11. HIJAU TAPI BUKAN LUMUT

2.3K 331 31
                                    

11. HIJAU TAPI BUKAN LUMUT

Oife ingat betul pada masa perceraian kedua orang tuanya tiga tahun yang lalu. Saat itu umur Oife 15 tahun dan Oife masih duduk di bangku SMP. Oife akui dulu dia sama sekali tidak mengerti apa arti perceraian. Kenapa kedua orang tuanya datang ke sebuah gedung dengan dikelilingi orang-orang-orang berjas hitam.

Semakin tidak mengerti lagi saat memasuki satu ruangan dengan banyaknya kursi tertata rapi juga meja berada di paling depan ruangan tersebut. Oife teringat akan sinetron yang pernah dia tonton di televisi sewaktu Oife bosan ditinggal sendirian oleh orang tuanya. Oife mengikuti jalan cerita sampai habis. Oife sempat tidak paham ketika si pemeran utama wanita menceraikan sang suami dan berakhir di tempat yang sama seperti tempat yang kedua orang tuanya datangi kala itu.

Ada lagi yang membuat Oife semakin terlihat bodoh saat Ibu dan Ayahnya memilih duduk terpisah yang mana jaraknya terlampau jauh. Sementara Oife juga Ozi duduk di kursi bagian belakang. Tidak diperbolehkan bergabung dengan sang Ibu ataupun papanya. Beberapa menit duduk seperti tidak punya tujuan hidup, ketukan palu terdengar nyaring di telinganya.

Acara yang lebih cocok disebut pertemuan itu pun selesai. Bahkan Anta tidak sekalipun melirik ke arah istrinya yang tak lain adalah Mamanya.

Ada pancaran luka yang bisa Oife lihat di bola mata indah Ibunya. Oife hanya sedih saat Ibunya tidak menghampirinya melainkan berlalu begitu saja tanpa mengecup keningnya atau memeluknya sembari menggumamkan kata cinta untuknya.

Oife yang tidak tahan memandang kepergian Ibunya memilih mengejar. Rekaman memorinya masih bagus. Apa saja yang Ibunya bilang Oife jelas ingat hingga detik ini. Saat berhasil memberhentikan langkah sang Ibu, Oife berkata ingin ikut. Tapi Ibunya malah menangis dan mengatakan jika Oife tidak bisa ikut bersamanya. Oife tentu sedih sekali. Oife menangis sejadi-jadinya. Itu kali pertama Oife kembali menitikkan air matanya saat dirinya beranjak remaja.

Setelah Oife SMA, barulah Oife tahu apa itu perceraian. Oife begitu terpukul atas apa yang menimpa kedua orang tuanya. Oife mengira Ibunya sibuk bekerja sampai lupa pulang. Nyatanya mereka sudah berpisah yang artinya hubungan diantara mereka tidak lagi disebut sepasang suami istri tapi mantan suami istri.

Dan hari ini, kedua kalinya Oife menjatuhkan air matanya setelah sekian lama berusaha untuk tegar. Oife gagal menjadi cewek kuat dan Oife benci dirinya yang lemah ini.

Air matanya melesak tiada henti. Membiarkan jejaknya mengaliri pipi mulusnya. Oife mematut penampilannya di depan cermin. Oife sengaja mengunci pintu toilet agar siapapun tidak bisa masuk. Agak malu mendapat tatapan kasihan dari seluruh penghuni sekolah.

Seragamnya kotor akibat noda kecap yang mewarnai hampir setengahnya. Oife tidak menyangka Jenaro berani melakukan itu dan Oife tahu akan satu hal. Apa yang Jenaro peringatkan sungguh-sungguh dia lancarkan. Jenaro membuatnya sakit hati seperti ucapannya tadi malam. Hanya saja insiden yang menimpanya diluar ekspektasinya.

Satu kesimpulan yang dapat Oife tarik. Jenaro setega itu.

Apa cowok itu buta hingga tanpa beban melumuri seragamnya dengan kecap?

Cuma karena Oife menyebut nama Jena, Jenaro jadi emosi begitu? Oife tidak habis pikir! Emang siapa sih Jena-Jena itu?!

Oife terisak sambil terus membersihkan noda hitam itu dengan tisu yang sudah dia basahin. Bukan menghilang justru semakin merambat kemana-mana. Sekali lagi memperhatikan penampilan kacaunya di pantulan cermin, Oife membuang tisu ke bak sampah di sudut ruangan. Atas sesak yang menghimpit rongga dadanya, Oife meluruh di lantai. Tak peduli gedoran keras di luar sana. Disusul suara seseorang yang sangat Oife hafal luar kepala.

JENARO Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang