24. Momen Gara Ica

849 78 1
                                    


"El buka baju Ica."

Jangan diteruskan!

"El makan bibir Ica."

Berhenti!

"El pegang-pegang tubuh Ica."

Diam!

"Apa bikin bayi sekasar itu, Gara? Ica takut sama El! Ica gak mau bayi lagi!"

Tangan Gara keduanya di sisi tubuh  mendingin, mengepal kaku. Jika tak ada Ica di pangkuannya, kemungkinan besar ia akan mencari barang untuk dihancurkan.

Otaknya seakan mati. Tak ada reaksi. Pun tak mampu mendengar apa-apa lagi segala  ratapan Ica.

Untuk beberapa menit dihabiskannya menahan gejolak nafsu merusak. Suatu kehebatan sendiri ia tak terprovokasi. Kembali ke akal sehat semula. Karena ada ica, hatinya menolak untuk menambah derita tangis dan ketakutan Ica, kalau Gara terlanjur marah.

"Ica gak perlu takut lagi. Ada Gara di sini yang akan jagain, Ica." Tangan Gara membelai pelan rambut Ica yang tergerai di punggung.

Gara tak yakin apa dengan sentuhan kecilnya, dapat membuat Ica membaik. Namun di luar dugaan, aksinya memelankan jalur tangis ica dan beberapa saat kemudian isaknya berasil teredam. Gara bersyukur.

"Ica mau pulang Gara." Ica angkat kepala sehingga mereka bisa bertatap muka.

Gadis cantik ini menyedihkan sekali dengan muka sembab. El tidak bisa mencegah tangannya terulur untuk menghapus aliran air mata yang merusak kecantikan Ica.

Sudah cukup! Gara tidak akan membiarkan Ica disakiti oleh abangnya lagi.

"Ya, kita akan pulang," tekadnya seakan ikrar seorang pangeran kepada putri untuk melindunginya seumur hidup dari sergapan segala macam bahaya.

Paras Ica yang rapuh dan naif, akan membuat siapa pun rela melakukan apa pun demi dirinya. Gara salah satunya. Bertekuk lutut. Tidak akan mudah keluar dari jeratan pesona Ica.

Meski, yang dilakukan instingnya salah dan berdosa. Gara tidak peduli.

Ica kepalang terkejut. Kesedihannya terlupa begitu saja, seolah tidak pernah hadir tadi. Tiba-tiba saja Gara memakan bibirnya! Di benaknya terjadi bentrok yang amat riskan dan membingungkan. Kenapa Gara bertingkah seperti El? Memangnya pria suka memakan bibir, ya? Fakta itu perlu ditelusuri mendalam dan harus diadakan riset. Ica bertekad harus secepatnya mendapatkan jawaban untuk pertanyaan membingungkannya.

Entah bagaimana pun gundahnya tentang masalah 'memakan bibir', ketimbang El, cara Gara tidak terburu-buru. Lembut penuh penghayatan.

Dengan Gara, Ica terbawa alur. Ia menyukai cara Gara memakan bibirnya. Sehingga bermodal amatir dan naluriah, Ica berusaha mengimbangi.

Astaghfirullah! Apa yang sedang Gara lakukan!

Ia melepas bibir Ica buru-buru dengan seluruh merah malu di wajah.

"Brengsek! Apa bedanya kamu dengan abangmu, Gara?! Kalau ujungnya kamu sama saja memanfaatkan kelemahan Ica hanya untuk memuaskan hasratmu saja," batinnya sibuk mengolok-olok dirinya, tak lebih manusia paling hina di dunia ini.

"Ma—maaf." Gara membekap mulut. Membuang muka ke samping. Malu luar biasa kepada Ica. "aku tidak ... tidak akan berbuat kurang ajar lagi."

"Ica suka Gara. Tidak seperti El yang kasar. Boleh minta lagi? Bibir Gara manis."

"Oh!" Muka penyesalan itu mengubah diri menjadi setengah terpana. Gara tahu Ica bukanlah seorang penggoda dan tidak bermaksud buruk dengan kata-katanya. Ia hanya terlalu naif soal hubungan keterikatan lawan jenis, tetapi justru jauh lebih berbahaya ketimbang digoda lady escort papan atas. Meskipun Gara tidak pernah tahu rasanya digoda lady escort seperti apa. Yang pasti pekerjaan itu berkonotasi buruk.

"Tidak Ica! Tidak akan lagi! Kamu tahu aku berdosa melakukannya kepadamu. Tapi ...." Gara menggantung ucapannya, memilih merangkum sebelah pipi Ica, menatapnya dalam dan sendu. "aku tidak menyesal melakukannya."

"Ica bingung kenapa El dan Gara suka memakan bibir Ica?"

"Apa?! Memakan bibir?" Gara menyemburkan tawa. Sungguh tidak menduga Ica sepolos ini.

"Bukan memakan, Ica. Lebih tepatnya mencium." Setelah tinggal kekeh kecil saja, Gara mengoreksi salah Ica.

"Mencium? Apa itu Gara?"

"Ya, seperti yang kita lakukan tadi." Dengan sabar, Gara menjelaskan.

"Bukannya, mencium itu hanya tangan saja, ya. Kenapa bibir juga?" Ica makin bingung terlihat bola matanya berkilat penuh keingintahuan tinggi.

"Memang benar. Mencium tangan adalah sikap menghormati kepada yang lebih tua. Seperti Ica yang menghormati Mama dan Papa, begitu juga pada Bibi An dan Paman Han, tapi mencium memiliki banyak macam dan arti berbeda jika dilakukan oleh lawan jenis."

"Jelaskan Gara!"

Astaga! Haruskah Gara menjelaskan dengan rinci? Ia tertawa melihat manik itu bersemangat ingin mendengar hal baru. Seperti anak SD saja yang memiliki antusias tinggi.

"Baiklah. Setiap ciuman itu ada artinya. Jika mencium di kening, di kepala, di pipi, artinya tanda sayang. Jika di bibir memang bentuk sayang, tetapi lebih ke pembuktian ungkapan cinta terhadap ketertarikan fisik laki-laki dan perempuan. Tapi tidak selamanya berarti begitu, karena hati seseorang tidak selamanya baik. Terkadang mereka hanya menuruti nafsu dan itu berbahaya. Ica harus hati-hati jangan mau berciuman dengan orang asing apalagi pria dewasa. Itu sama saja melecehkan Ica. Pelecehan artinya merendahkan martabat perempuan yang seharusnya tidak boleh disentuh oleh sembarang orang. Ica mengerti?"

"Iya, Gara. Tidak boleh sembarangan ciuman. Kayak gak boleh jajan sembarangan."

"Bagus! Ica semakin pintar."

Ica nyengir. Bangga otaknya bisa digunakan dengan semestinya. 

"Kalau begitu, ciuman Gara artinya apa?"

Gara tersenyum, sambil tangannya nakal memainkan rambut Ica dan menyelipkannya ke telinga. Supaya ia bisa melihat keseluruh bagian tercantik bidadari di matanya.

"Artinya Gara tulus mencintai Ica."

Ica menegun. Ia mencerna kata-kata Gara dan ia agak terganggu dengan degup jantungnya yang abnormal. Mengapa bisa begitu?

Gara melihat bagaimana wajah Ica yang tampak berpikir. Ia sama sekali tidak mengharapkan balasan, cukup ia yang mengatakan perasaannya sudah lega rasanya.

Mata Gara mengikuti tangan mungil Ica yang menyentuh dadanya sendiri .... Gara dibuat tersadar.

Sial, pakaian macam apa yang dikenakan Ica?! Sungguh tak layak pakai. Terbuka di mana-mana. Ia tak mengira bahwa abangnya jauh lebih brengsek dari yang ia duga. Tidak bertanggung jawab sama sekali, membiarkan Ica tak ubahnya seperti wanita murahan.

Diam-diam jakunnya naik-turun. Menyadari hal berbahaya baru saja merusak neuronnya. Gadis ini di balik kemejanya yang kebesaran, tidak mengenakan apa pun. Mereka bahkan berpelukan dan berciuman dalam keadaan bisa dibilang sangat berbahaya bagi Gara sebagai pria normal.

Ia berdeham. Mengendalikan hasrat lelakinya meliar. "Tapi sebelum pulang, kita harus mengganti bajumu dengan yang lebih layak."

"Aye captain!" Ica bersorak lengkap dengan gestur salut ala tentara.

"Maaf, mengganggu." Suara asing membuat dua orang itu yang tidak dalam keadaan pantas menoleh bersamaan. Gara terkejut bukan main. Wajahnya memucat.

________

Hoyoloh sapa yang dateng! Apakah El, apa Kiara, Apa Lilian, Barga, An, Han atau Mang Ole nawarin odading? 😂😂

Jangan macam Gara ya, gak boleh asal cium. Dosa kalau belum halal! Apalagi nyium kakak ipar sendiri. Gak boleh! Kalau mau, harus halalin dulu!

Istri OonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang