4.5. Gelora dan Awan yang Selesai Ujian

1.3K 452 23
                                    

Sepulang sekolah, begitu kami menyelesaikan ujian Bahasa Inggris, kami langsung melenggang senang hati menuju rumah Luna, berlatih band sesuai janji. Sebenarnya esok hari masih ada satu ujian lagi, yaitu ujian tertulis mata pelajaran Olahraga. Namun, guru olahraga kami sudah mengabarkan bahwa besok hanyalah ujian formalitas.

Nilai yang akan di-input oleh guru olahraga adalah nilai praktek kami dan nilai kuis yang setiap dua minggu sekali beliau adakan. Jadi mengenai sabtu esok, kami tiada kekhawatiran lagi.

Saat kami semua tengah berbaring di studio Luna, melepas penat sepulang sekolah sambil membicarakan probabilitas keberhasilan ujian kami, asisten rumah tangga Luna masuk ke dalam studio dengan membawa nampan berisi minuman juga camilan.

"Eh, makan dulu, guys," ajak Luna pada kami semua. "Makan siangnya belum jadi, jadi camilan dulu, ya."

"Makasih banget, loh, Lun, jadi nggak enak nih ngerepotin," ujar Okan berpura-pura tidak enak hati, padahal dia yang paling semangat bangun dan menghampiri nampan duluan. Kami yang sama laparnya dengan Okan akhirnya tanpa malu-malu ikut melingkari nampan.

"Nggak apa-apa, Mamiku seneng justru kalau rumah ramai begini. Mami lagi happy banget tuh masak di dapur."

Sekarang memang sudah jam makan siang. Tadinya, kami ingin pulang ke rumah dulu sebelum ke studio Luna, tapi Luna mengatakan bahwa kami tidak perlu pulang karena Maminya mengundang kami makan siang bersama. Kami tentu senang-senang saja.

"Abis makan, kita main UNO dulu, yuk," ajak Okan. "Aku bawa kartu UNO nih dari rumah."

"Ayo deh, hitung-hitung refreshing abis ujian," setuju Adi, begitu pun Luna dan Rafka yang tampak tak keberatan.

Hanya aku yang mesti menimbang sejenak. "Aku mesti pulang sebelum jam lima, nih, kita main UNO-nya lama nggak?"

"Kenapa pulang cepet?" tanya Luna, "Bukannya kalian mau sampai abis magrib di sini?"

"Siapa bilang?" tanya Rafka menyuarakan keheranan kami.

"Okan," jawab Luna lugu.

Kami kompak menatap Okan yang hanya menyengir santai. Okan sepertinya sangat menyukai studio musik Luna hingga mengambil keputusan seorang diri.

"Aku nggak bisa sampai malam, soalnya ntar malam ada les," kataku.

"Loh, nggak libur? Kan sekarang ujian," tanya Rafka.

"Aku ambil kelas persiapan SBMPTN juga, jadi tetap intens lesnya," jawabku. "Malah katanya nanti kalau abis UN, kita bakal les lima hari seminggu. Aku udah capek duluan mikirnya."

"Ya udah nggak usah les," sahut Okan solutif.

Aku hanya memberikan segaris senyum datar padanya, berkata sinis, "Saran bagus, bro."

"Memangnya kamu mau kuliah jurusan apa?" tanya Rafka padaku.

"Jurusan musik," jawabku mantap, kemudian menjelaskan lebih lanjut kembali tanpa diminta, "Tapi Universitas dalam negeri, soalnya orang tuaku nggak ngebolehin di luar negeri. Terus pilihan kedua aku jurnalistik, waktu kelas 11 kan aku pernah masuk klub jurnalistik, ternyata seru. Jadi kalau nggak jadi musikus, aku pengen jadi wartawan musik aja. Kalau kalian?"

"Aku mau Kedokteran" jawab Rafka. Kami semua sudah bisa menduga. Rafka pintar dan dia tipikal pemimpin yang senang menolong teman-temannya. Profesi Dokter sudah tepat sekali untuknya.

"Tidak surprise," kataku terus terang, membuat yang lain tertawa.

"Kalau aku juga pengen musik kayak Lora, tapi keluarga pengen aku ngambil Hukum," timpal Okan bermuatan curhat.

Detoksifikasi Dopamin dalam Lima BabakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang