Akan ada penjelasan yang saya buat di bawah. So, nanti simak ya. Semisal ada typo, mohon maaf karena manusia gak luput dari kesalahan. Happy reading😉
°°°
"Papa emang Jendral, tapi Papa nggak akan bernasib kayak keenam Jendral itu!"
Setelah berucap demikian, secara tidak diduga-duga, Ana berlari keluar. Ia menuruni tangga terburu-buru. Berjalan menuju dapur pun sama. Tak kalah terburu-buru. Sembari kakinya melangkah, Ana terus berteriak. Memanggil nama Papanya.
"Paaa! Papaaa!"
Pak Nasution yang tengah menarik kursi meja makan berniat duduk, sontak menoleh ke sumber suara. Di mana ia melihat, Ana sedang berlari menuju ke arahnya.
"PAPA!"
Tubuh Pak Nasution hampir terjengkang ke belakang, kalau tidak tangannya dengan sigap memegang kursi sebagai tumpuan. Ana datang-datang langsung menghambur ke dalam pelukannya.
"Eh, kenapa ini? Kamu kenapa, An?" tanya Pak Nasution kebingungan. Ia mengusap rambut Anaknya itu. Pak Nasution merasakan, Ana menangis di dalam pelukannya.
"Papa jangan mati..." lirih Ana mengungkapkan.
Pak Nasution tambah dibuat kebingungan. Ia tidak mengerti, alasan Anaknya tiba-tiba menyangkut pautkan ia dengan kematian.
Pak Nasution mendongak, kala melihat istrinya datang. Pikirannya langsung menemukan jawaban, tatkala melihat sosok istrinya. Ana tiba-tiba bertingkah aneh seperti ini, pasti ada pemicu. Ini ulah istrinya. Begitu tebakan Pak Nasution.
Lewat tatapannya, Pak Nasution melempari tuduhan yang ia perkirakan. Tahu makna tatapan suaminya, Bu Nasution mengendikkan kedua bahu. Memberi jawaban lewat isyarat, bahwa ia juga tidak tahu.
Perlahan, Pak Nasution melepaskan pelukan putrinya. Ia menangkup wajah Anaknya yang sembab.
"Ana... Ana, Nak. Papa gak akan mati, sayang. Siapa yang bilang begitu, hm?"
"Papa kan, Jendral. Pasti Papa banyak musuh. Iya, kan?" jawab Ana segugukan. "Papa jujur sama Ana. Papa ada musuh gak, di tempat kerja?"
Ucapan Ana membuat Pak Nasution tertegun. Tidak ia sangka, putrinya bisa berpikiran sejauh ini. Memikirkan hal-hal yang dia sendiri saja hiraukan.
"Nggak, sayang. Papa gak ada musuh. Semua teman kerja Papa baik-baik."
Ana menggeleng kuat. Menampik ucapan Papanya yang jujur. "Nggak! Papa pasti bohong! Papa mana tau, kalau Papa punya musuh atau nggak! Sama kayak keenam Jendral itu!"
Alis Pak Nasution mengerut. Coba mencerna ucapan Anaknya. Dan dua detik setelahnya, ia baru paham mengapa anaknya bisa tiba-tiba membahas hal semacam ini. Pak Nasution pun terkekeh.
"Jadi, karena ini? Nggak mungkin dong, sayang. Papamu ini cerdik! Tenaangg,"
Ana mendengus. Bibirnya cemberut, lalu memukul dada Papanya pelan. "Tenang, tenang! Ingat ya, Pa! Ana gak mau jadi anak yatim! Papa harus liat Ana nikah dulu!"
"Berarti setelah kamu nikah, Papa boleh mati gitu?"
"Gak gitu juga!" sentak Ana, membuat Pak Nasution tertawa.
![](https://img.wattpad.com/cover/248957429-288-k193507.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Me, the Adjutant's Lover (Pindah ke Karyakarsa)
Ficción históricaTertidur saat menonton film G30S/PKI bersama Papanya. Bangun-bangun Ana sudah berada di kediaman keluarga Jendral Besar Abdul Haris Nasution, salah satu pelaku film sejarah yang ia tonton. Selain bertemu Jendral Nasution, Ana juga bertemu keenam Jen...