21. MTAL - Darah itu Merah Jenderal

6.3K 587 331
                                    

Sebelum baca jangan lupa VOTE & SPAM COMMENT YAA! Please, satu part ini saya buat panjang karena lagi mood nulis. 4.500 kata untuk malam ini, jadi part kali ini ramein yuk! Bacain komentar kalian itu nambah mood tau. Dan bisa aja ini part terakhir saya bisa update, soalnya udah masuk kuliah. Hehe, libur telah usai🙏.

Oke deh! Hati-hati ranjau typo bertebaran di mana-mana. Saya udah semaksimal mungkin revisi, kalo masih menemukan typo, saya mohon maaf. Maklum, namanya juga manusia.

Happy reading😘

°°°

Ana menatap heran tiga orang yang sedang menunjukkan ekspresi syock di depannya. Bola mata Ana lalu bergerak meneliti pakaiannya. Perasaan, cara berpakaiannya tidak ada yang salah. Ia hanya mengenakan dress menjuntai berwarna merah disertai kerudung dengan warna seirama pula.

 Ia hanya mengenakan dress menjuntai berwarna merah disertai kerudung dengan warna seirama pula

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Baju pesta, dress buatan Ana sendiri." Ana menjawab santai pertanyaan Pak Nas, namun tatapan mereka masih belum berubah. Ana berdecak. "Kalian kenapa sih?!"

"Bukan, Ana, cuma pakaianmu itu agak--eemm..."

"Mencolok." Pierre menyela ucapan ragu-ragu Bu Nas. Bu Nas terbelalak mendengar penyampaian Pierre yang blak-blakan.

"Mencolok? Mencolok gimana?" Ana bertanya ulang. Nada suara wanita itu kali ini terdengar tidak senang.

"Bu--bukan! Bukan mencolok!" sergah Bu Nas gelagapan.

"Maksudnya, warna pakaian kamu itu terlalu menarik, Ana. Kenapa harus warna merah?" sela Pak Nas meluruskan. Bu Nas bernapas legah.

"Ya itu. Karena Ana emang suka menarik perhatian. Jiah, anjay! Awokawok!" jawab Ana setelahnya tertawa puas. Tiga orang itu kembali dibuat melongo mendengar jawaban enteng Ana barusan.

°°°

Rombongan keluarga Pak Nas akhirnya sampai di Istana merdeka, tempat di selenggarakannya pesta ulang tahun orang nomor satu Indonesia. Sekitar tampak ramai tamu undangan berdatangan. Orang-orang penting semua, dilihat dari cara berpakaian mereka. Bahkan beberapa yang datang sepertinya tamu dari luar negeri. Wajah khas eropa dan tubuh jangkung, siapapun bisa langsung menebak bahwasanya itu adalah orang Eropa.

"Widiihh, rame!" seru Ana yang tak lama mendapat balasan berupa bisikan dari Pierre di sebelah.

"Iya, makanya kamu jangan ke sana ke mari, nanti hilang."

"Anjir! Jangan bisik-bisik juga dong!" protes Ana, spontan menjauh dari Pierre. Ia menatap Pierre sengit seraya mengusap-usap kuping.

"Kenapa memangnya?"

"Geli, woi! Pakek nanya lagi!"

"Sini, kubisiki kuping satunya lagi."

"Anjiran, kagak!"

Me, the Adjutant's Lover (Pindah ke Karyakarsa)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang