Nih, sudah di update. Tapi gak janji update lagi. Soalnya saya lagi nabung part untuk BataviLove. Sudah saya jelasin loh ya di sini. So, jangan ada neror lagi di comment. Bacanya buat badmood nulis tau:"). Jangan takut, tetap saya lanjutin kok cerita Om Pierre. Saya gak pinter ghosting.
°°°
Ketukan pintu mengisi suasana sunyi di Paviliun Ajudan. Pierre yang sekadar tidur-tiduran, membuka kedua matanya. Ia duduk tegak dari posisi tidur. Pierre menatap pintu Paviliun yang masih terdengar ketukan dari balik sana.
"Siapa sih?" tanya Pierre risih sekaligus heran. Pierre menoleh ke jam di dinding. Ia lihat, jarum jam menunjukkan pukul lima lewat sepuluh menit.
"Siapa yang datang ke sini pagi-pagi buta?" batin Pierre bertanya-tanya seraya bergerak dari kasur, hendak membukakan pintu.
Ceklek!
Saat pintu sudah terbuka, dahi Pierre sontak mengerut. Di hadapannya ada seseorang yang berdiri mengangkat tinggi-tinggi baju dinasnya, sehingga wajah sampai batas perut orang itu tidak terlihat.
Pierre masih diam dengan dilanda kebingungan. Sampai di suatu ketika, kepala orang itu menyembul dari arah kiri.
"Tadaaa! Baju lo udah gue cuci! Sesuai aplikasi ya, Mas."
Seketika wajah Pierre datar. Ternyata orang dibalik baju dinasnya itu adalah Ana. Ana dengan senyum cerah mengembang membawakan baju Pierre di tengah pagi buta.
Dengan wajah yang masih datar, Pierre mengambil baju dinasnya yang Ana serahkan.
"Bilang apa?" tanya Ana menunggu ucapan terima kasih. Ana tersenyum bak Anak kecil yang menanti permen.
"Tidak kamu gosok? Bajunya kusut,"
Harapan Ana musnah. Senyuman Ana berganti wajah kesal. Ana mendengus. "Gak tau terima kasih banget, lo! Udah untung gue cuciin! Percuma lagi!"
"Kan, ini memang tugasmu, karena kamu yang mengotorinya."
Balasan dari Pierre membuat Ana tidak dapat berkata-kata lagi. Karena tidak dapat menimpali, Ana pun merutuk. Pierre melihat saja tanpa berkomentar apa-apa.
"Yaudah-yaudah, sini gue gosokin lagi!" ucap Ana ketus, mengambil kembali baju dinas Pierre secara kasar. Pierre sampai dibuat tersentak.
"Eh, mau ke mana?" tanya Pierre cepat. Tangannya menahan Ana yang hendak masuk ke dalam Paviliun Ajudan.
"Gosok baju lo, lah! Gimana sih?"
"Gosoknya tempat Pak Nas lah, kenapa malah di sini?"
"Emang lo kagak ada setrika? Miskin amat, Ajudan kagak disediain setrika," timpal Ana sangat menusuk di hati, hingga mampu membuat Pierre terdiam beberapa saat.
Ketika Pierre terdiam itulah, Ana memanfaatkan keadaan. Ana melanjutkan langkahnya memasuki Paviliun Ajudan. Kali ini Ana berhasil masuk sampai ke dalam. Pierre yang sudah sadar, panik setelah itu karena melihat Ana sudah ada di dalam. Bisa-bisanya Ajudan seorang Jenderal kecolongan.
Melintas Hamdan di pandangan Ana. Pria itu baru selesai sholat. Ana pun dengan girang menyapa Hamdan, namun sebaliknya Hamdan justru kebingungan.
"Hai, Bang Hamdan, baru selesai sholat ya?"
"Iya--eh, Ana? Kenapa kamu bisa di sini?"
"Ini nih, Pierre protes bajunya ngapa kagak di gosok."
Tatapan mata Hamdan lantas mengarah ke Pierre yang berdiri di belakang Ana. Raut wajah pria itu nampak risih. Hamdan terkekeh setelah itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Me, the Adjutant's Lover (Pindah ke Karyakarsa)
Ficción históricaTertidur saat menonton film G30S/PKI bersama Papanya. Bangun-bangun Ana sudah berada di kediaman keluarga Jendral Besar Abdul Haris Nasution, salah satu pelaku film sejarah yang ia tonton. Selain bertemu Jendral Nasution, Ana juga bertemu keenam Jen...