Akhirnya, kaki Eisa kembali melangkah ke perpustakaan. Jemari tangannya mengusap lembut perut, sembari menggunakan otaknya untuk berpikir. Entah apa yang akan terjadi ke depannya nanti, tetapi Eisa hanya berharap sang anak tumbuh menjadi orang yang lebih baik darinya.
Satu langkah mendekat ke perpustakaan, dan satu langkah juga untuk mendapati Juan berdiri di depannya dengan tangan bersilang di depan dada. Eisa yang mengenali sepatu Juan langsung tersentak kaget. Wanita itu mengangkat wajahnya, dan menemukan Juan yang menatap ke arahnya tanpa berkedip.
"Juan?"
Juan tak memasang senyuman yang biasanya dia berikan. Pria itu mendekat sembari berkata, "Kau ke mana saja? Kenapa tidak ada di kamar mandi selama tiga jam lebih? Apa kau---"
Bukannya menjawab, Eisa malah memegangi perutnya sendiri. Wanita itu menunduk, sembari berbisik, "Bayi kita lapar."
Hanya dengan tiga kata kunci ajaib, amarah Juan mereda tanpa ada niat naik kembali. Pria itu mengernyitkan kening, sembari menyentuh perut sang istri. Dia menebak, "Sepertinya ini karena aku memberimu sarapan dengan bubur. Aku baru tahu, jika bubur kurang baik untuk ibu hamil, meskipun tidak ada larangan untuk memakannya. Baiklah, maafkan kesalahanku. Ayo pergi ke restoran terdekat."
Akhirnya instropeksi Juan selesai, dan sang suami sibuk membawa Eisa pergi ke tempat makan terdekat. Padahal, sebenarnya Eisa hanya ingin menjadikan alasan ini untuk lolos dari wawancara Juan. Eisa tak ingin, Juan tahu dirinya pernah mencoba melenyapkan diri, karena keluarganya memutuskan untuk melepas hubungannya. Namun, akhirnya Eisa makan dengan lahap, setelah kakinya berjalan mengitari kota.
Juan menyangga salah satu pipi dengan tangan. Pria itu menarik sudut bibirnya ke atas, melihat Eisa terburu-buru menghabiskan makanan di depan matanya. Terkadang, jemari tangannya membawa sapu tangan, untuk menyapu setiap makanan yang tersisa di bibir sang istri. "Kupikir memberi makan anak kita sangat mudah, karena dokter sudah memberikanku daftar makanan yang boleh dimakan atau tidak."
"Tapi ternyata, meskipun makanannya ada di dalam daftar makanan baik, tetapi hidungmu tak suka baunya dan akhirnya memuntahkan makananmu," ucap Juan.
Eisa mengunyah makanannya. Perlu beberapa waktu bagi hidungnya menemukan makanan yang aman dan tak membuatnya ingin muntah. Jika saja, Eisa tidak menikahi pria kaya dan perhatian seperti Juan mungkin dia tak akan mendapatkan banyak pilihan makanan seperti ini.
Eisa bertanya, "Kau... tadi kan sedang bekerja. Sekarang kenapa tiba-tiba ada di sini? Jangan katakan... jika kau memaksakan diri pergi meninggalkan pekerjaanmu hanya karena aku menghilang dari perputakaan."
Juan menarik sudut bibirnya ke atas, kemudian tersenyum. "Tadi aku sangat yakin kau berada di perpustakaan. Jadi, aku tidak berniat untuk menyusulmu."
"Tapi, karena proyek baru perusahaan berada di sekitar sini, aku ingin melihatmu sebentar. Meskipun ternyata... kau menghilang dari tempat dudukmu dengan alasan pergi ke toilet," jelas Juan.
Eisa menundukkan kepala, sembari mengunyah makanan miliknya. Dibanding menceritakan kejadian tadi, dia memilih untuk menghabiskan makanan di depannya. Sampai semuanya tak bersisa sedikit pun.
Juan menawarkan, "Bayi kita masih lapar?"
Eisa mengangguk, dan Juan kembali memesankan makanan. Padahal ini hanya alasan untuk tidak ditanya, tetapi Eisa benar-benar menghabiskan makanan di depannya sampai habis. Lalu sekarang, dia bahkan ingin mencicipi makanan lagi.
"Aku merasa dua kali lebih sensitif, dan dua kali lapar. Ini semua karena anak ini. Padahal dulu aku tak serakus ini," gerutu Eisa.
Juan tersenyum, sembari melihat perut Eisa yang sedikit lebih besar dari sebelumnya. Dia menebak, "Sepertinya anak kita kembar."
•••
KAMU SEDANG MEMBACA
MAMAFIA [Junhao] Republish
FanficCita-cita Eisa adalah menjadi seorang mafia disegani seperti sang Ayah. Namun, dia malah mengandung anak dari pewaris manja, yang sering dirisak saudaranya. Karena Eisa mengandung sebelum menikah, Eisa akhirnya diusir sang Ayah. Sementara orang yang...