Hapus bukunya dari perpus!

1.7K 97 7
                                    

"Eisa, tugasmu hari ini adalah membantu wakil ketua mafia, untuk melenyapkan tikus rakyat, yang ada di istana negara."


Tikus rakyat, mendengar panggilannya membuat seorang gadis mengangkat sebelah sudut bibirnya ke atas. Gadis itu segera melangkahkan kaki menuju kamarnya. Dia mengambil jaket hitam, sepatu, sekaligus menyiapkan senjata api di balik jaketnya.

Eisa menyembunyikan sebuah tato kecil bergambar angkat delapan di bahu, dengan jaket hitamnya. Tak lupa, dia mengikat rambut panjang berujung ikal miliknya, hingga membentuk ekor kuda. Penampilan serba hitam ini, harus Eisa pertahankan di malam hari. Dia berharap, kegelapan malam bisa membantunya untuk menyembunyikan diri sekaligus menghabisi mangsanya.

"Penghianat rakyat terus bersembunyi di balik topeng pembela rakyat. Hukum negeri ini tak cukup membuat para penghianat kapok, untuk berhenti merampok rakyat."

"Mau bagaimana pun juga, tugas melenyapkan mereka adalah yang terbaik, " gumam Eisa. Gadis berstatus sebagai putri dari seorang mafia itu keluar dari kamarnya. Dia mengambil buah apel, kemudian berjalan menuju tempat berkumpulnya para mafia.

Kaki Eisa melangkah memasuki ruangan. Sepanjang perjalanan, dan bahkan ruangan dia bisa melihat semua mata tertuju ke arahnya. Bahkan suara-suara bisikan mulai terdengar di telinga Eisa. Ada yang mengatakan jika Eisa hanyalah seorang gadis manja yang disayangi oleh tuan mereka. Ada juga yang mengejek Eisa, karena hanya bisa menjadi beban saja.

Namun, ucapan semua malah membuat api semangat di jiwa Eisa membara. Eisa tak sabar untuk menjalankan misi pertamanya, sekaligus membuktikan dirinya, jika seorang putri dari mafia terbesar di kota ini, bisa membuktikan dirinya adalah keturunan sang ayah.

"Kau sudah makan malam?" tanya pria yang berstatus sebagai Kakak Eisa. Pria bertubuh tinggi, dengan tubuh tegap itu bernama Malvin. Dia bertanya pada Eisa, sembari memasukkan peluru ke dalam senjata api miliknya.

Eisa menunjukkan buah apel di depan sang Kakak. Dia tersenyum, kemudian menggigit buah apel itu. Sembari mengunyah apel, Eisa membalas, "Aku baru saja memakan sedikit hidangan pembuka. Aku akan melanjutkan acara makanku nanti, setelah tugasku selesai."

Malvin menurunkan sudut bibirnya. Dia mengusap rambut Eisa, sampai Eisa menggeram. Gadis itu memelototkan mata, kemudian memperingati, "Jangan merusak tatanan rambutku. Aku sudah mengaturnya secantik mungkin."

"Kau akan melenyapkan orang, bukannya akan mengikuti kontes kecantikan. Aku jadi khawatir, jika kau tak akan dibutuhkan dalam misi ini. Lebih baik, kau diam saja di rumah," jelas Malvin.

Perkataan Malvin membuat Eisa memelototkan mata. Gadis itu menggelengkan kepala, kemudian memperingati, "Aku sudah bersusah payah bersiap dan menunggu-nunggu saat ini sejak dulu! Berani sekali kau memintaku untuk diam di sini!"

Malvin menyentuh pipi sang adik, dia mengingatkan, "Kakak melakukan ini demi keselamatanmu. Terlebih lagi, akhir-akhir ini wajahmu pucat, dan staminamu berkurang."

Eisa mendengkus, kemudian menelan buah apel setelah mengunyahnya kecil-kecil. Gadis itu menatap tak bersahabat ke arah Malvin. "Aku baik-baik saja! Aku sia---"

Kondisi tubuh Eisa menghianati ucapannya. Belum sempat Eisa menyelesaikan perkataannya, gadis itu sudah lebih dulu merasakan mual. Apel di tangannya terjatuh, bersamaan dengan tangannya yang reflek menutupi mulut. Eisa mengernyitkan kening, dengan bola mata berkaca-kaca. Entah kenapa, akhir-akhir ini dia sering merasa mual dan pusing ketika menghirup aroma parfum yang menyengat.

MAMAFIA  [Junhao] RepublishTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang