19. Dikali Dua (1)

555 103 3
                                    

Juan tersenyum, sembari melihat perut Eisa yang sedikit lebih besar dari sebelumnya. Dia menebak, "Sepertinya anak kita kembar."

Ucapan Juan awalnya dianggap angin lalu oleh Eisa. Wanita hamil itu masih sibuk mengunyah makanan barunya. Namun, setelah mencerna arti ucapan Juan, Eisa langsung berhenti mengunyah dan melirik sedikit demi sedikit ke arah sang suami.

"Kembar? Maksudnya ada lebih dari satu anak di dalam sini?" Eisa menunjuk perutnya sendiri, dan Juan mengangguk.

"Jika aku tidak salah menebak, sepertinya begitu," balas Juan.

Eisa langsung tertawa canggung, sembari memalingkan wajahnya ke arah lain. Dia berkata, "Aku tak mempunyai saudara kembar, jadi mana mungkin aku memiliki gennya. Lagi pula dokter tak membicarakan soal ini, saat pemeriksaan dilakukan. Tapi..."

Eisa mengernyitkan kening, memikirkan saudara sang ibu yang memiliki anak kembar juga. Hanya dengan menebak-nebak saja sudah membuat Eisa terburu-buru menghentikan makan, dan mengambil air mimum. Wanita itu meneguk air sebanyak mungkin, dan berkata pada sang suami. "Juan, aku sudah tidak lapar lagi. Perutku, kenyang! Benar-benar kenyang!"

Juan tertawa melihat sang istri terburu-buru untuk menghentikan acara makannya. Setelah itu, Juan memberitahu, "Baiklah. Jika kau masih merasa lapar, beritahu aku saja. Akan kukirim makanan-makanan sehat ke rumah."

Eisa menghela napas panjang, sembari menjatuhkan pelan kepalanya ke meja makan. Setelah berusaha menerima anak dalam kandungannya, wanita itu juga harus menerima tebakan jika ada lebih dari satu bayi dalam perutnya. Entah ini benar, atau hanya harapan Juan saja. Namun, yang pasti semua penderitaan hidup yang Eisa rasakan, tampak mengalikan dirinya sendiri menjadi dua.

"Astaga, jangan sampai di dalam sini benar-benar ada dua juga," gumam Eisa sembari mengusap lembut perutnya.

"Jika ada dua, anak ini pasti akan lebih cepat menonjolkan diri pada trimester pertama. Dan perutku sekarang masih terlihat normal! Ya, masih normal. Berarti tidak ada dua," bisik Eisa menenangkan dirinya sendiri.

Eisa tak sanggup membayangkan, jika perutnya sudah terlihat menonjol, padahal dia baru beberapa hari menikah. Apalagi mendengarkan ledekan biang gosip Vio, yang akan membuat telinganya memanas.

Ketika Eisa mencoba menenangkan dirinya sendiri. Juan malah menarik sudut bibirnya ke atas, sembari melihat-lihat produk bayi kembar yang ada pada toko online di ponselnya. Dia menyentuh layarnya, sembari berkata, "Dihadiahi anak oleh takdir, merupakan suatu hadiah yang tak ternilai harganya. Apalagi jika kembar, aku sangat mendambakannya."

Mata Juan berbinar, melihat-lihat produk bayi dengan senyuman lebar. Ketulusan Juan untuk menjadi seorang ayah, membuat Eisa sadar pada keegoisannya sendiri. Apa pun yang Eisa anggap derita, selalu Juan anggap sebagai hadiah dari alam semesta.

Eisa menyentuh salah satu buah apel, dan bergumam, "Seandainya saja, aku bisa hidup normal seperti Juan. Aku mungkin akan merasa bahagia juga."

"Bisakah semuanya dimulai dari awal lagi?" gumam Eisa.

Juan yang mendengarkan gumaman Eisa menarik sudut bibirnya ke atas. Dia kemudian mengusap lembut rambut sang istri, sembari berbisik, "Pasti bisa. Aku sudah menyusun banyak rencana untuk keluarga kecil kita."

•••

•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
MAMAFIA  [Junhao] RepublishTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang