#Istri_Oon
19. First Kiss Untuk IcaKetika mereka sampai, hal yang tak terduga muncul di balik pintu apartemen, El menemukan Kiara menyambutnya dengan senyum yang dulu selalu membuatnya bergetar akibat tak mampu menahan hebatnya cinta.
El mengernyit, barangkali luka yang diciptakan mantan kekasihnya itu belumlah mengering, tetapi sejujurnya mau separah apa pun luka, porsi cintanya kepada Kiara masih sama kuantitasnya. Aneh, tapi begitulah adanya. Sebab cinta pertama terlalu berkesan. Banyak momen manis yang mereka toreh bersama, sulit untuk dihapus sekedipan mata.
Kalau memang masih cinta, akan lebih mudah diawali dengan memaafkan dan ikhlas menerima Kiara kembali ke sisinya. Namun, tidak akan semudah itu! El harus membuat Kiara menderita, percis yang dia rasakan. Kiara harus dipaksa merasakan sakitnya apa yang sakitnya katakan. Itu lebih dari impas yang sesungguhnya.
"Apa yang kaulakukan di sini?" Sial, El lupa mengganti password apartemennya. Sehingga mudah bagi wanita ini untuk masuk kapan pun yang dia mau. Dan beruntungnya El membawa Ica ke apartemennya hari ini. Setidaknya situasi ini dapat El manfaatkan untuk permulaan menyakiti Kiara.
"Apa salahnya aku mengunjungi pria yang aku cintai?"
"Salah, ketika pria itu sudah memiliki istri!"
Kiara mengernyit kecil, agak terkejut dengan keimpulsifan El dalam memeluk Ica.
"Tapi gadis itu tidak pernah kamu cintai. Hanya aku seorang yang kamu cintai karena kamu pernah bilang padaku bahwa aku cinta pertamamu. Cinta yang membuatmu mengorbankan apa pun demi keinginanku dan kamu merelakan banyak hal untuk aku selama ini. Meski dia istrimu, tidak mungkin, kamu mencintainya sebesar kamu mencintaiku."
El menggeretakkan rahangnya terkatup marah. "Semua yang kau katakan memang begitu. Aku yang tergila-gila padamu sampai aku melakukan apa pun demi kamu. Tapi itu sebelum pengkhianatanmu. Sekarang cinta itu tidak ada artinya lagi. Aku sudah membuangnya dan Ica sudah menggantikannya dengan yang baru. Kalau pun aku kembali padamu, aku tidak yakin akan mudah melupakan perselingkuhanmu setiap kita bersama. Lagi pula mana mungkin aku menginginkan bekas orang lain, ketika aku sudah memiliki istri yang masih sangat ranum dan perawan. Sungguh hanya pria bodoh yang menginginkanmu dan mengabaikan istri seperti Ica yang hebat di ranjang."
El di akhir kalimat sengaja menunjukkan provokatif dari sensualnya cara ia bicara dan menciumi kepala Ica yang terhiasi bando beruang. Sengaja memanas-manasi perasaan Kiara untuk memancing cemburu.
Ica tidak paham apa yang terjadi sebenarnya. Namun, ia terkikik geli dengan apa yang dilakukan El. Ditambah bisikan menyulut hasrat di telinganya. Sayangnya, Ica tidak peka, tidak tahu maksud perkataan itu.
"Kita lakukan lagi yang semalam, Sayang. Aku benar-benar ketagihan."
Seluruh wajah Kiara memerah karena marah. Ia mengepal tangan dan berteriak keras. "Kalau begitu katakan kau mencintainya di depan mataku!" Kiara sadar apa yang dikatakannya barusan. Adalah cara ia menyakinkan diri bahwa El tidak akan mungkin mengatakan kalimat sakral itu, tetapi ia salah besar.
"Aku mencintaimu, Marisa Filan." Lantas pria itu sekonyong-konyong merangkum kedua sisi wajah Ica dan menempelkan bibirnya pada bibir Ica.
Kiara melihat itu semua. Masih bertahan untuk tidak meledakkan cemburunya, hingga ciuman El berubah meliar seakan-akan ia akan memakan habis bibir Ica. Kiara menggeram dan ia enyah dari tempat itu dengan getaran dari akumulasi seluruh amarah dan rasa sakit hati.
El tahu ia telah berhasil membuat Kiara cemburu dan tersenyum di sela kegiatannya untuk kali pertama mencicipi buah plum milik Ica yang manisnya luar biasa mengalahkan buah mana pun.
Ia sadar Kiara telah pergi, tapi El belum mau mengakhirinya. Tidak ketika ia tidak bisa mengontrol dirinya dan semakin ketagihan. Tak peduli Ica yang tidak berpengalaman dan kewalahan menghadapi serangan El yang brutal nan intens.
Bahkan hingga lima menit pasca kepergian Kiara, El tidak berniat untuk melepas Ica. Baru ketika dirasa Ica tak sanggup bernapas dengan baik, El melepasnya. Mereka sama-sama berlomba meraup oksigen sebanyak-banyaknya dengan dada kembang kempis.
Melihat Ica dengan seluruh pipi memerah dan bibir tak kalah bengkak, El menyadari telah melakukan kesalahan besar.
"El, tadi itu apa?" tanya Ica lirih dengan seluruh bingungnya dan kepolosan yang nyaris membuat kendali El kalang kabut seperti tadi.
Lalu tiba-tiba ekspresi kebingungan itu berubah menjadi ketakutan. Ica meronta melepaskan diri lantas membekap mulutnya. Giliran El yang kebingungan.
"El, kalau lapar jangan makan bibir Ica. Ica bisa buatkan makanan untuk El, tapi jangan makan bibir Ica. El seperti monster saja." Ica terkesiap. "Jangan-jangan El jelmaan monster!" Ica ambil lima langkah ke belakang dan berlindung di balik rak. Ketakutannya makin parah saja.
Sialan! El mengacak rambut legamnya yang mulai memanjang sampai tengkuk. Merutuki sikapnya yang di luar pikiran.
"Jangan katakan pada siapa pun yang terjadi tadi. Anggap itu kesalahan, paham?"
Monster itu kini melayangkan mata merah yang amat tajam, tidak seperti tadi penuh kelembutan. Ica sampai terlena tadi dan tidak takut lagi. Namun, kini Ica nyaris menangis, tak tahan dengan takutnya.
El menghela napas kasar, tahu sikapnya sudah keterlaluan pada Ica. Ia pun menurunkan tensi ketegangan dan mengatakan, "Lakukan apa pun yang kausukai selain menggangguku, aku akan bekerja sebentar di kamarku."
Lantas pria itu meninggalkan Ica, sementara Ica sendiri tidak tahu harus melakukan apa di tempat asing ini.