Halooo! Ada yang rindu cerita ini? Seberapa banyak yang rindu Ana dan Om Pierre?! Komen dong! Oh ya, jangan lupa juga tinggalkan banyak komentar yaa, sebagai bentuk dukungan. Supaya saya semakin semangat ngetiknya. Jujur, saya kehilangan feel cerita ini😔. Tapi, bismillah semoga cerita ini selesai setelah saya masuk kuliah. Aamiin!
Diingatkan lagi, jangan lupa VOTE & COMMENT!
°°°
Ana keluar membawa satu ember berisi pakaian penuh. Ia akan menjemur pakaian-pakaian yang telah ia cuci. Meski sore, terik matahari masih bisa dimanfaatkan panasnya untuk sekadar mengeringkan pakaian. Ana perkirakan besok pagi pakaian-pakaian yang ia jemur sudah kering.
Di luar, Ana bertemu Pierre. Pria itu tengah mencuci mobil. Sempat beberapa detik Ana terdiam di tempat lantaran kontak matanya dan Pierre saling bertemu. Secara serempak pula kedua orang itu memutuskan pandangan dan pura-pura tidak terjadi apa-apa. Mereka fokus kembali ke kegiatan masing-masing. Pierre yang lanjut mencuci mobil, dan Ana yang melangkah menuju tempat jemuran berada. Posisi jemuran letaknya tak jauh dari mobil yang Pierre cuci. Alhasil jarak Ana dan Pierre pun tak terlampau jauh.
Diam-diam Pierre melirik Ana. Tangannya fokus mengusap mobil menggunakan spons, namun matanya mengarah ke Ana. Pierre penasaran saja apa yang sedang dikerjakan Ana. Dilihatnya Ana tengah memeras pakaian pertama.
Tanpa Pierre duga, Ana menengok ke arahnya. Spontan Pierre memalingkan pandangan. Pierre tertangkap basah tengah curi-curi pandangan pada seorang gadis. Pierre coba bersikap tenang pada pekerjaannya. Mengusap bodi mobil teratur, mengabaikan Ana yang masih menatapnya. Tidak tahu saja hati Pierre ketar-ketir saat ini.
"Apa sih, nih orang? Gak jelas banget," batin Ana jengkel.
Ana kembali melanjutkan pekerjaannya. Ingin ia mengajak Pierre berdebat lantaran sudah kepergok memandangnya. Tapi, setelah Ana pikir-pikir, itu akan membuang waktu. Menyelesaikan pekerjaannya lebih penting.
Setelah melihat Ana sudah kembali ke pekerjaannya, Pierre baru bisa bernapas legah. "Sepertinya dia tidak sadar kalau tadi aku menatapnya. Syukurlah,"
Waktu berlalu tanpa adanya percakapan diantara dua orang itu. Mereka fokus pada pekerjaan masing-masing. Pierre bersiul sembari membilas mobil dinas Pak Nas menggunakan aliran keran.
"Ck, bisa diem gak?!"
Pierre sontak berhenti bersiul dan menatap Ana dengan alis berkerut bingung. Sementara Ana menatap Pierre kesal.
"Apa?" tanya Pierre bingung.
"Lo tuh kalo kerja yang gerak tangannya, bukan mulut! Gak konsen jadinya gue kerja, tau! Lo berisik!"
"Kamu datang bulan?"
"NGGAK!" jawab Ana bernada tinggi. Ana tambah kesal karena Pierre malah bertanya hal di luar konteks pembicaraan.
"Terus, kenapa marah? Aku cuma bersiul, bukan dangdutan."
"Anj--" Ana menahan ucapannya yang akan melontarkan kata-kata kotor untuk Pierre.
"Anj apa?" tanya Pierre.
"Akh, udah lah, gak tau!"
Ana memilih kembali menjemur baju, tidak melanjutkan perdebatannya dengan Pierre. Sudah Ana perkirakan. Berdebat dengan Pierre akan buang-buang waktu saja. Membuat diri sendiri kesal jadinya.
Melihat Ana yang kesal begitu, Pierre tersenyum tipis. Sama halnya dengan Ana. Pierre kembali membilas mobil. Namun, baru beberapa detik berlalu dengan keheningan, tiba-tiba terdengar suara Ana menginterupsi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Me, the Adjutant's Lover (Pindah ke Karyakarsa)
Ficção HistóricaTertidur saat menonton film G30S/PKI bersama Papanya. Bangun-bangun Ana sudah berada di kediaman keluarga Jendral Besar Abdul Haris Nasution, salah satu pelaku film sejarah yang ia tonton. Selain bertemu Jendral Nasution, Ana juga bertemu keenam Jen...