9. SEBUAH ULTIMATUM
Jenaro memberhentikan motornya di tepi jalan saat ponselnya berdering sampai berkali-kali. Jenaro yang memang selalu mengangkat panggilan dari seseorang yang dia kenal maupun nomor asing kini dibuat malas ketika melihat nama si pemanggil.
Layar ponselnya yang tadinya terang perlahan meredup saat Jenaro sengaja menonaktifkannya. Untuk apa salah satu anggota Trio Bangsul meneleponnya alias Saguna hanya karena cowok itu sudah rebahan di ranjangnya.
Kurang kerjaan.
Langsung saja Jenaro hapus pesan dari Saguna yang isinya berupa foto selfienya sedang memeluk guling. Jenaro mengumpat pelan lalu menyimpan ponselnya ke dalam saku celana. Kalau Jenaro tahu Saguna cuma ingin memamerkan dirinya yang sudah berada di kamarnya, Jenaro pun ogah menjeda perjalanannya.
Baru saja Jenaro akan menghidupkan mesin motornya, suara tidak asing terdengar nyaring sampai membuat atensinya berpindah ke sumber asal muasal. Matanya memicing lurus ke depan sana guna memperjelas pandangannya. Justru dipermudah saat seseorang yang figurnya masih buram sebab terhalang kaca helm bersuara lagi. Sepertinya seseorang itu memanggilnya. Tapi dengan sebutan yang sangat familiar.
Cowok gendeng?
Siapalagi kalau bukan cewek sinting itu! Ah, apa beneran Oife?
Jenaro membuka helmnya, membiarkan poninya berantakan dan benar saja. Oife tengah berdiri di trotoar dengan dikelilingi lima cowok yang berdiri membelakanginya. Betapa terkejutnya Jenaro saat kelima cowok itu berbalik, Jenaro bisa melihat wajah mereka.
"Ularga?" gumam Jenaro pelan.
Jenaro bergumam lagi, "Razor?"
Turun dari motornya, Jenaro mengambil langkah lebar namun setiap langkahnya seolah menghantarkan magnet yang menarik-narik hati Oife agar menyatu dengan tubuh Jenaro. Bahasa lain di kamus hidupnya Oife, Oife jadi pingin meluk Jenaro yang tampak mempesona mengenakan jaket jeans hitam.
Kalau saja Jenaro pacarnya tidak terhitung berapa kali Oife meminta dipeluk sama Jenaro dalam sehari.
Sialan!
Fokus, fokus, fokus!
Jenaro itu musuh bebuyutannya! Oife tidak boleh menaruh rasa suka pada Jenaro! Bisa gawat! Dendamnya tidak bisa tersalurkan nantinya! Oife kan pingin Jenaro dikurung juga di RSJ!
Dan Jenaro sudah berdiri di hadapan Razor. Jenaro mengulurkan satu tangannya seperti ingin berkenalan. Razor dengan senyum miring di wajahnya terlihat menyambut uluran tangan Jenaro.
"Apa kabar Razor? Udah lama kita gak ketemu." Jenaro berujar dengan memasang tampang datar. Oife yang bingung pun hanya menatap keduanya dalam diam. Mendadak jadi anak kalem. Begitu juga keempat teman Razor.
Razor menjawab, "Baik. Lo sendiri gimana kabarnya? Udah siap belum bertempur melawan Ularga?" tanyanya santai yang lebih terdengar menyepelekan Jenaro.
"Ada lo keadaan gue semakin membaik. Ah, kalo soal siap apa gaknya jelas Rebellion selalu siap. Terlebih gue gak akan membiarkan Ularga merusak apa yang udah gue dan team gue persiapkan." Jenaro menepuk singkat pundak Razor, "So, gue tunggu tanggal mainnya, mantan teman."
Sekilas tentang Ularga, dulunya sebelum geng itu terbentuk. Razor adalah teman dekat Jenaro. Dari semasa duduk di bangku SMP. Keduanya begitu akrab sampai Razor menganggap Jenaro saudara kembarnya. Meski bukan dan tidak ada kemiripan sama sekali, keduanya sangat kompak dalam hal apapun. Kecintaan terhadap motor, bola, hewan sampai mengoleksi sepatu. Rumah Jenaro ibarat rumah kedua bagi Razor. Sebaliknya Jenaro yang menganggap rumah Razor adalah rumah keduanya dikala Jenaro lagi suntuk ketika selalu ditinggal berpergian oleh orangtuanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
JENARO
Teen FictionOife yang dijebloskan ke rumah sakit jiwa oleh cowok tak dikenal akhirnya memendam dendam. Hingga tujuan hidupnya hanya satu, membuat cowok itu berada di posisinya. Namun, siapa sangka bahwa tidak semudah itu pembalasan yang dia rencanakan. Malah Oi...