Leoni itu merenggut tak suka.
"Waah..." gumam Jeni pelan.
Ola bahkan memekik saking kagetnya. Tak menyangka pemuda itu bisa seberani itu. Esther yang satu kelas dengannya bergumam takjub ingin rasanya mengacungkan tinju. Ternyata ada yang lebih 'wah' dari kakaknya.
"Es ayo balik bentar lagi bel. Lo mau bareng La?" tanyanya menggerakkan kepala membuat Esther mengerjab tersadar.
"As es as es. Emang adek gue es cendol?!" seru Deka merenggut kesal. Tak suka adiknya di panggil begitu, terlebih oleh Chandra.
Leoni hampir saja mengumpat mendengar celetukan temannya itu.
"Apa siiih. Bang ih." gerutu Esther memukul pelan lengan Deka sebal lalu beranjak memakai sepatunya. Deka hanya melengos tak berkomentar.
"Ini kak udah." Ola menyodorkan kertas formulirnya yang langsung di terima Leoni.
"Makasih ya. Nanti di WA. Dan di masukin ke grup. Jadi kalo misal ada pengumuman atau rapat langsung tau." jelas Leoni tersenyum ramah.
"Iya kak. Makasih." ucapnya balas tersenyum. "Pamit dulu Kak." pamitnya melirik Jeni dan semua yang ada di sana. Lalu berjalan menuju pintu.
"Makasih ya. Esther juga makasih." ucap Leoni sekali lagi berterima kasih. Adik kelasnya itu mengangguk kecil dan pamit. Sedangkan Chandra sudah berjalan lebih dulu.
"Gue juga pamit. Itu makasih sebelumnya." ucap Jinan menunjuk famplet di atas meja lipat. Dia tak bisa lebih lama disitu karena masih banyak yang harus di kerjakan.
"Iya kak sama-sama. Nanti paling istirahat ke dua di tempelnya." ulang Leoni
Jinan mengangguk dan tersenyum sekilas lalu berbalik pergi meninggalkan ruangan itu. memakai sepatunya asal.
"Sekarang tinggal Elo." ucap Leoni menghadap pada Deka. "Lo datang-datang ribut mau apa?" tanya Leoni menyilangkan tangannya di depan dada.
"Apa emang mau cari ribut aja?" tuduh Leoni.
"Sembarangan lo! Gue juga ada perlu kesini!" seru Deka jadi ikutan sewot.
"Sok iyeh lo punya perlu!"
KAMU SEDANG MEMBACA
My Eighteen
Teen FictionLeoni si gadis pencak silat pemegang sabuk biru. Murid kelas 11 MIPA 2 di SMAN Nusantara dan dikenal oleh hampir seluruh murid Nusantara. Dia gadis yang suple dan meledak-ledak. Wartawannya mading sekolah. Sering juga bercokol di OSIS. Tapi dari itu...