29. BEGITU BERHARGA

2.1K 328 132
                                    

Part sebelumnya pecah sm komen kalian huhu makasih ya udah ikut meramaikan😭💙

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Part sebelumnya pecah sm komen kalian huhu makasih ya udah ikut meramaikan😭💙

➖➖➖

29. BEGITU BERHARGA

Sebelumnya Jenaro tidak pernah seemosional ini menanggapi sesuatu hal yang begitu sepele. Seolah darah di seluruh tubuhnya dididihkan di atas kobaran api. Panasnya menyebar drastis.

Rasa-rasanya barang-barang di sekitarnya ingin Jenaro lemparkan ke segala penjuru. Persetan dengan nyawa orang lain. Jenaro tidak akan peduli semisal salah satu dari barang tersebut mengenai mereka. Asal emosi yang menggelapkan matanya segera musnah.

Melihat dari jarak jauh saja membuat Jenaro hampir membunuh anggota yang sedang berkumpul di markas. Apalagi jarak dekat. Mungkin riwayat mereka sudah tamat tertimbun di dalam tanah. Tidak berani menyeruakan pendapat atau memberi nasihat untuk sang ketua. Diam lebih aman. Maka saat Jenaro membawa Raka di keadaan cowok itu yang tampak baik, jangan harap meninggalkan tempat dengan keadaan yang sama.

Tentu bisa dikatakan parah sebab seragam Raka penuh bercak darah yang sudah mengering. Raka pulang diantarkan Oife sampai menaiki taksi yang cewek itu pesan.

Jenaro tahu. Tapi tidak menahannya. Sebut saja sebagai permintaan maafnya pada Raka karena telah lancang mengganggu miliknya. Lalu setelah taksi datang dan menghilang dari pandangannya, Jenaro langsung cabut tanpa mempedulikan nasib Oife. Pulang dengan siapa dan menggunakan transportasi apa, Jenaro enggan memikirkannya.

Isi otaknya disita oleh satu nama yang berhasil membungkam mulutnya selama keempat temannya terlalu larut dalam pembicaraan mereka. Di tengah sesaknya keramaian, bahkan Jenaro sama sekali tidak terusik. Fokusnya pada ponsel yang dia genggam erat.

"Nyesel lo udah mukulin Raka?" Tiba-tiba pertanyaan itu dilontarkan Saguna lantaran Jenaro diajak bicara tidak merespon.

Jenaro tersentak pelan kemudian mengalihkan pandangan, "Mau gue pun dia mati di tangan gue. Sayangnya gagal."

"Semarah itu lo sama Raka karena dia mendekati Oife? Atau karena rasa benci lo ke Raka semakin gak karu-karuan?" Dilemparkan sebuah kenyataan mengingatkan Jenaro akan kesalahan yang sudah Raka ciptakan. Bila teringat kembali setiap jengkal perbuatan Raka padanya, Jenaro kerap meluapkan amarahnya dengan menghabisi Raka sampai babak belur.

"Lo mending tutup mulut. Gue lagi gak mau berdebat."

Rain turut andil mengemukakan isi hatinya. "Gak becus banget lo jadi ketua. Masalah pribadi lo campur aduk ke para anggota lo yang gak tau apa-apa. Payah dalam mengendalikan emosi memang lo rajanya. Gengsi pula. Lo aja sini yang mati di tangan gue," ujarnya dingin dengan raut tanpa ekspresi.

Kilat tajam terpancar di kedua matanya. Jenaro menggebrak meja membuat seisi kantin terkaget-kaget. Menjadikan kumpulan mereka sebagai tonton gratis. Mungkin kalau Jessica juga di sana, Jenaro bisa menahan kekesalannya terhadap Rain yang terlampau bernyali mencari ribut.

JENARO Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang