.
.
.
"Selamat berjuang Kakak-kakak kelasku. Semoga kalian berhasil di luar sana. Sampai jumpa di lain hari. Sampai jumpa di versi yang lebih baik." ucap Leoni suaranya sedikit bergetar dengan mata yang menghangat. Antara haru dan sedih baginyapun ini adalah hari terakhir melihat kakak kelasnya di sekolah.
"Jangan melow dong Le!" seru Rudy yang sedari tadi berdiri di depan panggung bersama Bobi, Yoyo bahkan Jinan dan yang lainnya.
"Iya. Jangan nangis! Gue bakal ngunjungin lo kalo gak sibuk." timpal Yoyo.
Leoni menghela nafas semakin ingin menangis melihat deretan pasukan basket isengnya menyuruh gadis itu jangan menangis. Wajah-wajah yang akan dia rindukan di jam istirahat.
"Jangan ngomong gituu! Gue beneran jadi pengen nangis nih!"
"Nyenyenye nye... Leoni cengeng... Leoni cengeng." ledek Bobi mengerak-gerakan kepalan tangan di samping matanya seolah sedang menangis dengan sangat menyebalkan. Di timpali Rudy yang 11 12 tingkahnya dengan Boby sedangkan Yoyo dan Jinan tertawa melihat tingkah sahabatnya itu yang tengah meledek adik kelas kesayangannya.
"Nye nye nye. Masa Lion cengeng sih!" ledek Juno ikut-ikutan menggoyang-goyangkan kepalanya.
Dengan kesal gadis itu melayangkan tendangan berputarnya. Beruntung Juno segera merunduk terjongkok memeluk gitarnya. Sehingga tendangan Leoni hanya mengenai standing mike saja. Leoni yang mengenakan seragam olahraga dengan leluasa mengeluarkan jurusnya.
"HWAAAHH!!!"
"WOOI!!"
Para murid yang ada di barisan depan berseru. Ada yang menjauh, ada juga yang berusaha untuk menangkap standing mike yang terpental.
"LE!" seru Deka beringsut menghampiri gadis itu begitu juga Rizal. Sedangkan Juno masih berjongkok menelan ludahnya kesat dengan nafas terengah menatap Leoni shock.
"HUWAAAHHH.... LEONI! LEONI! LEONI!" sorak Bobi di ikuti yang lain mengacung-acukan tinjunya. Leoni mendelik.
"Heh!" tegur Deka berdiri di depan gadis itu. Leoni jadi merenggut mengatupkan bibirnya.
"Yaaah. Jurus Leoni gak bisa keluar lagi di halangin pawangnya." seru Bobi berlaga kecewa.
Leoni menghela nafas memcoba untuk bersabar dan mengabaikan.
"Yah kok gak jadi nangisnya. Nangis dong Le!" seru Rudy yang ada di samping Bobi yang langsung tertawa bertos heboh dengannya.
"Awas aja ya! Kalian nangis beneran gue pajang foto aib kalian di mading selama sebulan!" ancam Leoni kembali menghadap pada kakelnya yang terus-terusan meledek.
Belum sempat para kakelnya menimpali tiba-tiba semua lampu mati. Para siswi menjerit melengking juga siswa yang berseru kaget bahkan mengumpat saking kagetnya.
Dalam gelap tirai putih terurai menutup bagian tengah panggung. Anggota yang bertugas segera menarik ujung tirai agar terbentang rapi. Lalu sebuah cahanya dari proyektor terpancar dari arah belakang penonton yang di pasang di bagian tiang atas tenda. Tanpa sepengetahuan mereka.
Mereka kembali riuh setelah beberapa saat bertanya-tanya.
Ini kejutan terahkir yang di siapkan oleh OSIS. Juga di bantu anggota Jurnalistik.
Layar putih itu bergerak menghitung mundur ala film jadul. Tak lama tulisan hitam di tengah layar muncul 'Catatan akhir sekolah' lalu layar berubah buram. Semua sunyi tak ada yang bersuara satupun.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Eighteen
Teen FictionLeoni si gadis pencak silat pemegang sabuk biru. Murid kelas 11 MIPA 2 di SMAN Nusantara dan dikenal oleh hampir seluruh murid Nusantara. Dia gadis yang suple dan meledak-ledak. Wartawannya mading sekolah. Sering juga bercokol di OSIS. Tapi dari itu...