TDI : O5

612 144 24
                                    

"Sumpah, bercanda lo ngga lucu."

"Gue serius."

"Ngga mungkin, Jung. Kalo semua itu bener, ngapain nyokap nyuruh gue buat sekolah di sini?"

"Ya gue ngga tau." Jaehyun mengedikkan kedua bahunya.

Jennie segera membereskan tasnya lalu bangkit dari tempat duduknya. "Gue mau pulang."

"Tapi, ini hari pertama lo."

"Jung, gue harus pastiin sesuatu."

"Apa? Lo mau nyamperin Jungkook lagi?" Jaehyun terlihat menghela nafas panjang. "Dengerin gue baik-baik, Jen. Ngobrol sama dia ga akan ngerubah apapun. Malah, dia mungkin bakal macem-macem sama lo. Jadi, jangan gegabah."




°°°°°




"Semua yang dibilang Jaehyun ngga bener, 'kan?"

"Berhenti ngerasa kalo semua yang lo lakuin ini bener."

"Maksud lo?" Jennie kembali mencekal pergelangan tangan Jungkook yang hendak pergi. "Jawab dulu."

"Semua yang Jaehyun ungkapin, itu bener. Lo sumber utama masalahnya. Lo penjahat yang sebenarnya, Jennie."

"Jeon, maaf... "

Jungkook mendecih. "Lupain semua rencana balas dendam lo itu. Ngga ada gunanya, Jen. Lo bakal kalah. "

"Daniel harus dihukum." Jennie menggeleng tegas.

"Lo bisa serahin semuanya ke polisi."

"Percuma, Jeon."

Jungkook menatap kedua manik Jennie lekat. "Lo harus bersyukur, Jen. Lo masih bisa hidup sampe sekarang, itu karena Wonwoo. Jadi tolong, jangan bikin pengorbanan Wonwoo sia-sia."

Jennie mulai melepaskan cekalan tangannya. Ia setia menatap lurus ke arah sang adik Wonwoo, "Jungkook... maksud lo bukan itu, 'kan?"

"Lo bener. Jantung yang berdetak di dalam tubuh lo sekarang... itu jantung milik Wonwoo."



°°°°°




"Setelah kecelakaan 3 tahun lalu, Wonwoo ngga langsung meninggal, Jen. Dia dibawa ke rumah sakit dan koma. Keluarga gue sengaja malsuin semua termasuk makamnya biar Wonwoo aman. Tapi, semuanya sia-sia."

"Waktu sadar, dia langsung nanyain lo. Gue bilang, gue ngga tau. Tapi Wonwoo marah sampe akhirnya gue jawab jujur. Gue bilang waktu di perjalanan ke rumah sakit, gue sempet liat lo ketemu Daniel di cafe. Habis itu, Wonwoo bener-bener langsung panik. Dia maksa ambil kunci mobil gue tapi untungnya masih bisa gue tahan."

"Tiba-tiba, dia minta waktu buat ngobrol berdua sama dokter di sana. Gue setuju, gue keluar dan ngga ada niatan sedikit pun buat nguping percakapan mereka berdua. Di sini gue juga salah, Jen."

"Sekitar 2 hari setelah mereka ngobrol, Wonwoo meninggal karena jatuh dari rooftop rumah sakit. Pastinya keluarga gue ngerasa ada yang aneh. Akhirnya dokter itu buka mulut dan ngaku kalo sebenernya Wonwoo bukan orang pertama yang minta donorin jantungnya ke orang lain. Dokter itu dibayar sama Wonwoo buat ngejalanin semua sandiwaranya. Tapi sekarang, dokter itu di penjara dan bakal dihukum secepatnya. Sampe sini, lo masih yakin kalo semuanya murni cuma kesalahan Daniel?"

Langit sudah gelap, tapi Jennie masih berjalan menelusuri jalanan tanpa arah. Semuanya kacau. Haruskah ia mati sekarang juga? Atau justru ia harus melanjutkan hidup dengan dihantui rasa bersalah selamanya?

Kakinya berhenti berjalan ketika ia berada di depan sebuah gedung megah ditempatinya 3 tahun lalu. Itu adalah bangunan sekolah menengah milik keluarga Kang.

Sebuah kebetulan, gerbangnya terbuka. Jennie segera masuk tanpa ragu. Ia kembali melangkah menyusuri setiap koridor sekolah tersebut.

"Cari siapa ya, kak?"

Jennie terlonjak saat dia orang gadis tiba-tiba muncul di hadapannya. "Gue...mau jemput adik gue."

"Nama adiknya siapa, kak? Mungkin kita bisa bantu cari dia."

"Namanya?" ulang Jennie. "Ngomong-ngomong, kalian lagi ngapain di sini? Ini udah malem lho." tanya Jennie mencoba mengalihkan topik.

Kedua gadis tersebut telihat saling bertukar pandang satu sama lain dan terlihat gelisah.

"Kita mau selidikin sesuatu, kak." jawab gadis berambut pirang pada akhirnya.

"Tentang?"

Gadis lainnya menoleh pada Jennie. "Kejadian murid yang jatuh dari rooftop di setiap bulannya."

"H-hah?"

"Kenapa, kak?"

"Eh, gapapa." Jennie menggeleng cepat. "Kalian pulang sekarang aja ya? Gue pesenin taksi."

"Tapi, kak—,"

"Malem ini, biar gue sama adik gue yang jaga di sini." Jennie memberikan ponselnya pada kedua gadis tersebut. "Sekarang, cepet tulis nomor gue di ponsel kalian. Kalo ada apa-apa di jalan, kalian langsung kabarin gue ya? Kalo ada yang aneh di sekolah, gue juga pasti langsung ngasih kabar ke kalian kok."

"Seriusan, kak?"

Jennie mengangguk yakin. "Dulu, gue juga sekolah di sini. Kalian bisa percaya sama gue, 'kan?"

Kedua gadis tersebut terlihat bertukar pandang, kemudian keduanya mengangguk ragu.

"Taksinya udah nyampe di depan."

"Kita pulang duluan ya, kak."

Kedua gadis tersebut langsung berlari menuju gerbang dengan tergesa-gesa. Sepertinya, mereka ketakutan.


Jennie menghela nafas dalam-dalam dan perlahan melanjutkan langkahnya menelusuri sisa lorong di sana.


Langkahnya kembali terhenti dan pandangannya terpaku pada perpustakaan sekolah tersebut. Kejadian tiga tahun lalu kembali berputar di dalam kepalanya.

Tiga tahun yang lalu, salah satu teman Jennie mengalami kecelakaan tepat di depan perpustakaan ini. Dia tertembak oleh peluru Daniel tepat di tempat Jennie berdiri saat ini.

Tetapi jika dipikir-pikir kembali, sepertinya ada yang janggal. Setelah kejadian itu, Jennie dan temannya yang lain tidak tahu dimana makam pria tersebut berada. Apakah pria tersebut benar-benar sudah meninggal?

Ditambah lagi, pria itu hanya tinggal sendirian di apartemen. Dia juga memiliki hubungan yang sangat buruk dengan keluarganya dan memilih untuk tidak pernah berhubungan lagi dengan mereka.

Itu artinya, tidak mungkin jika pria itu akan kembali pulang ke rumah orang tuanya.



Lalu, kemana Kun pergi menghilang?

[✓] Who Did It - They Did ItTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang