16. Bendera Perang (1)

527 87 3
                                    

Eisa membuang kulit merah apel ke piring, kemudian menusuk-nusuk bagian dagingnya, sembari memperingati, "Apa juga yang bisa diharapkan dari serangga tak tahu diri, yang masih menumpang hidup dengan pria menyedihkan itu?"

Perkataan Eisa sampai di telinga Vio. Hanya dalam hitungan detik, mata Vio tertuju ke arah Eisa yang saat ini sedang memakan salah satu buah apel yang dia potong dengan sebuah garpu. Mata keduanya bertemu, dan Eisa masih asyik mengunyah makanannya tanpa terganggu dengan pandangan Vio.

Vio berkata, "Kau? Apa kau baru saja menghinaku?"

Pertanyaan Vio tak langsung dijawab Eisa begitu saja. Gigi Eisa masih bekerja menghancurkan daging apel, hingga makanannya berhasil ditelan. Eisa menaruh garpunya di atas piring, lalu menatap ke arah Vio dengan kening mengernyit.

"Menghinamu? Aku tidak berbicara padamu. Aku hanya berbicara pada serangga yang ada di buah apel ini. Dia menumpang hidup pada buah apel suamiku."

"Apa ucapanku membuatmu tersindir?" tanya Eisa sembari menunjukkan setengah buah apel yang belum dikupas.

Vio mengepalkan kedua tangannya, kemudian berkata, "Buah apel yang ada di atas meja makan sudah dibersihkan, tidak mungkin ada serangga yang berani berdiam diri di sana."

"Bahkan, seekor nyamuk ataupun lalat tak bisa lolos dari kebersihan rumah ini. Kau sepertinya terlalu sering melihat serangga di rumahmu yang dulu, sampai berpikir serangga juga bisa masuk ke rumah ini," jelas Vio.

Eisa menarik sudut bibirnya ke atas. Dia menatap setengah buah apel yang belum dikupas, kemudian berbisik, "Tidak ada serangga?"

"Mungkin saja serangga itu tak terlihat jelas oleh mata orang lain, tapi keberadaannya bisa aku rasakan. Kau ingin melihatnya?" tanya Eisa.

Vio mengernyitkan kening, dan Eisa akhirnya mendorong buah apelnya sampai menggelinding ke depan Vio. Vio menyipitkan mata memperhatikan buah apel di depannya dengan saksama. "Kau membual. Tidak ada serangga di sini."

Eisa berkata, "Coba ambil apelnya, dan perhatikan daging buahnya baik-baik."

Walaupun kesal, tetapi Vio masih menurut pada ucapan Eisa. Wanita itu memperhatikan buah daging apelnya, dengan mata menyipit. Meskipun ujung-ujungnya wanita itu berteriak ketakutan, ketika Eisa berkata, "Ukurannya sangat kecil, sampai tak bisa dilihat langsung dari kejauhan. Jika kau ingin melihatnya, dekati dia dan perhatikan lubang pada buahnya."

"Ada ulat kecil yang bersembunyi," bisik Eisa.

Vio langsung menjatuhkan buah apel. Wanita itu mengernyitkan kening, dengan bulu kuduk berdiri. Seumur-umur, Vio paling membenci hewan kecil pengganggu yang biasa mengusik kehidupannya sehari-hari. Dia merasa jijik, sementara Eisa diam-diam tertawa dalam hati.

Eisa mengambil garpu dan kembali memakan buah apel yang dia potong, tanpa mempedulikan getaran pada tubuh Vio. Meskipun Eisa tidak terang-terangan mengibarkan bendera perang, tetapi Vio bisa menerjemahkan ucapan Eisa yang ditunjukan untuknya. Wanita itu mendengkus, sembari memalingkan wajahnya ke arah lain. Dia berdiri dengan wajah masam, dan memutuskan untuk pergi ke dapur.

Vio bergumam, "Ternyata dia berani berkata seperti itu padaku. Baru tinggal sehari, tapi bicaranya sudah membuatku ingin melempar jus jeruk pada wajahnya. Dia harus diberi sedikit pelajaran, supaya sadar diri."

•••

•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
MAMAFIA  [Junhao] RepublishTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang