31. MTAL - Menjenguk Bung Karno

2.7K 459 155
                                    

MAU KASIH TAU AJA, SIAPKAN MENTAL DI PENGHUJUNG PART KARENA KALIAN BAKAL DIBUAT KAGET! LEBIH KAGET DARI PART LAMARAN PIERRE KE ANA KEMAREN! APAAN TUH?! BACA AJA LANGSUNG!!!

EITTSS! TAPIII!

VOTE & RAMAIKAN PART JANGAN LUPA KAYAK BIASAA! TERUS BAGI YANG BELOM FOLLOW AKUN SAYA SEGERA FOLLOW YA CINTAHKUUU😚☺. Oke deh, Happy Reading🤗.

Dipublikasikan pada 27 Juni 2023

°°°

Telapak tangan Buya Hamka menyentuh punggung tangan istrinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Telapak tangan Buya Hamka menyentuh punggung tangan istrinya. Buya menegur dengan isyarat karena tahu istrinya itu tengah memancing Ana.

"Memangnya tuduhan-tuduhan yang dilayangkan ke Buya terbukti?" Ana balik bertanya logis. Tak ada yang menjawab. Semua orang hanya saling pandang. "Yaudah, berarti gak bersalah dong. Terus, kenapa mesti dipenjara? Terancam ya? Takut pemerintahan seumur hidup goyah gara-gara tulisan? Lagian sistem pemerintahan demokrasi kok malah mau buat politik kerajaan."

Ana tersenyum lebar tampak menyeramkan. Senyum Ana itu mirip psikopat. Semua orang tercengang lantaran dua hal. Ana yang baru saja menyindir presiden disertai senyumnya.

"Saat itu 12 Ramadhan di tanggal 27 Januari tahun 1964. Saya ingat betul awal mula hari-hari kelam saya datang. Kira-kira pukul 11 siang, saya di jemput di rumah saya, ditangkap, lalu di tahan di Sukabumi." cerita Buya Hamka tiba-tiba. Sontak semua orang diam. Pandangan seluruh orang di sana fokus mendengar lanjutan cerita Buya.

"Diadakan pemeriksaan yang tidak berhenti-henti, siang-malam, petang-pagi. Istirahat hanya ketika makan dan sembahyang saja. 1001 pertanyaan, yah 1001 yang ditanyakan. Yang tidak berhenti-henti ialah selama 15 hari 15 malam. Di sana sudah ditetapkan lebih dahulu bahwa saya mesti bersalah. Meskipun kesalahan itu tidak ada, mesti diadakan sendiri. Kalau belum mengaku berbuat salah, jangan diharap akan boleh tidur."

Buya Hamka menceritakan itu dengan suara gemetar begitupula tubuhnya. Kedua telapak tangan alim ulama itu mencengkeram sarungnya. Sempat terdiam menahan isak, Buya kembali melanjutkan.

°°°

"Sepertinya propaganda kami berhasil. Beritahu kepadaku berapa orang yang berhasil terdokrin? Apakah PKI di masa depan mendapatkan kejayaan atau justru kemalangan?"

Mata Ana membulat menatap Aidit. Sementara pria itu tersenyum lebar penuh kemenangan sebab telah mengetahui identitas Ana. Reaksi yang Ana tunjukkan sudah menjadi jawaban.

"Kenapa? Kenapa dari sekian banyak orang waras di sini, justru orang ini yang tahu tentang gue? KENAPA?!"

"Foto itu." Aidit melanjutkan ucapannya lagi. "Foto keluarga cemara itu. Seharusnya Dik Ana menempatkan foto itu di tempat yang aman setibanya di sini."

Me, the Adjutant's Lover (Pindah ke Karyakarsa)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang