3.4. Tampil di Notasi

1.4K 515 63
                                    

Setengah jam duduk di sofa kafe Notasi, kamiㅡaku, Okan, Luna, Rafka, dan Adiㅡtenggelam dalam keterdiaman masing-masing. Suara berisik Okan menyeruput minumannya tidak cukup membuat kami rileks dan mengolok-olok Okan seperti biasa.

Ini bukan kali pertama aku tampil di Notasi, tapi rasa gugupku mendadak hadir saat menyadari aku bertanggung-jawab atas performa kami malam ini.

Ketika aku membujuk Kak Kaisar hendak membawa temanku ikut tampil, aku menjanjikan padanya penampilan yang lebih memukau daripada penampilanku yang biasa.

Janji tersebut tak begitu memberatkanku sebelumnya, tapi melihat teman-temanku gugup, suasana kafe yang kebetulan ramai, aku jadi terbawa keraguan. Apakah kami bisa tampil baik? Bagaimanapun, kami hanya anak SMA.

"Tegang amat kalian." Tepukan Kak Kaisar di kepalaku membuatku menoleh dan mendongak padanya.

Rupanya Kak Kaisar menghampiri kami dan tiada satu pun dari kami yang sadar hingga ia bersuara.

"Nggak usah tegang, enjoy aja," nasihat Kak Kaisar lagi. Sebelumnya aku telah memperkenalkan teman-temanku kepada Kak Kaisar. "Yok, sekarang giliran kalian."

"Anjir," umpatan pelan ini mengalun dari bibir Okan yang duduk di sebelahku. "Jadi pengen pipis."

Mau tak mau kami semua jadi terbahak karena celetukan Okan.

"Toiletnya di sebelah sana," ujar Kak Kaisar yang tadi iku terkekeh sambil menunjuk ke sudut kiri kafe.

Sementara Okan sudah terbirit-birit menuju toilet, kami berjalan menuju panggung yang saat ini sudah ditinggalkan performa sebelum kami; solois pria yang suaranya adem sekali.

Saat berjalan ke arah panggung, aku mengalungkan lenganku pada lengan Kak Kaisar sembari berbisik. "Kak Kai, kayaknya aku bakal ingkar janji deh."

Kak Kaisar menunduk menatapku. "Janji apa?"

"Janji buat tampil memukau," balasku lirih.

Kak Kaisar hanya tersenyum menenangkan menatapku. "Kamu cuma perlu nyanyi seperti biasa, itu sudah memukau, kok."

Senyumku seketika mengembang mendengar penuturan Kak Kaisar. Tak peduli ia membual atau tulus, hatiku menjadi lebih ringan rasanya.

Aku tak paham, barangkali karena pabrik pembuatan Kak Kaisar dan Awan sama, mereka berdua selalu bisa membuatku tenang. Awan menenangkanku dengan aksinya, sementara Kak Kaisar selalu menenangkanku dengan kata-kata dan pembawaannya yang dewasa.

Kepada Kak Kaisar yang menguarkan aura ke-kakak-an, meski jarang berinteraksi, aku bisa dengan mudah bermanja padanya.

"Thank you, Kak!" ucapku senang sambil melepaskan kaitan lenganku di lengannya dan menuju panggung dengan lincah.

Kami berempat sudah berada di panggung. Luna duduk di belakang drum dan menatapku sambil mengulas senyumnya yang manis. Ia tampak lebih menikmati suasana sekarang, barangkali karena sudah bersama belahan jiwanya: drum.

Di sisi kanan, Rafka serius sekali menyetel gitarnya bersama Adi yang sejak tadi sesekali melirik Luna kilat, lalu mengedarkan kembali pandangan seolah-olah ia hanya menoleh-noleh acak ke kerumunan.

Saat aku mengeluarkan bass dari tas, Okan terlihat tergopoh-gopoh menyusul kami. Ia segera mengambil posisi di belakang keyboard.

Aku menarik napas saat mereka semua sudah memberi kode kesiapan padaku lewat anggukan. Mataku menangkap sosok Kak Kaisar yang duduk di kanan panggung, tersenyum cerah menatapku.

Baiklah, mari kita mulai.

***

"Aku usul lagu Padi, Begitu Indah," usulku pada yang lain saat kami berlatih di rumah Luna siang tadi.

Detoksifikasi Dopamin dalam Lima BabakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang