Jika Awan memang tak ingin lagi menjadi temanku, maka aku akan membantunya.
Setelah aku tahu bahwa Awan hanya berlaku dingin padaku, dan tidak dengan teman kelasnya atau siapa pun yang ia kenal, aku benar-benar sakit hati dan kecewa.
Maksudku, salahku apa?
Tapi aku sudah terlalu lelah untuk memikirkan alasannya dan lebih memilih untuk mengikuti apa yang Awan inginkan saja. Jika Awan ingin aku menjauh, maka aku akan menghormati keputusannya.
Aku tidak lagi ke rumahnya. Di sekolah, aku lebih banyak menghabiskan waktu di kelas. Aku bahkan hanya terhitung dua kali melihat sosoknya di sekolah. Itu pun, sebelum ia melihatku, aku sudah melipir menjauh duluan.
Saat aku yang dulu menjauh dalam rangka menjalankan misi, aku masih memiliki harapan bahwa kami bisa kembali akrab seperti dulu. Tapi di titik ini, aku membesarkan hati bahwa mungkin pertemanan kami akan berakhir seperti ini.
Jika di siang hari, aku tidak terlalu memikirkan perkara ini karena disibukkan dengan rutinitas bersama kawan-kawanku. Maka di malam hari, ketika yang tersisa hanya ada dan gitar di kamar, rasanya selalu menyesakkan diserbu kenangan dan kenyataan sekaligus, bahwa hubungan kami takkan seperti dulu lagi.
Spirit patah hati itu yang kubawa di panggung Notasi malam ini. Aku tak dapat menahan sesak menyanyikan lirik:
Aku tak tahu apa yang terjadi antara aku dan kau. Yang kutahu pasti, kubenci untuk mencintaimu.¹
Adi adalah satu-satunya yang menyadari bahwa sudut mataku berair usai menyanyikan lagu tersebut. Ia sama sekali tak bertanya kenapa. Senyumannya menjadi jawaban bahwa ia tidak ingin tahu alasanku bersedih malam ini, ia hanya ingin aku sedikit lebih kuat untuk menyanyikan lagu selanjutnya.
Ia mendekat padaku, menepuk bahuku sekali dan memberi senyumannya yang paling hangat yang pernah kulihat. Aku dan Adi jarang berbicara, tapi entah kenapa kami selalu mudah saja untuk saling membaca perasaan masing-masing. Mungkin ini adalah bentuk ikatan pikiran para pejuang cinta bertepuk sebelah tangan.
Namun meski Adi sudah menyalurkan semangatnya padaku, aku tetap tak mampu membendung sesak di dada menyanyikan lagu ketiga. Ketika aku tiba pada lirik:
Ketika malam telah tiba, aku menyadari kau takkan kembali.²
Aku tidak bisa menjadi kuat. Aku hanya remaja SMA. Ini kali pertama aku jatuh cinta, kali pertama patah hati, kali pertama kehilangan sahabat. Semuanya sekaligus. Aku tidak cukup dewasa untuk menanggung semua ini.
Aku hanya bisa berharap Notasi yang gelap membuat orang-orang luput akan kesedihanku ketika aku mengusap sudut mata.
***
"Tadi itu performance yang emosional banget, Ra," suara Kak Kaisar samar-samar memasuki indra pendengaranku.
Seluruh teman-temanku sudah pulang. Aku sengaja tinggal lebih lama usai penampilan kami tadi dengan alasan menunggu Kak Kaisar. Mereka tidak tahu, itu hanya akal-akalanku saja agar ditinggalkan sendiri.
Jadilah aku duduk di sudut lantai dua Notasi, menelungkupkan kepala di meja karena terlalu berat rasanya kehilangan Awan. Di Notasi ada banyak kenanganku dengan sosok sahabatku itu, itulah yang membuatku ingin tinggal lebih lama di sini.
Di Notasi Awan membantuku menemukan impian, membantuku mengembangkan kemampuan bernyanyiku, menghiburku, membuatku tertawa, menemaniku sepanjang malam.
Sepekan ini rasanya berat sekali. Dan bernyanyi malam ini di Notasi adalah kulminasi. Aku sadar bahwa aku begitu rindu Awan hingga untuk melangkah pulang pun rasanya begitu berat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Detoksifikasi Dopamin dalam Lima Babak
Teen Fiction[novel] • telah tamat pada 10/01/21 Gelora menyadari bahwa ketika jatuh cinta, otaknya memproduksi dopamin dalam jumlah berlebih yang membuatnya ingin selalu bersama Awan-pria yang ia jatuh cinta padanya. Namun, jatuh cinta pada Awan adalah bencana...