"Sampe kapan bakal diliatin terus?"
Jennie menatap Wonwoo sekilas, lalu tersenyum kecil. Ia kembali menatap minumannya, "Ngga nafsu."
Wonwoo menghela nafas pelan. Entah kenapa, ia selalu ikut larut dengan apa yang Jennie rasakan. "Jangan terlalu dipikirin."
"Tapi, Joy ada benernya juga. Kalo aja gue nyamperin dia waktu itu, mungkin semuanya bakal selesai."
"Dan lo bakal mati di waktu itu juga."
"Itu lebih baik."
"Jennie Kim."
Jennie menatap Wonwoo dengan tatapan kosong, gadis itu benar-benar sedang kebingungan.
Melihat hal tersebut, Wonwoo segera bangkit dan kembali mendudukkan dirinya di samping Jennie. Ia mendekap tubuh gadis itu, mencoba memberinya ketenangan.
"Lo ngga bakal nyesel percaya sama gue?" tanya gadis itu tiba-tiba.
"Ngga." Wonwoo menggeleng. Pria itu melepaskan dekapannya, kemudian mencubit hidung Jennie. Ia tiba-tiba menatap Jennie dengan intens.
"Kenapa?"
"Cantik."
Mendengar hal itu, lantas Jennie bergidik ngeri, "Lo ga ada bakat di bidang ini, Wonu. Jangan maksain." ucapnya lalu terkekeh.
Wonwoo mengangguk setuju, "Gue tau."
"Tapi, makasih."
Wonwoo ikut tersenyum, saat melihat senyuman Jennie kembali muncul di wajahnya. Diam-diam, ia menghela nafas lega.
Ting! Ting!
"Kalian bikin grup baru?" tanya Jennie saat melihat pesan asing masuk ke dalam ponselnya.
Wonwoo terlihat mengangguk ragu, "Daniel yang bikin."
ORANG YANG MASIH HIDUP (16)
Kun
Pulang sekolah, kumpul di kafe biasa
Pada bisa, kan?
09.35 AM.Joy
Gue gabisa
Sorry
09.35 AM.Jennie kembali menghela nafas saat baru saja membaca pesan dari Joy. Joy pasti tidak ingin bertemu dengan dirinya untuk saat ini.
"Gue ngga usah ikut aja ya?" tanya Jennie yang masih fokus pada ponselnya.
Wonwoo menggeleng. "Lo harus ikut."
"Tapi, Won─,"
"Joy bilang dia ngga bisa ikut, Jen. Mau lo ikut atau ngga, dia tetep ngga bakalan dateng. Ini bukan salah lo."
°°°°°
"Joy sama Hanbin beneran ngga ikut?" tanya Jennie sambil mendudukkan dirinya pada salah satu bangku yang ada di dalam kafe tersebut.
Semua teman-temannya datang, kecuali Sana, Momo, Jeongyeon, Ten, dan Jun seperti biasanya. Ditambah lagi Joy dan juga Hanbin.
Daniel menggeleng, "Udahlah, biarin aja."
"Gue pulang aja, ya? Nanti kalian suruh mereka buat dateng ke sini."
Wonwoo segera mencekal lengan Jennie yang hendak berdiri, lalu menariknya agar kembali duduk. "Diem."
Kun menghela nafas pelan, "Mendingan lo diem di sini, Jen. Gue mau ngomong─,"
Drrt... Drrt...
Baru saja Kun akan membuka suara, ponsel salah satu dari mereka berbunyi. Ternyata itu ponsel milik Rowoon.
"Sebentar ya."
Mereka hanya kompak mengangguk.
"Polisi?" gumam Rowoon pelan.
"Hah?!"
Rowoon segera mengangkat telpon tersebut, "Halo, pak."
"Selamat sore. Apa benar ini dengan nak Rowoon?" tanya seseorang di seberang sana memastikan.
"Iya, benar." balas Rowoon sembari bergantian menatap teman-temannya.
"Kami ingin memberi tahu anda sesuatu."
Rowoon segera menyalakan loudspeaker pada ponselnya sebelum kembali membalas perkataan polisi tersebut, "Ada apa, pak?"
"Setelah kami coba untuk memeriksa CCTV, ternyata benar, mereka berdua pulang dalam keadaan mabuk. Mereka sempat mengobrol beberapa menit, lalu obrolan mereka terhenti karena ada panggilan masuk. Si pria mengangkat telpon tersebut dan si wanita ikut mendengarkan. Tapi setelah telpon ditutup, mereka berdua justru bertengkar. Mereka saling dorong dan akhirnya... mereka jatuh."
"Kami sedang mencoba untuk memeriksa ponsel mereka, namun tidak bisa. Ponsel mereka ikut jatuh dan rusak." lanjut polisi tersebut.
"Jadi, kalian bakal berhenti?" tanya Doyoung tiba-tiba.
"Kami akan melakukan penyelidikan lebih lanjut dalam tiga hari ke depan. Tapi jika tidak ada hasil, kami akan menghentikannya."
Mereka semua kompak menghela nafas kasar.
"Tapi, kami sempat menemukan ponsel lain di dalam saku celana si wanita."
Mata Sejeong mendadak berbinar. Ia segera mendekatkan mulutnya pada ponsel Rowoon. "Kita boleh ke sana sekarang, pak?"
"Silakan saja."
"Makasih, pak."
Sambungan telepon langsung terputus begitu saja.
"Orang yang kemarin gue temuin di apartemen..."
Jaehwan segera menoleh pada Jennie. "Dia kenapa?"
"Dia juga lagi nelpon seseorang. Tapi, orang itu nelpon, setelah kejadian." balas Jennie jujur.
Youngjae terlihat sedang memikirkan sesuatu. "Mungkin ngga sih, kalo pelakunya ada dua orang? Atau mungkin... lebih?"
°°°°°
Mereka masih mengotak-atik ponsel Chungha selama hampir satu jam. Tapi, mereka tidak menemukan apa pun di dalam ponsel tersebut.
Ponsel itu memang masih berfungsi dan bisa menyala, tetapi riwayat panggilannya kosong. Mereka mencoba menelpon ponsel itu terus-menerus, namun tidak berhasil. Ponselnya tidak berbunyi.
Doyoung mengambil ponsel tersebut dan membuka sesuatu lalu berdecak. "Pantesan, ngga ada kartunya."
"Maksudnya? SIM card? Kartu perdana?" tanya Daniel bingung.
Jaehwan yang duduk di samping Doyoung pun langsung menggeleng. "Bukan. Ngga ada kartu X*, T*lkomsel, Ax*s, Ind*sat, Tr* ataupun Sm*rtfren di handphone-nya Chungha."
"Bodo amat."
Wonwoo memutar bola matanya jengah. "Berarti, pelakunya yang ngambil?"
"Bisa jadi." balas Sejeong mengangguk setuju.
"Sekarang, kita harus gimana?"
Jaehwan menoleh pada Kun, lalu mengusap wajahnya gusar. "Otak gue udah buntu."
"Sama. mendingan kita tungguin hasil dari polisi tiga hari ke depan aja deh." balas Youngjae memberi saran.
"Setuju!" jawab mereka kompak, kecuali Jennie masih diam.
Rowoon menghela nafas pelan, "Jen?"
Jennie ikut menghela nafas lalu menatap mereka satu persatu. "Kalian yakin mau nyerah sekarang?"
"Lo sendiri yakin masih mau lanjut?"
Sejujurnya, Jennie sudah merasa lelah. Haruskah ia berhenti sampai sini saja?
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Who Did It - They Did It
Mystery / Thriller❝ Jadi, siapa pelaku yang sebenarnya? ❞ 「Jennie ft.96 Line」 Season 1 : WHO DID IT Season 2 : THEY DID IT