44
"Mau sampai kapan kau tidur terus, hem?"
Di balik selimut, Ica tidak ubahnya ulat berhibernasi. Tusukan lembut mendarat di pipinya yang gembil, tidak berpengaruh banyak. Ia masih terlalu nyaman dalam kehangatan tidur yang damai.Tusukan jari berganti kecupan-kecupan sepanjang wajah. Serangan dadakan itu membuat Ica mengerang. Memaksa bulu matanya bergerak gelisah.
"El, Ica mau tidur."
"Sudah siang. Kau butuh sarapan. Apa kau tidak lapar?"
"Ngantuk," rengek Ica. Makin menenggelamkan wajahnya di balik selimut tebal. Napasnya mulai teratur menandakan tidur lagi.
El tidak kesal. Justru terkekeh bahagia. Ia rela setiap hari seumur hidup membangunkan Ica, dan istrinya itu akan merengek manja seperti ini.
"Kau boleh tidur lagi setelah mandi dan sarapan, Sayang." Lidahnya menyecap manis saat panggilan sayang tercetus begitu saja untuk Ica. El sangat suka dan ia akan membiasakan beradaptasi dengan panggilan tersebut.
Ica kehilangan kehangatan. Kulit polosnya menggigil. Berusaha meringkuk layaknya janin, tidak memberikan kehangatan lain. Mengerang, dua bola matanya dipaksa terbuka sayu. Sebal ia layangkan kepada El, sosok kali pertama ia lihat pagi ini. Yang telah merenggut paksa selimutnya.
"Dingin. Uh ... sakit!"
Semua baru terasa pegal di seluruh tubuh. Lebih-lebih pusat tubuhnya. Kali ini Ica menggigil cemas. Memori semalam adalah hal gila pertama seumur hidupnya yang ia lakukan dengan El.
Ica tidak tahu sebutan apa yang mereka lakukan semalam. El mengatakannya sebagai pembuatan bayi. Tidak terpikir akan terasa sakit sekali. Ia sampai berdarah-darah. Sempat menangis. Dikira Ica, El sedang menyakitinya. Panik, tapi El ada di sana untuk memberikan suntikan semangat. Berjanji setelahnya akan nikmat dan janji El bukan isapan jempol belaka.
Tubuh perempuan punya sistem mekanisme secara alamiah, salah satunya hormon estrogen berperan penting mendorong wanita yang sudah matang memenuhi kebutuhan biologisnya.
Ica tidak pernah mempelajari biologi, anatomi tubuh, termasuk peran serta alat reproduksi pada manusia. Apa yang dipelajari di sekolah, itulah yang ia dalami tanpa berpikir untuk mempelajari ilmu lain. IPS. Ia hanya berpusat pada pengetahuan itu, meski implementasi di kehidupan sehari-hari minim, karena sebetulnya ia tidak paham betul bagaimana menerapkannya di lingkungan hidupnya.
Kembali ke topik awal, mungkin Ica tidak pernah tahu cara pembuatan bayi sampai ia bisa praktik langsung, tapi secara naluri sebagai wanita, kenikmatan itu tanpa disadari Ica, ia rasakan dan candu.
"Kau ingin aku bantu mandikan?"
Pipi Ica memerah. Baru terasa malunya sekarang di depan El setelah semalam. Hal itu tak luput dari perhatian El hingga tangannya terulur untuk menyentuh keningnya dan membandingkan dengan suhu tubuh El.
"Kau demam? Mukamu merah!"
Ica bahkan tidak berpikir ia merasa sakit, hanya saja ingatan menghabiskan malam panas bersama El, membuatnya malu luar biasa. Tanpa sehelai benang pun. Alangkah aneh di nalar, jika Ica baru merasakan bagaimana rasanya malu sekarang, setelah lama berlindung di balik wajah tak tahu malu.
Rasa cemas menggerogoti wajah El. Lebih-lebih penyesalan. Andai ia tidak menuruti nafsu, Ica tidak akan tersiksa di pagi harinya, apalagi dengan keadaan kakinya yang sebelumnya tidak lebih baik.
El segera menggendong Ica, membawanya ke kamar mandi. Memandikannya. Hanya selang beberapa menit, tak ingin membuat Ica makin kedinginan. Mereka mentas dari shower hangat. Keluar, El menggendong lagi Ica yang hanya berbalut handuk.