Acara selesai jam 12 lebih. Semua membubarkan diri tapi sebagian masih ada yang menunggu jemputan dan yang membawa kendaraan pribadi menunggu sampai yang menjemput temannya datang. Semua jadi saling peduli tak lagi acuh tak acuh.
"Yersa. Kenapa elo harus bawa motor?" gerutu Leoni. Leoni dan Sharah berjalan menuju parkiran motor mengantar Yersa. Keduanya khawatir karena gadis itu pulang sendirian di tengah malam begini.
"Gak apa-apa kali. Jalanan masih rame. Rumah gue juga bukan di pelosok. Kalo gak bawa motor tadi gue berangkat gimana?" balas Yersa.
"Elo cewek!" tegas Sharah mengingatkan.
"Ya siapa bilang gue cowok? Terus elo pulang gimana?" tanya Yersa pada Sharah.
"Gue di jemput bapak gue." jawab Sharah. "Gak usah ngekhawatirin gue." tukasnya.
"Elo nginep di rumah gue aja gimana?" tawar Leoni.
"Yang bawa motor gue siapa?" tanya Yersa menoleh sambil berjalan. "Gak apa-apa ih! Gue udah gede!" serunya tak suka terlalu di khawatirin.
"Gede gimana? Lo paling kecil di antara kita!" seru Sharah. Yersa hanya mendelik tak membalas, karena ucapan Sharah benar dia yang peling pendek di antara mereka.
"Leon?"
"Kak Jinan? Belum pulang?" tanya Leoni berjalan mendekat bersama kedua temannya saat melihat Jinan sudah duduk di atas motornya.
"Kamu juga masih disini. Deka mana?" tanyanya berjeda.
"Dia beresin alat musik dulu." jawab Leoni.
"Oh. Terus ngapain disini?"
"Nganter gue keparkiran takut ada yang nyulik." sindir Yersa melirik kedua temannya.
Jinan tertawa kecil melihat Yersa yang mendelik pada kedua sahabatnya di balas pelototan oleh mereka.
"Elo bawa motor?" tanya Jinan pada Yersa.
"Iya. Dia pulang sendiri jadinya khawatir udah malem lagi." gerutu Sharah.
"Bareng gue aja. Kita searahkan?" tanya Jinan pada Yersa.
"Oh iya!" seru Leoni menepukan tangannya tersenyum senang. "Kalian searah! Untung lah." ucapnya lega sembari memegang dada.
"Tuh. Gue bilang apa? Gak usah khawatir di jalan pasti banyak orang." seru Yerja gemas.
"Iya. Iya!" ucap Leoni ikut ngegas. "Sini peluk dulu, besok gue gak ada di Indonesia." katanya tersenyum merentangkan tangan.
"Lebay lo!" seru Yersa tapi tetap menyambut pelukan Leoni juga merangkul Sharah. Jadilah mereka berTeletubis di depan Jinan yang tersenyum saja sabar menunggu.
"Udah?" tanya Jinan tenang saat mereka sama-sama melepaskan diri. "Kalo udah ambil motor lo." katanya pada Yersa.
"Siap!" jawab gadis merlahi lalat di hidung itu memberi hormat lalu tertawa merangkul lengan Sharah agar pergi bersamanya.
Leoni ikut beranjak tapi tangannya di oleh Jinan. Pemuda itu turun dari motornya berdiri mendekat. Leoni agak tersentak melihat tangannya yang di tahan Jinan lalu mendongak menatap kakak kelasnya yang juga mantan gebetannya itu.
"Gak mau perpisahan dulu kita?" tanya Jinan dengan suara lembutnya tersenyum manis seperti biasa. Menatap lekat gadis di depannya.
Leoni mengerjap tersenyum kecil.
"Gimana? Salaman?" tanya Leoni menjulurkan tangannya. Jinan menipiskan bibirnya menyambut uluran tangan Leoni, menggenggam erat tangan itu.
"Goodbye." ucap Jinan pelan menatap sayu tepat di manik Leoni yang terlihat cerah walau di sekitar mereka temaram.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Eighteen
Teen FictionLeoni si gadis pencak silat pemegang sabuk biru. Murid kelas 11 MIPA 2 di SMAN Nusantara dan dikenal oleh hampir seluruh murid Nusantara. Dia gadis yang suple dan meledak-ledak. Wartawannya mading sekolah. Sering juga bercokol di OSIS. Tapi dari itu...