19

25 4 2
                                    

Happy Aid mubarok... Minal Aidzin walfa Idzin, mohon maaf lahir dan batin ya... 😊

Sesuai janji. Ayo kita lanjutkan! 😁

Kalo lupa ceritanya. Ulang lagi dari atas. ^_^

Happy reading!

.

.

.



"Leon?"


"Hm?" gumam Leoni mengerjap saat namanya di panggil Jinan. Menyadarkan gadis itu dari lamunannya.

"Kenapa? Kok bengong." tanya Jinan yang duduk di depannya. Mereka mampir ke warung bakso pinggir jalan untuk makan.

"Ah.. Engga apa-apa." jawab Leoni menggeleng kecil menyendok bakso kecilnya dan memasukkannya ke mulut dengan tenang.

"Kenapa? Kamu aneh lho dari tadi."

"Aneh gimana?" tanya Leoni mendongak, menatap Jinan. Walau sadar tapi ia memutuskan untuk menjadi bodoh.

"Jadi pendiem?" ucap Jinan seolah bertanya memiringkan kepalanya.

"Aku?" Leoni menunjuk dirinya sendiri. "Wah?" gumamnya menegakkan tubuhnya. "Masa?" tanyanya dengan ekpresi polos.

Jinan tersenyum mengangguk.

"Lagi mode kalem aja kali ya." kata Leoni sembari tersenyum kembali memasukkan bakso ke mulutnya.

"Bosen gak udah gak jadi ketos?" tanya Leoni setelah beberapa saat mereka seolah sibuk dengan mangkuk masing-masing.

"Lumayan." katanya berhenti sejenak "Berasa kaya ada yang ilang." jawab Jinan menerawang. "Tapi jadi punya waktu luang. Bisa pulang lebih siang gak sore mulu. Lebih sering pulang bareng kan kita."

"Biasanya juga kan kadang kita pulang bareng waktu kak Jinan masih ngosis."

"Ya tapikan itu jarang banget. Apa lagi sempetin makan kaya gini." tukas Jinan melirik mangkuk dan kembali menatap Leoni. "Aku mau lebih sering pulang bareng kamu."

"Hm?"

Leoni agak membelalakan matanya. Mengerjap kecil mendengar ucapan terakhir Jinan. Ada debaran tak enak dalam dadanya.

Pemuda itu terlihat gugup menipiskan bibirnya lalu memberanikan diri menatap gadis di depannya itu. Dia memutuskan untuk mengungkapkan isi hatinya dengan berani.

"Aku suka sama kamu." ucap Jinan lembut, menatap lurus manik Leoni yang bergetar kecil.

Leoni tanpa sadar menahan nafasnya. Bengong sendiri.

Ini dia nembak?

Leoni mengerjapkan matanya berdehem kecil mencoba memgendalikan diri. Tak berani menatap pemuda di hadapannya itu. Debaran di hatinya semakin memberat.

Jinan menyodorkan teh botol lebih dekat pada Leoni. Menyuruh gadis itu minum. Dia mengambil botol yang di sodorkan Jinan dan menyedot minuman itu. Leoni masih belum percaya dengan pendengarannya. Dia sadar dari dulu kakak kelasnya itu baik padanya bahkan terlalu baik dan perhatian. Tapi dia tak menyangka akan mendapat pernyataan dadakan seperti itu.

"Will you be my lover?" tembak Jinan pelan terlalu malu mengutarakannya dalam bahasa indonesia. Belaga santai melipat tangannya di atas meja masih menatap lurus Leoni yang masih belum bisa mengeluarkan suara sepatah kata pun.

Leoni yang kesadarannya kembali mengambang hanya bisa diam memegangi teh botolnya. Tak tahu harus berkata apa atau bereaksi bagaimana. Dia terlalu sibuk dengan pikirannya, bukankah seharusnya dia senang, Jinan adalah pemuda yang baik, dia sangat baik. Bahkan hatinya sempat mengeluh-eluhkan sosok Jinan yang selalu memberi perhatian lebih padanya.


Tapi...



Kenapa? Hatinya malah terus mengingat perkataan sekilas Deka yang samar ia dengar tadi di sekolah.



"Leon?" panggil Jinan mengibaskan tangannya di depan wajah Leoni yang terlihat bengong.

"Yah?" sahutnya mengerjap. Panggilan Jinan sukses menarik kembali kesadarannya.

"Aku nanya gak mau di jawab?" tanya Jinan menyunggingkan senyumnya bersikap setenang mungkin walau wajahnya sudah memerah dari tadi. Dalam hati sudah ketar-ketir tak karuan karena malu, gugup dan takut di tolak.

Leoni menyedot kembali teh botolnya mencoba mengendalikan semuanya. Ia melirik kesekeliling. Mereka di warung bakso terbuka di pinggir jalan dengan kendaraan berlalu lalang dan si Mas bakso yang lagi sibuk meladeni si pembeli. Tiba-tiba Leoni tertunduk mengulum bibirnya menahan tawa merasa lucu dengan situasi mereka.

"Hei. Kenapa? Aneh ya?" tanya Jinan melihat Leoni yang berusaha menahan senyumnya.

Gadis itu mendongak dengan bibir yang masih ia kulum.

"Lucu aja. Gak ada rencana sama sekali ya nembak di sini?" ceplos Leoni tak bisa menahan kekehannya. Juga sekuat tenaga memfokuskan hatinya pada Jinan.

"Iya. Beraninya dadakan." jawab Jinan mengusap tengkuknya. Menghela nafas sesaat. "Jadi?" tanyanya lagi menuntut jawaban. "Kalo kamu malu ngomongnya. Kamu bisa terima uluran tangan aku kalo iya." kata Jinan mengulurkan telapak tangannya di atas meja. Tak ada kata 'kalau tidak' karena dia belum siap kalau di tolak.

Leoni tersenyum dengan tenang gadis itu sudah bisa mengendalikan dirinya. Dia menatap telapak tangan yang terbuka di depannya berpikir sejenak sebelum Leoni mengulurkan tangan yang mengepal ke depan tangan Jinan yang terbuka.

Jinan menatap kepalan tangan itu, mulai menguatkan hatinya untuk kemungkinan terburuk ia di tolak.

"Batu." ucap Leoni tiba-tiba.

"Hah?" gumam Jinan mendongak menatap Leoni tak mengerti.

"Kalo di The K2 mengepal itu diam atau jadi batu membeku. Kalo terbuka artinya jalan." terang Leoni menyebutkan salah satu drama korea yang pernah ia tonton, ia membuka-tutupkan telapak tangannya menerangkan. Membuat Jinan makin bingung mengerutkan keningnya.

"Ini artinya aku minta waktu. Batu itu diam gak maju atau mundur." jelas Leoni mengacungkan kepalan tangannya kedepan Jinan.

"Bukan ngajak berantem kan?" ujar Jinan agak memundurkan tubuhnya. Gadis itu tertawa menjauhkan tinjunya. Jinan ikut terkekeh kecil. Menghibur diri setidaknya dia masih bisa berusaha menyakinkan gadis itu untuk menerimanya.

"Aku bakal nunggu sampai kamu siap nerima aku." ucap Jinan tersenyum manis dan menatap gadis yang duduk di depannya itu.

Leoni mengangguk, balas tersenyum. "Makasih."

"Pulang yuk. Keburu magrib." ajak Jinan beranjak dari duduknya. Sekali lagi di balas anggukan oleh Leoni. beranjak mengikuti langkah pemuda itu menuju motor matiknya.

"Kalo jalan kan tandanya tangan terbuka. Kalo diem mengepal. Kalo di tolak tandanya apa?" tanya Jinan jadi penasaran dengan tanda isyarat yang tadi di terangkan Leoni. Sembari mengulurkan helmet pada Leoni.

"Cut." ucap Leoni mengulurkan kepalan tangan dengan dua jari terjulur membentuk huruf v. Lalu menerima helmet dari pemuda itu yang mengeryitkan keningnya.

"Suit gunting, kertas, batu dong!" serunya baru menyadari itu.

"Emang." jawab Leoni santai.

"Lah ngapain berbelit-belit ke K2, apa tadi the k2?"

"Teorinya emang gitu."

"Aku masih bingung." ucap Jinan memengang stang motornya saat Leoni menaikan diri ke belakang morotnya.

"Gak usah di pikirin. Jalan aja. Katanya keburu magrib nanti."

Jinan hanya menghela nafas menarik gas dan meninggalkan tempat bakso itu. Melaju berbaur dengan kendaraan lain.

Dibelakangnya Leoni diam-diam menghela nafas dengan mata menyendu manatap punggung pemuda yang kini mengendalikan laju motornya.










*****







My EighteenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang