24. Permintaan Tolong (1)

135 28 0
                                    

Suara kendaraan yang berlalu lalang, ditambah dengan suara musik keras yang berada di tengah kota merendam suara teriakan Vio. Gadis yang awalnya ingin memanfaatkan uang sisa belanja untuk tas mewah keluaran terbaru, kini harus menanggung akibat karena meninggalkan pengawal Eisa begitu saja. Padahal beberapa menit lalu Vio masih asyik berbelanja, sebelum merasakan bekapan telapak tangan pada mulut dan tali yang melilit kakinya.

"Tolong! Tolong! Tolong aku! Lepaskan!" teriak Vio berusaha untuk melepaskan diri dari pegangan para pria bertubuh tinggi.

Tepat di depan mata Eisa sendiri, tubuh Vio didorong ke tembok gedung tua. Para pria tak banyak bicara dalam melaksanakan tugasnya. Mereka menekan sebelah wajah Vio ke tembok, sementara tangannya diikat ke belakang dengan penuh paksaan. Tak lupa juga dengan pisau tajam yang diasah sampai mengkilat di bawah cahaya matahari.

Suara rengekan Vio terbebas, tapi tak ada yang membantu wanita itu melepaskan diri. Cairan bening menetes ke pipi Vio, bersamaan dengan kelopak mata yang tertutup rapat. Padahal beberapa menit lalu dia masih bisa merasakan perasaan bahagia ketika tangannya menyentuh tas incarannya. Lalu sekarang, setelah mangsa berbahagia, dia diincar untuk dibunuh tanpa belas kasihan.

"Wah, ternyata ada orang yang ingin memb*nuh wanita penggosip itu juga," gumam Eisa. Eisa menyilangkan tangan di depan dada, mendengarkan suara teriakan Vio yang semakin mengencang ketika benda tajam bergerak ke dekat pipi kanannya. Vio menggelengkan kepala, menolak codetan di pipi. Namun, pria di belakangnya menekan wajahnya ke tembok, sampai Vio memperkencang tangisannya.

"Tolong! Tolong aku!"

Eisa melirik ke kiri dan ke kanan. Tak ada orang yang bisa membantu di belakang gedung tua. Bahkan, pelayan yang menyuruh penjaga untuk menjaga Eisa pun, belum sampai ke tempat Eisa berada. Di sini hanya ada Eisa, yang menyaksikan Vio menangis meminta pertolongan.

Awalnya Eisa masih bisa tenang, sembari mendengarkan suara jeritan Vio yang ingin bebas. Dia terbiasa mendengar rengekan korban sang ayah, tetapi tidak dengan perutnya yang tiba-tiba merasakan hal aneh. Ada sebuah keinginan untuk bergerak maju, dan menghentikan suara tangisan Vio yang mengganggu telinga Eisa.

Eisa menunduk, sembari mengusap perutnya. "Suara gosipannya sangat mengganggu, tapi tangisannya lebih mengganggu lagi. Apa bayi kecil ingin menolongnya?"

Perut Eisa tak menjawab, tetapi Eisa merasa sedikit bersalah jika tidak membawa Vio pulang ke rumah dengan selamat. Terlebih lagi, ibu mertuanya menitipkan Vio pada Eisa. Meskipun kenyataannya, Vio tak melakukan tugasnya dan mendapatkan balasan atas ketamakannya sendiri.

"Lepaskan aku! Aku tidak mau m*ti! Aku tidak mau m*ti!" teriak Vio.

Eisa berdecak, kemudian membungkukan kakinya untuk menyentuh sebuah batu. Sebelum benda tajam menyakiti Vio lebih jauh lagi, Eisa sudah lebih dulu melempar batu itu ke arah tangan pria yang memegangi senjata tajam.

Lemparan batu itu, menyebabkan sakit di bagian punggung tangan dan perhatian para pria tertuju pada Eisa. Mereka mengamati Eisa dari bawah hingga ke atas. Wanita itu berjalan dengan batu kecil di tangannya, sembari tersenyum lebar. "Jika ingin menghabisi seseorang, tempat ini sepertinya bukan tempat yang tepat untuk melakukannya. Apa kalian tidak melakukan penyelidikan sebelum beraksi?"

Ucapan Eisa membuat pria yang memegangi senjata tersenyum kecut. Dia berkata, "Nyonya, jangan ikut campur dan segera pergi dari sini jika tak ingin menjadi target kami yang berikutnya."

Vio menggelengkan kepala, dan menatap ke arah Eisa dengan mata berkaca-kaca. Wanita itu memohon,"Tolong jangan pergi, selamatkan aku. Aku mohon!"

Eisa mengeluarkan napas panjang, tetapi kakinya masih setia berjalan ke arah depan. Dia menundukkan kepala, dan memberitahu, "Di gedung ini banyak sekali reruntuhan. Bagaimana jika ketika kalian sibuk menghabisi wanita itu, tiba-tiba ada reruntuhan yang menimpa tubuh kalian?"

"Bukannya untung malah buntung. Aku tak tahu tujuan kalian apa, tetapi sebaiknya menghindari risiko yang akan merugikan kalian sendiri," jelas Eisa.

Para pria tertawa mendengar ucapan Eisa. Salah satu dari mereka memperingati, "Sebenarnya tuan menyuruh kami memb*nuhnya secara terang-terangan, tapi karena pusat kota penuh oleh orang-orang kami tak bisa melakukannya begitu saja."

"Jika kau mau, kau bisa melihat kami menghabisi orang ini---" Belum sempat orang itu mengakhiri ucapannya, kaki Eisa sudah lebih dulu menendang tangan orang yang memegangi benda tajam. Wanita itu tak lupa menangkis dan menendang wajah orang-orang yang menangkap Vio, sebelum akhirnya menarik Vio ke arahnya, dan mendorong wanita itu agar berada di belakang Eisa.

Vio terjatuh ke tanah, dengan pipi yang terkena sedikit goresan senjata tajam. Cairan merah muncul dari luka, sampai tetesannya berjatuhan ke paha. Tak butuh waktu lama, bagi wanita itu pingsan di tempatnya saat ini.

Sementara para pengawal yang tak menduga akan ditendang oleh wanita, memelototkan mata. Mereka tak sadar, ketika Eisa merebut senjata tajam dan memainkannya, setelah mendorong Vio untuk menjauh dari para penculik. Padahal mereka pikir, tubuh kurus dengan perut sedikit berisi Eisa, tak mungkin bisa membuat mereka terjatuh.

"Wanita pengacau ini juga harus kita lenyapkan!" perintah ketua dari penculikan ini.

Eisa mengernyitkan kening, melihat orang-orang di depannya kembali mengincar mangsanya. Namun, bukannya lari, Eisa malah tersenyum dan melempar batu yang dipegangnya ke atas reruntuhan gedung.

"Aku sudah memberitahu kalian, tapi kalian tak mau mendengarkanku."

"Sebagai mantan penculik, aku hanya memberi kalian pesan kecil," gumam Eisa, sebelum reruntuhan di gedung tua bergoyang-goyang dan ambruk menimpa para pengawal dalam hitungan detik saja. Setelah itu, Eisa berlari untuk memastikan dirinya aman dari reruntuhan yang mungkin belum rubuh juga.

Suara ambruknya reruntuhan gedung tua memancing perhatian orang-orang. Begitu juga dengan para pengawal Eisa yang baru menemukan Eisa. Mereka terkejut melihat Vio tak sadarkan diri di tanah, dan beberapa pria yang tertimpa reruntuhan.

•••

•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
MAMAFIA  [Junhao] RepublishTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang