#Istri_Oon
20. Tentang Perasaan Sana"Gimana, Gara?" Sana menggigit ibu jarinya, menyaksikan mobilnya sekarat. Ia menceritakan perihal mobilnya begitu Gara sampai ke lokasi. Bagaimana ia terpaksa menepi karena merasa ada yang salah dengan mobilnya yang tersendat-sendat dan benar, sepersekian detik mesin langsung mati.
Sana tidak punya pengalaman dengan mobil. Ia baru memiliki SIM dan diperbolehkan mengendarai mobil setengah tahun belakangan ini. Tidak mengenal pula seluk-beluk masalah mesin mobil. Lagipula, baru kali ini mobilnya mogok, maklum jadinya ia panik luar biasa.
"Sepertinya Overheat." Gara mengamati radiatornya yang kosong. "Entah ada kebocoran atau tidak sehingga air radiatornya habis. Sebaiknya aku panggilin montir langgananku saja." Gara pun menutup kap mobil setelah mengecek beberapa bagian lantas menelepon montir yang dibilangnya.
Sana cuma angguk-angguk tak paham, tapi yang jelas ia merasa lega keputusannya menghubungi Gara tepat.
"Kamu harus sering-sering membawanya ke bengkel untuk perawatan," lanjut Gara menutup sambungan telepon serta mengantongi kembali ponselnya ke jaket.
Sana menyesal akan hal itu lewat raut yang ia tunjukkan. "Aku lupa, tapi lain kali aku akan berusaha untuk lebih memperhatikan mobilku."
"Tuan putri manja sepertimu suruh saja sopirmu yang membawanya ke bengkel. Kalau kamu sendiri, yang ada tambah bermasalah."
Andai orang lain yang mengatakanya, sudah dipastikan Sana akan marah luar biasa. Namun ini Gara dengan senyum manisnya tanpa celah hinaan. Bagaimana mungkin Sana akan marah kepada cowok yang sangat ia sukai.
Sambil pura-pura kesal, ia memberengut. "Jangan menghinaku, ya! Aku bukan Sana yang manja lagi sekarang. Tetapi gadis mandiri! Ayolah, kenapa semua orang menganggapku manja terutama keluargaku dan sekarang kamu!"
Gara terkekeh. Ia menyenderkan pinggulnya pada bemper, memasukkan dua tangannya ke kantong jaket, memandang Sana geli. "Ya, memang faktanya begitu. Kamu selalu merengek pada hal yang tidak sejalan denganmu."
Masih pura-pura kesal, Sana mengikuti posisi Gara dan berkata. "Ya, terserah katamu saja. Tapi makasih, ya. Kamu membantuku."
"Sama-sama. Selama aku bisa, kenapa tidak?"
Menit bergulir, pembahasan mereka hanya seputar hal ringan tentang lingkaran teman-teman mereka dan berujung pada topik pilihan universitas mana yang akan mereka jajaki setelah ini.
"Ada beberapa pilihan PTN yang sudah aku tandai. Tapi pilihan utama pasti UI. Karena kurasa otakku lumayan memenuhi standar kapabilitas di sana. Kalau kamu sendiri, Gara?"
Gara enggan berkomentar. Masalah itu saja masih membuatnya ragu untuk melangkah karena akan memperlebar ditansinya dengan Ica. Beruntung montir langganan Gara datang dan Gara menghela napas lega, perhatian Sana teralihkan.
"Harus dibawa ke bengkel. Karena bukan masalah radiator saja," kata si montir setelah mengeceknya.
Sesuai saran Gara, Sana pun merelakan kunci mobilnya untuk diserahkan pada si montir pria untuk dibawanya ke bengkel.
"Gak usah khawatir, dia bisa dipercaya."
"Bukan begitu. Aku hanya khawatir dengan pink girl-ku saja. Apa masalahnya serius? Dia hadiah ulang tahunku yang ketujuh belas, paling berharga pemberian ayahku. Jadi, aku tidak ingin Pink Girl-ku kenapa-nap."
"Pink girl?" Gara mengerut bingung dengan sebutan aneh Sana.
"Mobilku. Kuberi nama Pink Girl. Lihat karena warnanya pink dan aku pemiliknya perempuan."