Satu hari (pagi) sebelum tampil di Notasi...
"Guys," panggilku pada Okan, Rafka, Adi dan Luna. Kami sedang makan bersama di kantin. Aku yang menginisiasi perkumpulan ini untuk membicarakan sesuatu. "Jadi aku tuh sebenarnya tiap dua minggu sekali manggung di Notasi, kalian mau join, nggak?"
Mata Adi, Okan dan Rafka tampak membelalak, sementara Luna hanya menatap tanpa ekspresi berarti. Aku tahu mereka berempat pasti tahu Notasi, tak ada manusia di kota kami yang tertarik pada musik tapi tak tahu Notasiㅡkafe yang setiap tiga kali seminggu menyajikan pertunjukkan musik dari band atau penyanyi biasa. Banyak penyanyi atau band yang akhirnya tenar berawal dari manggung di Notasi.
Setiap dua minggu sekali, pada hari minggu, aku akan tampil di sana, membawakan tiga lagu. Selama ini aku selalu tampil solo, tapi kali ini aku ingin mengajak serta keempat temanku ini.
"Emangnya bisa?" tanya Adi.
Aku mengangguk mantap. "Bisa. Besok kebetulan jadwal manggungku di sana. Jam delapan malam, tiga lagu. Lumayan kan kalau kita bisa tampil dua minggu sekali di sana, anggap aja latihan sebelum acara perpisahan nanti."
"Kok aku nggak tahu, ya, kamu sering manggung di sana, padahal aku biasa ke Notasi, loh," respon Rafka, sepertinya dia masih terksesima karena aku punya jadwal rutin tampil di sana.
Notasi memang terkenal bebas saja menerima siapa pun yang ingin tampil, asalkan mereka memang terbukti bisa bernyanyi, toh mereka tidak dibayar mahal. Di awal Notasi berdiri, bahkan beberapa penyanyi tidak dibayarㅡtermasuk aku.
Aku telah bersama Notasi sejak ia awal berdiri dua tahun lalu, itu semua karena kekuatan orang dalam-tentu saja. Kaisar, kakak Awan, adalah salah satu pendiri kafe tersebut, ia bersama dua orang temannya yang membangun dan megelola Notasi sejak awal. Dan Awan adalah yang merekomendasikan agar Kak Kaisar mempercayakan panggung padaku.
"Gelora bisa nyanyi?" tanya Kak Kaisar skeptis saat itu.
Kami bertigaㅡaku, Awan dan Kak Kaisarㅡduduk bersantai di ruang tengah rumah Awan. Awan yang memanggilku untuk ke rumahnya, katanya ada hal penting yang harus kuketahui. Hal penting itu rupanya adalah Notasi.
"Bisa, Kak," jawabku bersemangat lalu bertitah kepada Awan penuh gaya. "Awan, ambilkan aku gitar."
Awan tidak menolak, ia berlari menaiki tangga menuju kamarnya di lantai dua. Tidak lama kemudian, ia turun dengan gitar di tangan kanannya.
"Kak Kaisar bisa request lagu, mau lagu apa?" kataku percaya diri.
Awan sendiri sudah siap dengan gitar, mengiringiku.
"Terserah," jawab Kak Kaisar.
Aku mengangguk takzim lalu menoleh pada Awan. "Wan, lagu biasa."
Aku berdiri, mengambil remote tv dan menjadikannya mikrofon imajiner. Bertingkah seperti penyanyi, aku berdiri di atas sofa seolah benda tersebut adalah panggung.
Kak Kaisar dan Awan mendongak menatapku, mereka duduk bersila di lantai. Senyum penuh percaya diri kutunjukkan sembari mengacungkan telunjukku ke arah Awan, menjentikkan jari, Awan mengerti dan langsung memetik gitarnya. Ketika itu, Awan hanya mendengus geli akan tingkahku sementara Kak Kaisar menggeleng-geleng menatap kami.
Aku menarik napas dan mulai menyanyikan bait pertama.
Yesterday all my troubles seemed so far away. Now it looks as though they're here to stay. Oh I believe in yesterday¹
Aku larut dalam nyanyianku dan petikan gitar dari Awan. Aku selalu menikmati waktu-waktu seperti saat itu, bernyanyi dan berkumpul bersama orang terdekatku. Seketika aku melupakan tujuanku untuk memukau Kak Kaisar agar ia mau merekrutku ke Notasi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Detoksifikasi Dopamin dalam Lima Babak
Teen Fiction[novel] • telah tamat pada 10/01/21 Gelora menyadari bahwa ketika jatuh cinta, otaknya memproduksi dopamin dalam jumlah berlebih yang membuatnya ingin selalu bersama Awan-pria yang ia jatuh cinta padanya. Namun, jatuh cinta pada Awan adalah bencana...