Deka, Yersa dan Sharah duduk di pinggir lapangan upacara berteduh di bawah pohon akasia yang pinggirannya di tembok. Yersa di apit Deka dan Sharah di kedua sisinya. Mereka berjejer bertiga memandang lapangan yang di isi para paskibraka junior yang sedang di latih oleh ketua baru dan Rudy yang memperhatikan mereka dengan seksama.
"Leoni tadi gimana?" tanya Sharah memecah keheningan di antara mereka.
"Udah baikan. Tadi di bawa pulang Abangnya. Mungkin bakal mampir ke dokter." terang Deka memandang lurus ke depan dengan tangan memain-mainkan teh kotak kosong.
"Gue gak tau dia masih suka kejang gitu." ucap Sharah menyendu.
"Dia udah mulai membaik sekarang. Itu cuma prosesnya aja. Dia bakal balik kaya semula. Lo tenang aja. Dia kan kuat." kata Deka mencoba menenangkan walau sebenarnya dia juga sama khawatirnya. Ingin cepat pulang dan menjenguk gadis itu. Tapi Jurnalis lagi sibuk jadi Esther pulang agak sorean. Mau tak mau Deka harus menunggu adiknya selesai.
Ketiganya kembali hening. Yersa yang biasanya penuh dengan rasa penasaran kini hanya diam sibuk dengan pikirannya.
"Sadar gak sih akhir-akhir ini Leoni tuh berubah?" celetuk Yersa menoleh pada kedua temannya.
"Berubah jadi apa?" tanya Deka sok tak tahu, bertanya dengan wajah polosnya.
"BAJA HITAM!" bentak Yersa kesal tepat di samping teliga Deka sampai pemuda itu memekik dan menjauh berdiri menutupi kupingnya yang terasa berdengung karena teriakan seorang Yersa. Menatap Yersa horor.
"Berubah jadi apa! Kalo ngoomong tuh yang bener. Berubah kenapa gitu!" gerutu Yersa bersungut.
Sharah yang ada di sampingnya tertawa sampai terpingkal melihat ekspresi ngeblank Deka yang memegang kupingnya sendiri dengan nafas terengah dapat serangan dadakan.
"Ya berubah dia tuh jadi kaleman Deka!" lanjut Yersa gemas sendiri sampai menggertakkan giginya menatap tajam Deka. "Dia kalem tuh asing." ucapnya memelan dan lemah kembali menunduk.
Sharah yang awalnya tertawa geli kini ikut menyendu tersenyum kecut. Sebenarnya dia juga sadar akan perubahan Leoni yang tak lagi teriak-teriak nyanyi gak jelas di kelas.
Deka yang melihat kedua teman ceweknya jadi menyendu begitu kembali duduk di tempatnya semula.
"Gak usah terlalu khawatir gitu. Besok juga dia bakal sekolah kaya biasa." kata Deka menolah pada Yersa, jengah melihat gadis itu kembali melamun. "Mending lo bantuin si Rudy ngawasin anak baru. Noh! yang belakang dari tadi gak rapi baris-berbarisnya. Si Rudy kalo ngamuk di lapangan kan serem Yer. Daripada lo murung kaya gini kan lebih serem Yer. Kita di bawah pohon gede lagi Yer." ucapnya menyebalkan mendongak melihat ranting rimbun di atasnya, mencoba kembali mencairkan suasana tak memperdulikan delikan tajam Yersa.
"Iya. Mending lo kelapangan buruan. Kasian anak baru nanti di amuk si macan paskib. Lo kan pawangnya Yer." sambung Sharah menimpali tersenyum kecil menyenggol lengan Yersa dengan sikutnya. Mengingat panggilan yang Yersa berikan pada si ketua paskib a.k.a Rudy Habibi yang kalo ada yang gak singkron di lapangan akan dengan tegas dan pedas mengeritik anggotanya.
"Apanya yang pawang. Gue mangsanya kalo di lapangan." ucap Yersa cemberut dengan malas berdiri mengibaskan rok abu-abu panjangnya_karena sekolah mewajibkan siswinya mengenakan rok panjang walau atasnya tetap pendek untuk yang tidak berhijab, alasannya bosan harus merazia karena rok yang kependekan_menyingkirkan debu yang menempel, lalu pergi begitu saja meninggalkan mereka berdua.
"SEMANGAT YER! SIAPA TAU LO BISA JADI PAWANGNYA!" teriak Deka berdiri saat Yersa sudah mulai jauh sampai gadis itu berbalik merenggut. Sekilas mengacungkan jari tengahnya lalu kembali berjalan dengan malas menghampiri teman-temannya di paskibra yang sebagian ikut berlatih sebagian lagi melatih anggota baru.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Eighteen
Teen FictionLeoni si gadis pencak silat pemegang sabuk biru. Murid kelas 11 MIPA 2 di SMAN Nusantara dan dikenal oleh hampir seluruh murid Nusantara. Dia gadis yang suple dan meledak-ledak. Wartawannya mading sekolah. Sering juga bercokol di OSIS. Tapi dari itu...