12. Rasa Tanpa Pengakuan (1)

542 85 9
                                    

Matahari terbenam, meninggalkan langit berwarna jingga yang berubah menjadi gelap. Ketika altar pernikahan dongeng yang sudah Juan siapkan selesai dirapikan, saat itu juga Juan kembali dari rumah sakit. Mata pria itu meneliti ke kiri dan ke kanan, jantungnya berdetak kencang, sementara napasnya berembus tak teratur.

Setelah mendapatkan kabar tentang penyusup di acara pesta pernikahannya, pria itu baru menyadari keberadaan Eisa. Lalu kembali secepat mungkin dari rumah sakit. Meskipun setelah kembali, Juan bahkan tak melihat Eisa berada di altar pernikahnya lagi.

"Eisa!"

Juan panik dan berlari sekuat tenaga. Berbeda lagi dengan Eisa yang merebahkan tubuhnya di atas ranjang, dengan otak yang sibuk mengadakan rapat tanya jawab. Wanita itu baru menghentikan pertanyaan di otaknya, ketika Juan membuka pintu kamar dan masuk dengan napas terengah-engah.

"Juan?"

Juan berada tepat di depan Eisa. Pria itu duduk di samping Eisa, sembari menggenggam erat tangan wanita yang telah resmi menjadi istrinya. "Maafkan aku. Bagaimana keadaanmu sekarang? Apa kau terluka?" tanya Juan.

Eisa mengernyitkan kening, merasakan genggaman tangan Juan melingkupi tangan kecilnya. Wanita itu baru menyadari perbedaan ukuran tangannya dengan milik Juan. Padahal, dulu Juan sering menggenggam erat tangannya sekuat tenaga. Namun, baru kali ini Eisa menyadari telapak tangan Juan, mampu membungkus tangan miliknya.

"Aku baik-baik saja, para pegawai cekatan dalam meringkus penyusup itu," lanjut Eisa.

Juan menarik dan mengeluarkan napas panjang. Pria itu kemudian menggenggam tangan Eisa yang satu lagi, sebelum akhirnya menariknya ke depan dan mengecupinya beberapa saat. "Syukurlah," gumam Juan.

Perhatian terlambat yang diberikan Juan membuat Eisa memalingkan wajahnya ke arah lain. Wanita itu mungkin bisa membiarkan Juan menyentuhnya dan mengecupinya sesuka hati, tetapi di dalam hati Eisa sendiri, timbul rasa kesal yang tak seharusnya dia rasakan.

Kenapa Juan meninggalkannya untuk mantan kekasihnya? Jika pria itu meminta izin, atau berpamitan karena keadaan trauma wanita itu sebelumnya, mungkin Eisa tidak akan merasa terabaikan seperti ini. Padahal, tadi Eisa tak merasakan perasaan kecewa ini. Namun, kehadiran Juan di hadapannya, kembali mengingatkan Eisa pada hal yang baru saja terjadi.

"Bagaimana keadaan Giselle? Apa suami wanita itu sudah berada di sisinya, sampai dia baru melepas suamiku?" sindir Eisa.

Juan menganggukkan kepala, lalu berkata, "Ya. Setelah aku mengantarnya ke rumah sakit, Ayden datang dan menemani Giselle."

Eisa tersenyum miris, mendengar jawaban tanpa dosa sang suami. Dia kemudian kembali merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Setelah itu, Eisa memberitahu, "Pangeran impian sang putri telah tiba, dan akhirnya pangeran yang sudah menolongnya tersingkirkan juga. Sepertinya, keadaanku saat ini, bukan alasan kau pulang sekarang."

Juan menggelengkan kepala, dan memberitahu, "Aku datang terburu-buru ke sini setelah tahu keadaan yang terjadi. Maafkan aku, aku pikir tak akan ada kejadian seperti ini. Saat itu, aku spontan mengingat trauma Giselle, dan... dan..."

Eisa menyentuh bibir Juan dengan menggunakan jemari tangannya. Dia meletakkan salah satu jemarinya di depan bibir Juan, supaya Juan tak melanjutkan perkataannya.

Setelah itu, Eisa tiba-tiba tersenyum tipis, dan mengusap rambut suaminya. "Aku bercanda. Jangan pedulikan apa yang tadi aku katakan. Aku mengerti dengan apa yang kau perbuat. Sayangnya, hatiku agak sensitif setelah mengandung anakmu. Aku terkadang jadi sangat perasa. Jadi jangan pedulikan dengan apa yang aku katakan."

Juan akhirnya bisa bernapas dengan lega. Setelah itu, dia melihat tubuh sang istri yang masih dibalut gaun pernikahannya. Juan diam-diam menyelidik ke arah perut Eisa, lalu memberitahu, "Ibu bilang, jika kau membutuhkan pemeriksaan dokter. Sayangnya, dokter keluarga kita sedang berlibur ke luar negeri. Untuk itu, ibu menyarankanku untuk langsung membawamu ke rumah sakit saja."

Eisa sebenarnya malas jika harus melangkahkan kaki keluar, setelah kejadian yang baru saja terjadi. Namun, ketika Eisa mengamati kamarnya yang dipenuhi dekorasi khas malam pertama, Eisa langsung melirik ke arah Juan. Dia membalas, "Baiklah. Ayo pergi ke rumah sakit."

Juan tersenyum tipis. Pria itu menatap Eisa dengan mata tak berkedip, dan tubuh mematung. Dia persis seperti kucing yang sedang menunggu tuannya memberikan makanan. Sementara Eisa sendiri langsung mengernyitkan kening, dan berkata, "Kenapa kau memandangiku seperti itu? Aku ingin berganti baju, jadi kau pergi dulu keluar."

Eisa mengusir Juan, tetapi Juan masih diam di tempat. Senyum pada wajah pria itu masih belum hilang. Sebelum berkata kepada Eisa, "Kau yakin mengusirku seperti ini? Memangnya kau tak butuh bantuanku?"

•••

•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
MAMAFIA  [Junhao] RepublishTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang