21. Duri Mawar (2)

476 91 6
                                    

Sesuai dugaan Eisa, Vio pasti akan heboh sendiri dan mengatakan kehamilan Eisa pada setiap orang yang dia temui. Lalu Eisa sendiri hanya bisa tersenyum, sembari mengusap lembut perutnya. Sekarang dia sudah menikah, dan mendapatkan mertua baik hati. Jika pun kehamilannya masih dia tutup-tutupi, suatu saat pun pasti akan terbongkar juga.

Eisa berjalan menelusuri taman halaman rumah besar sang ibu mertua. Jemari tangannya menyapa beberapa kelopak bunga mawar berwarna merah, tanpa berniat menyentuh duri pada batangnya sedikit pun. Namun, sekeras apa pun Eisa menghindari duri pada batangnya, tetap saja Eisa terkena durinya juga.

Sudut bibir Eisa terangkat ke atas, melihat cairan merah yang muncul setelah tertusuk duri. Wanita itu mendekatkan jemari tangannya ke depan mata, lalu berbisik, "Jika ingin menyentuh kelopak bunga yang cantik, aku juga harus menerima risiko terkena duri mawar."

Eisa lalu duduk di kursi taman, sembari menjilat darahnya sendiri. Setelah itu, matanya tertuju pada perutnya. Eisa mengusapnya lembut, dan menebak, "Alasan ibu mertua tak memberitahu keluarga jauhnya tentang anak yang kukandung, bukan karena ibu mertua menganggapnya sebagai aib."

"Tapi... dia takut ada seseorang yang mengincar nyawa bayiku juga. Orang-orang berpikir, jika merebut kekayaan pemilik perusahaan WJH sangat mudah. Hanya karena keluarganya terlalu baik, dan mudah diperdaya," gumam Eisa.

Punggung Eisa bersandar pada kursi taman. Wanita itu memainkan kelopak bunga mawar yang tak sengaja dia cabut. Setelah itu, Eisa menutup kelopak matanya, untuk mengingat-ngingat orang yang berniat mengincar nyawa Juan. "Aku sepertinya banyak melupakan hal-hal yang berhubungan dengan Juan, setelah misiku selesai."

"Dulu, aku hanya mengirimkan informasi tentang kelemahan Juan, dan waktu segangnya untuk membiarkan Juan dib*nuh."

"Tapi sampai sekarang... orang-orang itu tak pernah berhasil melenyapkan Juan."

"Apa... Juan sebenarnya mempunyai pengawal pribadi yang kuat?" tanya Eisa bingung.

Eisa sibuk berpikir tentang semua yang terjadi. Dia ingin bertanya langsung pada Juan, tetapi Eisa masih ingat jika sang suami sedang sibuk bekerja. Jadi, dibanding mengganggunya, Eisa memilih menahan keingintahuannya sampai sang suami pulang.

"G*la. Juan tetap menikahiku, meskipun dia tahu aku adalah mata-mata yang mendambakan kem*tiannya," gumam Eisa.

Kelopak mata Eisa perlahan tertutup, untuk melupakan masa lalunya yang kelam. Sekarang, dia hanya ingin melindungi anak yang dikandungnya, dari ancaman orang-orang gil* kekuasaan. Eisa berharap, dirinya bisa memberikan Juan pewaris, untuk menebus semua kesalahannya pada Juan. "Keluarga ini terlalu baik, untuk pendosa sepertiku."

Ketika Eisa membuka kelopak matanya, dia mengernyitkan kening melihat beberapa orang pergi ke halaman belakang rumah. Dari obrolan mereka sepanjang jalan, Eisa baru sadar jika mereka adalah orang-orang yang mengurus tentang penyusup di acara pernikahannya.

"Akhirnya kita berhasil menemukan alamat orang yang sudah memancing penyusup di acara pernikahan Tuan Juan."

"Kita harus segera menangkap orang itu sesuai permintaan Tuan Wen."

"Apa yang kau katakan ini? Tuan tak menyuruh kita untuk menangkap, tapi langsung menghabisinya saja."

"Tapi aku tak menyangka, jika orang yang melakukannya ternyata keluarga Tuan Wen sendiri. Padahal, mereka seperti orang yang baik," bisik salah satu pengawal.

Eisa mengernyitkan kening, ketika telinganya mendengar suara obrolan para pria bertubuh kekar. Dia pikir, Ayah Juan adalah sosok pria lembut, yang akan mengikuti prosedur hukum untuk memberikan penjahat ke kantor polisi. Namun, kenyataannya? Tanpa basa basi, atau diskusi keluarga, pria itu langsung menyuruh bawahannya untuk menghabisi orang itu tanpa sisa.

Kenyataan di depan mata Eisa membuat Eisa mengeluarkan napas panjang. "Aku benar-benar salah menilai orang. Seharusnya aku tidak menganggap remeh keluarga Juan yang terlihat baik."

"Ayahnya Juan sebenarnya tegas, tetapi dia melembut di hadapan istri dan keluarga kecilnya. Lalu Juan?"

"Dia lebih mirip ibu mertuaku. Tapi, tak bisa dipungkiri jika dia juga bisa menjadi seperti ayah mertua juga," gumam Eisa.

Eisa menghabiskan waktu siangnya untuk menikmati udara taman di halaman rumah. Beberapa pelayan menyajikan buah-buahan yang sudah dipotong untuk Eisa. Namun, Eisa tak tertarik untuk mencicipinya sedikit saja. Dia hanya menutup rapat bibirnya, sampai akhirnya pelayan menjulurkan telepon dari Juan.

"Juan?" panggil Eisa.

Orang yang meneleponnya tak membalas panggilan Eisa. Sampai Eisa mengernyitkan kening, dan memanggilnya lagi, "Juan? Ada apa?"

Lagi-lagi pertanyaan Eisa tak mendapatkan balasan. Hal itu membuat Eisa meremas teleponnya, dan bertanya, "Juan? Kau kenapa? Apa ada masalah?"

•••

•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
MAMAFIA  [Junhao] RepublishTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang