"Gara, El tidak apa-apa, kan?""Tidak usah khawatir, dia hanya tidur."
"Kalau gitu, Ica gak usah nangis."
"Ya, memang gak usah nangisi pria brengsek itu. Gak ada manfaatnya."
"Gara jangan kayak El yang ceroboh, ya nanti Ica ketakutan."
"Kenapa takut?"
"Ica takut, Gara terluka. Ica, kan sayang Gara."
"Aku janji gak akan terluka jika itu mau kamu."
"Benar, ya?"
"Iya, janji. Ca."
"Gara, gak marah sama Ica lagi, kan?"
"Gak tahu."
"Tapi kita bisa ngobrol begini tanpa Gara marah-marah. Berarti Gara sudah gak benci sama Ica lagi."
"Iya, juga, ya. Kayaknya aku gak bisa marah lama-lama. Dan aku gak benci kamu. Gak akan bisa selamanya benci sama kamu."
"Jadi, Ica dimaafin."
"Dimaafkan. Ca, kamu geser, deh."
"Geser ke mana?"
"Ke sebelah sedikit, aja. Kakiku kamu injek. Sakit."
Ica melompat kecil ke belakang. "Huaa! Gara maaf! Sakit banget, ya?!"
"Gak apa-apa," ucapnya. Tidak sesuai dengan rautnya yang meringis.
Jihan memandang heran dua orang itu yang berjejer menempelkan wajah pada kaca transparan yang melapisi daun pintu yang tertutup. Sejak tadi mereka mengobrol ringan dengan mata mengintip El di dalam yang tertidur pulas.
Selama itu Jihan mendengar mereka yang menurutnya menarik. Lantas tertawa kecil akan aksi konyol mereka.
Sementara ini pihak keluarga El belum diperbolehkan untuk menjenguk sampai El siuman, jadi mereka hanya boleh berjaga di luar saja.
Apa yang membuat Jihan heran adalah, tidak salah El menikahi gadis yang tingkahnya mirip anak kecil itu? Jangan-jangan El memang menikahi anak kecil, pedofil dong?
Tidak! Tidak!
"Tante, halo! Kita belum kenalan?"
Tante? Jihan celingak-celinguk mencari siapa yang dipanggil Tante selain dirinya yang ditatap ramah oleh gadis kecil itu dan tangan itu mengulur kepadanya, minta disambut. Berarti Tante yang dimaksud Jihan, kan? Kok, kesal, ya?!
"Eh, ya, benar. Jangan panggil Tante. Saya masih muda."
Gara di sebelah Ica, diam-diam menahan kikik. Jihan mendelik. Barulah Gara terbatuk, meredakan tawa.
"Oh, gitu, ya. Ica panggil kak aja, ya?"
"Ya, terserah." Jihan menyambut uluran tangan Ica dan mereka saling memperkenalkan diri.
"Kamu tidak marah?"
"Marah? Ica gak marah. Kenapa harus marah?" Seolah yang dipertanyakan Jihan terlalu membingungkan Ica.
"Sebaiknya Kak Jihan pulang bersihkan diri dulu dan istirahat." Gara memotong sebelum Jihan makin bingung dan percakapan makin tak berujung.
Jihan mengangguk. Ia pulang. Sempat berpapasan dengan orang tua El di dekat ruang administrasi. Jihan berlari mendekat. Ada hal yang ingin disampaikan.
"Bu Lilian, saya tidak salah dengar kan anda mengizinkan saya merawat El?"
"Ya, memang kenapa?"