11. MTAL - Paviliun Ajudan

6K 697 86
                                    

Sebelum baca, mohon Vote-nya dulu. Semisal masih ada ditemukan typo, saya mohon maaf karena manusia tidak luput dari kesalahan. Happy reading❤

°°°

Suasana makan malam di rumah Pak Nas, selalu ramai. Pasalnya banyak orang yang tinggal di rumah beliau. Jadi, setiap makan pagi dan malam, penghuni rumah akan berkumpul di satu meja yang sama. Karena pada waktu itulah, orang-orang terbebas dari pekerjaan.

"An, tanganmu itu dibaluri odol dulu, biar tidak berbekas." suruh Bu Nas. Wanita itu menundukan diri di sebelah suaminya. Semua makanan sudah terhidang di atas meja. Makanan siap di santap. Orang-orang juga telah lengkap berkumpul.

"Nggak apa kok, Bu Nas. Sudah Ana bersihkan pakai air mengalir tadi. Nanti juga bakalan ilang." tolak Ana halus. Ana menaruh sebuah nampan yang berisi ikan gurame goreng sambal ijo ke atas meja. Setelah itu, Ana duduk di kursinya.

"Haduuhh, Ana ini dibilangin susah sekali," desah Bu Nas geleng-geleng kepala. Sedangkan Ana yang melihat reaksi Bu Nas, terkekeh hambar tidak enak hati.

Tapi mau bagaimana. Saran Bu Nas itu salah sebenarnya. Kalau luka, jangan dibalur menggunakan odol. Harus cepat-cepat dibasuh menggunakan air mengalir. Mungkin karena ini di zaman dahulu. Orang-orang belum terlalu paham mengenai tata cara pertolongan pertama yang baik dan benar.

"Kenapa, Na?" tanya Pak Nas, sedari tadi penasaran apa yang tengah diperdebatkan oleh istrinya.

"Itu loh, Nas. Tangan Ana luka, terkena percikan minyak panas sewaktu menggoreng ikan."

Setelah mendengar penjelasan istrinya, Pak Nas lantas menatap Ana di seberang. Posisi duduk wanita itu persis di sebelah Pierre. Pierre di kiri Ana, dan kanan Ana adalah kursinya Yanti. Di sebelah kanan Yanti, tepatnya kursi tengah di duduki oleh Pak Nas.

"Mana lukanya, An? Saya mau lihat,"

Menuruti perintah Pak Nas, luka bekas terkena minyak panas itu pun Ana tunjukkan. Terlihat kulit Ana melepuh kemerahan. Pak Nas yang sudah tahu kondisi tangan Ana, membulatkan mata.

"Parah sekali! Itu harus di bawa Kedokteran, An. Takutnya infeksi atau apa lah."

"Tuh kan! Besok kita ke rumah sakit deh, An." sambung Bu Nas jadi makin panik.

"Eh eh! Gak perlu, Bu! Ini cuma luka biasa. Kalau sering di kompres makek air dingin juga bakal hilang. Don't panic, okay?"

"Kamu ini sudah ceroboh, keras kepala lagi." celetuk seseorang, membuat kepala Ana menoleh otomatis ke sumber suara itu.

Ternyata yang berceletuk barusan adalah Pierre. Kebiasaan Pierre yang sedikit Ana ketahui, dari pemantaunnya selama tinggal di rumah Pak Nas. Pria itu memang pendiam, tapi suka berceletuk secara tiba-tiba.

Ana berkacak pinggang, dengan mata menatap Pierre marah. "Siapa yang lo bilang ceroboh dan keras kepala, hah?!"

"Aduh, mulai lagi..." gumam Mardiah dengan tangan menyentuh kening pusing. Mardiah tahu, bahwa akan terjadi adu mulut antara Pierre dan Ana seperti biasa.

"Ada seorang wanita yang namanya Princess, tetapi kelakuannya tidak seperti putri." kata Pierre tersenyum miring. Ana terus menatap pria itu dengan alis menukik tajam.

Terjadilah aksi saling tatap antara Pierre dan Ana. Mereka berdua tidak ada yang mau memutuskan pandangan. Lewat tatapan itu, tersulut amarah. Bukan lagi melalui adu mulut.

Tatapan akhirnya diputuskan oleh Ana. Ana mendengus membuang muka. Mulutnya kemudian mengoceh, membalas ucapan Pierre tadi.

"Nama gue itu Princessa, bukan Princess! Anasthasya Princessa Nasution! Artinya, Anasthasya Putrinya Nasution! Yang artinya lagi, gue ini Anak cewek Bapak gue!" sentak Ana menggelegar. Karena diselimuti emosi, Ana sampai tidak sadar turut mengucapkan nama Ayahnya.

Me, the Adjutant's Lover (Pindah ke Karyakarsa)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang