54. TITIK TERANG

2K 335 1.2K
                                    

Kalian baca part ini sambil ngapain??

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kalian baca part ini sambil ngapain??

Stok kesabaran kalian masih ada kan?


TIM BAR-BAR MANA SUARANYA? MARI SPAM RAME-RAME!!

➖➖➖

54. TITIK TERANG

Siang itu Oife memutuskan untuk pergi dari rumahnya. Berlari secepat mungkin agar siapapun, baik ayah dan abangnya tidak dapat mengejar langkahnya. Tanpa alas kaki, tanpa jaket di tubuhnya juga tanpa memegang dompetnya yang sudah kosong, Oife menyusuri trotoar dengan air mata yang tak kunjung berhenti mengalir.

Hatinya terlalu sakit. Fisiknya terlalu lemah. Kakinya terlalu lemas berjalan. Rasa-rasanya Oife ingin menabrakkan dirinya di depan sebuah truk yang melaju kencang di jalanan supaya penderitaannya ini cepat berakhir.

Gampang dilakukan asal dia memiliki nyali. Butuh waktu beberapa detik saja tapi Oife masih ingat akan dosanya. Oife nekat ingin mengakhiri hidupnya. Hanya tinggal melangkah sedikit, maka tubuhnya benar-benar akan terhempas jauh dan mungkin organ-organnya tidak lagi utuh. Atau lebih tepatnya berceceran mengenaskan di sembarang tempat.

Ibunya adalah satu-satunya alasan yang membuat Oife mampu bertahan walau hatinya tak mampu lagi menampung rasa sakit itu. Karena Ibunya lah yang pada akhirnya memantapkan langkahnya untuk mundur dan memutar haluan. Oife menjauhi jalanan raya ke tempat paling damai. Tempat di mana dia bisa mendengar kicauan burung, deburan ombak menerpa karang juga desiran angin yang membelai permukaan kulit serta rambut panjangnya.

Berjam-jam Oife di dermaga. Bermodalkan sisa lembaran uang merah di saku celananya, Oife berhasil sampai di depan kediaman Ibunya pukul 7 malam. Rumah yang sudah berminggu-minggu tidak dia sambangi. Oife merindukan Ibunya. Namun dia sadar bahwa hari ini, malam ini, kehidupannya seratus persen berubah. Orang-orang terkasihnya mulai dia tinggalkan.

Kakinya penuh luka. Sayatan-sayatan kecil terlihat memenuhi sekitaran tumitnya. Tidak peduli akan kondisi kakinya, begitupun tangannya yang sudah sedingin es. Oife berjalan nyaris tertatih-tatih, berusaha mencapai pagar dengan sambil mengerang kecil.

Ketahuilah bahwa luka di kakinya tidak sebanding dengan luka yang ada di hatinya.

Tangisnya terdengar lirih. Oife menghentikan langkahnya setelah menutup kembali pagar itu.

"Ya ampun, Oife. Kamu kenapa, Nak?" Sharga yang baru turun dari mobil terlihat panik menghampiri Oife. Pria itu dilanda syok berat menyadari betapa mengerikannya penampilan anak remaja tersebut. Hal pertama yang Sharga lakukan adalah langsung memeluknya. Menghantarkan rasa aman, memberikan dadanya sebagai sandaran perempuan yang sudah dia anggap anak angkatnya itu.

JENARO Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang