41. Klimaks 2

1.4K 99 0
                                    


Begitu El menyelusuri kembali koridor di mana ia meninggalkan Ica tadi, sudah tidak ada lagi sosoknya. Ia panik luar biasa. Mondar-mandir mencari Ica dari ujung jalan tersebut sampai ke tangga darurat.

Apa jangan-jangan Ica sudah kembali ke pesta? Atau justru ia enggan kembali dan tersesat. El marah luar biasa. Mengumpat "Brengsek!" Menyesali kecerobohannya meninggalkan Ica sendirian.

Ia mengambil ponsel di sakunya untuk menghubungi Gara.

"Ica tidak ada," kalimat pertama El, begitu Gara mengangkat panggilannya.

"Abang sudah mencarinya?"

"Ya, di tempat aku meninggalkannya tidak ada. Aku takut dia pergi jauh. Kau bisa pastikan dia kembali ke pesta?"

"Ya."

"Baik, aku akan meminta bantuan petugas keamanan juga." El menutup sambungan.

Ia berlari mencari petugas hotel siapa pun itu yang pertama kali ia lihat. Menginformasikan orang hilang untuk meminta disampaikan kepada petugas keamanan.

***

Nenek sihir di dunia nyata, fisiknya tidak melulu sejelek cerita dongeng. Bahkan lebih cantik daripada yang disangka. Mereka ada, tetapi tidak berwujud fisik. Melainkan sifatnya yang jahat ada di dalam diri mereka. Salah satunya mengejar Ica di antara ribuan mobil yang terparkir di besmen. Sambil berteriak marah meminta Ica menyerah.

"Keluar, gadis tolol! Atau kamu memang menginginkan siksaan lebih kejam?! Baiklah kalau kamu menginginkannya!"

Gemanya sampai di balik Volvo metalik di mana Ica bersembunyi. Ia sedang mengatur napas. Menahan rasa terkilir pada kakinya yang telanjang. Heels entah copot di mana, mungkin di tangga saat kedua orang jahat itu menyeretnya. Ia tidak sanggup lagi berlari. Barangkali sekarang ia lolos, tapi tidak menjamin kedua orang jahat itu berhenti mengejar.

Ica membekap mulut, menahan isaknya keluar. Kalau ada hal yang sangat diinginkan Ica sekarang adalah kedatangan pangeran. Bukankah setiap kali tuan putri berada dalam keadaan genting, selalu ada pangeran yang datang menolong.

Seperti Snow White yang diselamatkan pangeran dari kematian. Putri Aurora yang bangun dari tidur seribu tahunnya berkat ciuman pangeran. Ica juga berharap El datang menyelamatkannya dari dua manusia jahat itu.

Namun, Ica mulai pesimis, hingga sekarang El belum jua datang atau tidak akan datang? Kendati Ica lemah, ia tidak mau menyerah. Ia akan berusaha menyelamatkan diri sendiri selama ia masih yakin ia bisa lolos dari dua orang jahat itu jika El memang tidak akan datang.

Langkah memburu dua pasang sepatu kian mendekat, meneror ketakutan Ica. Gadis itu berjingkat di posisi jongkok. Bergeser ke kiri, ke tempat kap mobil sebelahnya. Sayangnya alarm keamanan berbunyi riuh selepas Ica tak sengaja menyenggolnya.

Tentu saja dua orang yang mengejarnya menyeringai senang. Tergesa menuju persembunyian Ica.

Ica kembali kabur. Sayangnya, kakinya menghambat laju lari. Ia terjatuh dan gaunnya sobek sampai lutut.

Tawa menyeringai membahana.

"Di sini kamu rupanya." Si pria mengangkat paksa lengan Ica. Menyeretnya kembali, kali ini ke mobilnya.

"El." Ica merintih.

"Sebanyak apa pun kamu menyebut namanya, dia tidak akan bisa menolongmu. Dia sudah tidak mau peduli lagi padamu!"

Ica meronta sekuat tenaga sampai si pria itu kewalahan. Si wanita yang tak lain Kiara,  geram dan ia menampar Ica. Mencengkeram dagunya.

"Diam! Jangan buat aku menamparmu dua kali!"

Istri OonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang