GAAESSS PART INI TOTALNYA 5 RIBUU YAAWW! JADI TOLONG RAMAIKAN KARENA SAYA UDAH NYEMPETIN UP DEMI KALIAN HUHUHU😭. Sedih tau kalo lapak tuh sepi, padahal ngetik itu butuh ide, meluangkan waktu, dan nahan ngantuk. Vote & Comment yang banyak juga berpengaruh ke ranking di tagar. Jadi Vote dan Comment kalian tuh berpengaruh untuk mengangkat cerita ini lohhh!
JADI RAMAIKAN LAPAK DAN HAPPY READING! KALO MASIH DITEMUKAN TYPO, MOHON MAAF AJE NIH! BUATNYA NGEBUT KARENA DIKEJAR WAKTU🫂.
Dipublish pada 30 Juli 2023
°°°
Kurang lebih dua puluh menit berlalu Pak Nas menunggu di dalam persembunyian. Merasa situasi sudah aman, perlahan penuh waspada Pak Nas keluar dari balik drum dengan tertatih-tatih. Kedua kakinya luka akibat terkena pot bunga saat mendarat.
Pak Nas menatap pot-pot yang berjejer di bawah dinding. Terdapat tanaman kaktus di salah satu pot. Pak Nas meringis melihatnya.
"Untung tidak mendarat di pot itu kakiku. Ana sih, cerita setengah-setengah. Dia tidak bilang kalau di sejarah kakiku kena pot saat melompat." gerutu Pak Nas mulai berjalan menuju rumahnya di sebelah. "Kabar yang lain bagaimana, ya? Semoga mereka baik-baik saja."
Pak Nas berhenti di depan pagar rumahnya. Nampak keadaan rumahnya kacau. Ajudan-ajudannya sedang melepaskan diri dari tali yang dipakai Cakrabirawa untuk menyekap mereka.
Pak Nas mendesis. Memanggil para Ajudannya untuk mendekat. Panggilan Pak Nas itu disadari satu persatu oleh Ajudannya. Segera mereka mendekat.
"Pak Nas! Bapak selamat?!"
"Iya."
Kepala Pak Nas celingak-celinguk. Mencari dua Ajudannya yang lain.
"Hamdan dan Pierre mana?"
"Saya di sini, Pak!" sahut Hamdan lari tergopoh-gopoh mendekat.
"Pierre mana, Hamdan?"
Pertanyaan Pak Nas menggantung tanpa jawaban. Baik Hamdan maupun Ajudan lain ragu untuk memberitahu Pak Nas tentang kenyataan yang telah terjadi.
"Hamdan?" Pak Nas bersuara, menyadarkan Hamdan agar segera bicara.
"Pi--Pierre... Pierre diambil mereka, Pak."
"Loh, kok bisa?!" suara Pak Nas meninggi drastis. Tentu ia sangat kaget menerima laporan kalau Ajudan yang telah ia anggap layaknya Adik kandung itu malah diculik.
"Mereka mengira Pierre itu Pak Nas."
"Kenapa bisa mereka salah sasaran?" Pak Nas menatap tak percaya segala pengakuan Hamdan tadi, namun begitulah kenyatannya. Dada Pak Nas mendadak sesak. "Terus Ade bagaimana?"
"Ade dibawa Ibu ke kamar, sebentar lagi Ibu akan ke rumah sakit, Pak."
Gigi Pak Nas beradu. Geram atas kejadian yang menimpanya hari ini. Namun Pak Nas cepat-cepat berpikir rasional karena teringat salah satu pesan Ana. Bahwa setelah kejadian ini ia harus pergi ke suatu tempat. Kepala Pak Nas mengangguk, lalu setelahnya memberi perintah. Pak Nas menunjuk satu persatu Ajudannya.
"Kamu Sumargono, tolong bawa saya ke Dapartemen Pertahanan dan Keamanan. Dan Hamdan, kamu hubungi Pangdam Jaya Mayjen Umar Wirahadikusumah dengan menggunakan KOTI. Laporkan kepada beliau, bahwa telah terjadi penyerangan yang khususnya dilakukan oleh pasukan Cakrabirawa di rumah kita. Lalu, kamu Marinir, kawal Ibu untuk mengantar Ade ke rumah sakit. Sisanya kalian berjaga di sini."
"Baik, Pak!"
Ditemani Sumargono dan Iparnya, Bob Sunarjo, Pak Nas bergegas menuju Departemen Pertahanan dan Keamanan. Pak Nas pergi menggunakan mobil Kostrad yang dikendarai oleh Letkol Hidajat Wirasondjaja. Nanti setibanya di lokasi tujuan, Pak Nas akan mengirim pesan ke Soeharto. Sesuai dengan yang Ana perintahkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Me, the Adjutant's Lover (Pindah ke Karyakarsa)
Ficção HistóricaTertidur saat menonton film G30S/PKI bersama Papanya. Bangun-bangun Ana sudah berada di kediaman keluarga Jendral Besar Abdul Haris Nasution, salah satu pelaku film sejarah yang ia tonton. Selain bertemu Jendral Nasution, Ana juga bertemu keenam Jen...