39. PENJAHAT YANG SESUNGGUHNYA

2.2K 360 192
                                    

Maaf ya telat update

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Maaf ya telat update. Maklum, mahasiswi tingkat akhir yang mulai sibuk ngurus skripsi. Next part insyallah gabakal lama kok. Makasih buat yang setia menunggu💕

➖➖➖

39. PENJAHAT YANG SESUNGGUHNYA

Dua jam menunggu di depan pintu ruang UGD tak membuat Oife lelah. Sepasang matanya menjurus lurus ke bawah. Memandang sendal rumahan yang sedang dia pakai.

Seharusnya pun Oife tidak mengenakan celana pendek saat keluar rumah. Kalau tahu akan berakhir di tempat ini, Oife pasti memilih jeans panjang. Ya, meskipun sewaktu di Inggris seringnya berpenampilan seksi, tetap saja harus sopan ketika datang ke tempat umum. Apalagi ini di Indonesia.

Oife menghembuskan napas kasar. Pamitnya Sharga mengurus sisa pasiennya, menjadikan dirinya tak ada teman mengobrol. Sekitarannya sepi. Beberapa perawat tadinya sempat hilir mudik di depannya. Namun kini tak terlihat keberadaan makhluk lain. Setidaknya lampu di lorong itu menyala terang. Kalau redup, Oife berasa lagi syuting film horor.

Pintu kaca tiba-tiba terbuka. Oife langsung menghampiri dokter pria yang sempat bertanya padanya sebelum memeriksa Razor.

"Kamu keluarga pasien?" tanya dokter tersebut.

Oife menggeleng, "Bukan dok. Saya temennya pasien. Gimana dok keadaan temen saya? Dia baik-baik aja kan?"

"Bisa hubungi keluarga pasien? Saya ingin memberitahukan hal penting kepada mereka." Dokter muda itu mengabaikan pertanyaan Oife seolah tengah menutupi sesuatu. Oife tidak tenang. Dia gelisah sekaligus merasa bersalah.

Menuruti ucapan sang dokter, Oife buru-buru menghubungi Sharga namun pria itu sudah lebih dulu menahan pergerakannya. Suara baritonnya terdengar menginterupsi di belakangnya.

"Pasien itu putera saya, Mar." Sharga melangkah tergopoh-gopoh ke hadapan Damar. Rekan kerja merangkap sebagai teman baiknya di rumah sakit tersebut.

"Serius, Ga?"

Sharga mengangguk dengan napas terengah sebab berlari-larian dari lantai empat melalui tangga darurat untuk sampai ke ruang UGD.

"Bukannya puteramu menetap di Inggris?" Damar bingung. Pasalnya Sharga pernah mengatakan kalau anak satu-satunya sedang menempuh pendidikan di negara tetangga.

"Udah mau sebulan di sini. Jadi, gimana kondisi puteraku? Apa ada masalah?" tanya Sharga khawatir.

"Sebaiknya kita bicarakan hal ini di ruanganku." Damar berlalu setelah menepuk pelan pundak Sharga. Sharga mengusap kasar wajahnya. Meski awalnya Sharga sangat yakin puteranya mampu melewati kesakitannya, dalam hati Sharga ragu apakah puteranya itu bisa bertahan mengingat kata pihak rumah sakit yang meneleponnya bilang kalau keadaannya lumayan parah.

JENARO Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang