Putar lagu yang sudah saya sediakan di mulmet ya. Cocok banget mengiringi Ana dan Pierre lagi di Mall. Semisal masih ada typo yang ditemukan, saya mohon maaf karena manusia tidak luput dari kesalahan. Budayakan vote sebelum baca. Comment juga karena komentar kalian adalah semangat saya. Happy reading🤗
°°°
Mitzi membekap mulutnya, syock melihat posisi Pierre dan Ana saat ia datang. Dua orang beda gender itu berada dalam posisi saling berhadapan dan dekat pula. Posisi yang intim untuk sepasang insan.
"Oh, astaga kalian!" pekik Mitzi, mengangetkan Pierre dan Ana.
Saat melihat kedatangan Mitzi, langsung saja Ana mendorong tubuh Pierre agar jarak mereka berjauhan. Ana menatap Mitzi panik, begitu pula Pierre.
"Mitzi, ini tidak seperti apa yang kamu lihat! Aku dan dia--"
"Sudah! Sudah cukup!" sela Mitzi, alhasil keinginan Pierre untuk menjelaskan gagal. "Aku sudah melihatnya dengan sangat jelas. Pierre, untung yang melihat baru aku. Semisal yang melihat tadi Pak Nas atau Bu Nas? Selesai sudah!"
"Tapi, Mitzi, kejadiannya bukan begitu. Dia ini yang--"
"Ada apa ini? Kok ribut sekali,"
Untuk yang kedua kalinya, penjelasan Pierre terputus. Kali ini penyebabnya karena kedatangan Roos. Adik Mitzi dan Pierre datang dengan wajah bingung, pasalnya dari kejauhan ia mendengar keributan.
"Bukan apa-apa, Roos!" tukas Mitzi cepat. Wanita itu tersenyum lebar menunjukkan deretan giginya. "Tadi itu hanya... Pierre. Dia mengoceh, kenapa kita lama sekali."
"Haduh Kakak, wajar bila wanita lama. Mereka ingin berdandan dulu." timpal Roos, tidak terima atas penjelasan Mitzi yang sebenarnya bohong. Jadi Pierre yang kena dampak masalah.
"Tapi, dia tidak lama tuh." tunjuk Pierre ke Ana, tapi detik berikutnya ia ralat. "Aku lupa, dia bukan wanita."
Ana terbelalak, "Apa lo bilang?"
"Apa? Saya bilang, kamu bukan wanita. Ada yang salah?" balas Pierre enteng, ia malah balik bertanya. Membuat Ana bertambah kesal.
"Heh! Anak TK aja tau kalo omongan lo itu salah! Jelas gue wanita lah, yakali transgender macam Lucinta Luna! Hellaw!"
Bola mata Pierre berputar malas mendengar Ana mengoceh panjang lebar. "Saya memang bilang kamu bukan wanita, tapi kamu perempuan. Makanya, dengar dulu penjelasan orang. Jangan langsung main di potong."
Mulut Ana terbuka sedikit. Paling bisa Pierre menyangkal. Ana tahu, itu hanya akal-akalan Pierre supaya tidak terlihat salah. Padahal sebenarnya maksud pria itu memang begitu. Ingin mengatakan bahwa Ana bukanlah wanita.
"Sudah-sudah! Sampai kapan kita pergi, kalau ribut terus? Ayo, masuk-masuk!" sergah Mitzi, menjadi penengah keributan. Mitzi menarik gagang pintu mobil jok belakang. Mitzi yang berencana duduk di belakang, langsung dicegah Pierre.
"Kamu mau apa, Mitz?"
"Jelas aku mau duduk, apalagi?"
"Kenapa kamu duduk di belakang? Biasanya kamu duduk di depan."
"Hari ini aku ingin duduk dan mengobrol bersama Roos di belakang. Jadi, Ana saja yang menggantikan posisiku di depan menemanimu." alasan Mitzi yang ditolak Pierre mentah-mentah.
"Tidak! Aku tidak mau! Lagipula mengapa kamu tiba-tiba mau duduk di belakang?" Pierre memicingkan mata curiga. Ia merasa ini adalah akal-akalan Mitzi semata.
Sementara Mitzi tertawa melihat Pierre sedang mencari kebohongan dikedua matanya. Mitzi pun menimpali dengan alasan logis. "Pierre, Ana ini pendatang baru di Indonesia. Jadi, dia memang seharusnya duduk di depan, supaya bisa melihat pemandangan kota Jakarta dengan leluasa."
KAMU SEDANG MEMBACA
Me, the Adjutant's Lover (Pindah ke Karyakarsa)
Ficção HistóricaTertidur saat menonton film G30S/PKI bersama Papanya. Bangun-bangun Ana sudah berada di kediaman keluarga Jendral Besar Abdul Haris Nasution, salah satu pelaku film sejarah yang ia tonton. Selain bertemu Jendral Nasution, Ana juga bertemu keenam Jen...