22

26 5 1
                                    

Leoni berjalan bersama seluruh teman sekelasnya setelah menyelesaikan pelajaran di lab komputer. Gadis itu merogoh ponselnya di kantung rok abu-abunya, ia mengembungkan pipinya tak ada satupun chat dari Jinan setelah tadi Sharah bilang dia melihatnya bersama Yoyo. Kakak kelas yang sering menemaninya bermain basket saat gadis itu tak punya kegiatan lain.

Gadis itu menghembuskan nafasnya kasar memasukkan kembali ponselnya ke kantung roknya. Ia mengedarkan pandangan tak sengaja ia menangkap gerombolan kelas Jinan keluar mungkin akan berangkat ke lab karena belum waktunya kalau pulang. Kelas 12 IPA 2, kelas yang berhadapan langsung dengan kelasnya di lantai 2 dengan jarak yang lumayan berada di sisi-sisi lapangan basket.

Leoni memelankan langkahnya menatap satu per satu murid kelas itu. Sampai ada satu pasang mata menatapnya balik. Leoni membelalakkan matanya jadi berhenti berjalan dan berdiri tepat di depan dinding pembatas yang tingginya tak sampai dada. Gadis itu mengulurkan telapak tangan yang menghadap ke arah pemuda itu lalu mengepalkannya.

Jinan di sebrang sana jadi ikut merapat ke dinding pembatas. Dia agak mengeryit memandang telapak tangan yang mengepal itu.

"Apa?" tanyanya tanpa suara mendongakkan dagunya.

Leoni menunjuk Jinan lalu meletakkan kedua telunjuknya di kepala seperti tanduk mengacung-acungkan telunujknya ke atas.

Jinan semakin mengeryit memiringkan kepalanya tak mengerti.

"Dia lagi nanya 'lo marah?' gitu." terang Rudy yang tahu-tahu sudah ada di sampingnya ikut memperhatikan Leoni. Jinan jadi menoleh pada teman satu kelasnya itu.

"Lo ngerti dia ngomong apa?" tanyanya menatap Rudy antara takjub dan iri.

"Chat aja kenapa sih. Elah main isyarat-isyaratan segala kaya ngerti aja lo. Gak usah sok-sokan jadi Romlah sama Juleha lo." ucap Rudy sewot lalu pergi begitu saja meninggalkan Jinan yang jadi ternganga parah.

"Romlah kan cewek." celetuknya entah pada siapa menggeleng kecil lalu kembali menghadap ke depan.

Jinan mengacungkan ponselnya tapi Leoni membalas dengan menyilangkan telunjuknya.

"Why?" tanya Jinan mengangkat kedua tangannya.

"Aku harus masuk kelas." ucap Leoni tanpa suara. Menunjuk diri sendiri lalu menunjuk kelasnya yang ada di belakang punggungnya.

Jinan membulatkan mulutnya mengangguk paham lalu tersenyum.

"Aku juga harus pergi." balas Jinan menunjuk ke arah teman-teman sekelasnya yang sudah pergi lebih dulu. Leoni balik mengangguk dan tersenyum melambaikan tangan dan berbalik lebih dulu memasuki kelasnya.

Deka melirik Leoni sekilas saat gadis itu memasuki kelas lalu berlaga sibuk mengeluarkan buku pelajaran selanjutnya. Dalam diam di tersenyum miris teringat saat ia melihat gadis itu menjulurkan tangan pada pemuda yang tengah berdiri menatapnya.

'Gak bakal ada yang berubah? Bulshit sekali omongan gue.' omelnya dalam hati sembari menghela nafas berat.

Leoni melirik dengan ujung matanya tak bereaksi banyak dengan helaan nafas teman sebangkunya itu. Dia masih belum terbiasa untuk berusaha bersikap biasa. Entah kenapa jadi terasa canggung. Tak ada keusilan atau hal gila yang biasa mereka lakukan. Mereka hanya berbicara seperlunya saja. Benar-benar tidak seperti mereka yang biasanya.


***

Deka duduk di bangku di ruang musik melamum memeluk gitarnya. Mendaratkan dagu di badan gitar entah keberapa ribu kali dia menghela nafas keras dengan bahu yang melemas.

Bobi menabuh Drumnya asal begitupun Juno yang memetik Gitarnya bersenandung tak jelas di tambah anggota baru Rizal_anak 11 IPS 4_yang memain-mainkan Bassnya. Mereka masih belum menemukan vokalis band yang mereka mau dan cocok dengan mereka. Padahal selama ini Deka yang menjadi vokalis tapi kali ini mereka ingin berbeda.

My EighteenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang