Oife yang dijebloskan ke rumah sakit jiwa oleh cowok tak dikenal akhirnya memendam dendam. Hingga tujuan hidupnya hanya satu, membuat cowok itu berada di posisinya.
Namun, siapa sangka bahwa tidak semudah itu pembalasan yang dia rencanakan. Malah Oi...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
45. SECEPAT ITU
Akhirnya Galan dan Raka mengalah untuk urusan kendaraan. Keduanya dengan berat hati masuk ke mobil Jenaro yang sudah diisi oleh Oife juga si pemiliknya.
Bisa dibilang hubungan persepupuan mereka belum membaik. Galan rasa-rasanya enggan memaafkan segala tuduhan Jenaro padanya. Terlebih masalah yang kerap menimpa Oife dan perlakuan kasar yang beberapa kali menyakiti cewek itu. Galan takkan mampu melupakannya.
Manusia terbodoh yang hanya mengandalkan rasa percaya itu tidak pantas mendapatkan maaf dari siapapun yang sudah disakitinya tanpa sadar.
Untuk kali ini, demi Oife pastinya, Galan mencoba menepis egonya dalam kelancaran acara makan siang mereka. Sementara Raka tak terlalu peduli pada perubahan sikap Jenaro yang lebih banyak diam setelah memutuskan tunangannya.
"Sunyi amat dah macem kuburan." Oife menyeletuk saat mobil baru sepuluh menit melaju di jalan raya. Tidak ada tanda-tanda kehidupan seolah hanya ada dirinya di dalam sini.
Jenaro memilih fokus pada jalanan. Galan menutup matanya padahal tidak mengantuk sama sekali. Sedang Raka sibuk bermain game dengan kepala bersandar di jok.
"Ngomong kek, nyanyi kek, teriak kek, makan kek, sendawa kek, kentut kek, apapun itu coba deh keluarin suara emasnya."
Tidak ada sahutan.
"Apa suara lo bertiga suara tembaga? Atau besi? Timah? Terus lo pada insecure gitu sama suara emas gue? Bener kan?" Oife menghela napas panjang. Terus bergumam, mengingatkan dirinya sendiri untuk bisa menahan emosi.
"Tadi aja sebelum pergi bacot-bacotan. Sekarang malah jadi bisu mendadak. Kalian kenapa sih? Ada masalah hidup apa? Sini-sini cerita sama tante. Canda tante."
Jengah berada di tengah patung-patung bernyawa ini, Oife memberanikan diri menolehkan kepalanya ke arah Jenaro yang tiga detik lalu memperhatikan Oife melalui ekor matanya.
"Tumben lo gak rewel. Abis mutusin si ular kadut langsung galau lo ye?" tanya Oife penasaran akan kebungkaman Jenaro.
Jenaro meliriknya singkat sebelum mengembalikan tatapannya ke depan, "Siapa bilang?"
"Gue barusan."
"Lo salah. Gue gak galau."
"Terus kenapa lo aneh?"
Jenaro menghembuskan napasnya, "Gue lagi malas berdebat sama lo. Apalagi sama dua curut di belakang."
"Lo pikir gue tertarik berdebat sama lo?" Galan refleks menendang kursi Jenaro. Membuat tubuh sepupu laknatnya itu sedikit terguncang sampai terdorong ke depan. Jenaro mengumpat tertahan sembari melayangkan tatapan tajamnya ke si pelaku utama.
"Kalo bukan karena Oife, gue mah ogah naik mobil berdosa ini. Jadi, udah lo pake buat ngapain aja sama si mantan?" sindirnya dengan nada sinis. Galan semakin menaruh benci pada Jenaro. Entahlah. Galan muak saja melihat wajahnya.